tag:blogger.com,1999:blog-69111058663378041072024-03-19T02:19:05.170-07:00Zulihi.msUnknownnoreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-88349174564879172542010-01-25T23:31:00.000-08:002010-01-25T23:33:32.384-08:00TAKHRIJ HADITSA. Pengertian takhrij<br />Kata takhrij adalah bentuk masdar dari fi’il madi , kharaja, yakhriju, takhrija, yang secara bahasa berarti “mengeluarkan sesuatu dari tempat” . Atau dengan kata lain, secara setimologi, kata takhrij berasal dari kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas). Takhrij juga bisa berarti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al-taujih (menerangkan. <br />Sedangkan pengertian takhrij ,menurut para ahli hadits memiliki tiga macam pengertian, yaitu:<br />Pertama, usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini di namakan istikhraj. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadits dari kitab jami’ al-Sahih al-Muslim, kemudian dia mencari sanad hadits tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh Muslim. Kedua, suatu keterangan bahwa hadits yang di nukilkan kedalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Ketiga, suatu usaha untuk mencari derajad, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab. <br />B. Manfaat Takhrij hadits<br />Ada beberapa manfaat takhrij al-Hadits antara lain:<br />1. Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.<br />2. Memberikan kemudahan bagi orang lain yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits adalah haditsmakbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkm apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak) dan menguaakan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal berasal dari Rasulullah SAW. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan. <br />C. Kitab-kitab yang di perlukan untuk mentakhrij hadits<br />Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij al-Hadits. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain :<br />1. Hidayat al-Bari ila Tartibi Ahaditsi Al-Bukhari<br />Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri al-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus mencari hadits-hadits yang termuat dalam shahih al-Bukhari. Lapaz-lapaz hadits di susun menurut urutan abjad Arab, namun hadits-hadits yang dikemukan secara berulang dalam sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus diatas. Dengan demikian perbedaan lapadz dalam matan hadits riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.<br />2. Mu’jam Al-Fazi wala Syyiama al-Garibu minha (Fihris Litartibi ahaditsi Sahih Muslim).<br />Kitab tersebut merupakan salah satu juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang di sunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus terhadap jus ke-IV yang berisi:<br />a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadits dan juz yang memuatnya<br />b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam sahih Muslim<br />3. Miftahus Sahihain<br />Kitab ini di susun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqdiah. Kitab ini dapat digunakanuntuk mencari hadits-hadts yang diriwayatkan oleh Muslim, akan tetapi hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadits-hadits yang berupa sabda (qauliyah) saja. Hadits tersebut disusun menurut abjad dari awal lafaz hadits lafaz matan hadits.<br />4. Al-Bugyatu fi Tarbi Ahadasi Al-Hilyah<br />Kitab ini di susun oleh Sayyid Abdul Aziz bin al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Siddiq al-Qammari. Kitab tersebut memuat dan menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab yang di susun Abu Nuaim al-Asbuni (w. 430 H).<br />5. Al- Jamius Shagir<br />Kitab ini di susun oleh Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab kamus hadits tersebut memuat hadits-hadits yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuti juga, yakni kitab Jami’ al-Jawani. Hadits yang dimuat dalam kitab ini di susun berdasarkan urutan abjad dari awal lapaz matan hadits. Sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian-sebagian saja namun telah mengandung pengertian yang cukup.<br />Kitab hadits tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang bersangkutan dengan nama-nama mukharijinya (periwayat hadits yang menghimpun hadits-hadits dalam kitabnya). Selain itu hampir setiap hadits yang dikutip dan di jelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh al-Suyuti.<br />6. Al-Mujam Al-Mufahras li Alfazil Hadits Nabawi<br />Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penysunan ialah Dr. Arnold Jhon Wensick (w. 939 M)Seoeang Profesor bahasa-bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.<br />Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits berdsarkan petunjuk lafadz matan hadits. Berbagai lafadz yang di sajikan tidak dibatasi hanya lafadz yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadits, dengan demikian kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadits, asal saja sebagian dari lapadz matan yang di carinya itu telah diketahuinya.<br />Kitab mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang terdapat dalam Sembilan kitab hadits, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan Daromi, Muatta Malik, Musnad Ahmad.<br />D. Cara melaksanakan Takhrij hadits<br />Secara garis besar mentakhrij hadits (takhrij al-Hadits) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah di sebutkan diatas. Adapu dua macam cara takhrij al-Hadits yaitu:<br />1. Mentakhrij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat di cari atau diselusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai dengan abjad. <br />2. Mentakhrij hadits dengan berdasarkan topik permasalahan (takhrij al-Hadits bit Mundu’i). Upaya mencari hadits terkadang tidak di dasarkan pada lafadz matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian hadits pada topic masalah sangat menolong pengkaji hadits yang ingin memahami pentunjuk-petunjuk hadits dalam segala konteks.<br />Lebih lanjut, Abdul Madjid Khon menjelaskan bahwa karena banyaknya pengkodifikasian buku hadts maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan tekhnik buku hadits yang ingin di teliti, paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penelusuran hadits dari sumber buku hadits yaitu takhrij dengan kata, takhrij dengan tema, takhrij dengan permulaan matan, takhrij dengan melalui sanad, pertama dan takhrij dengan sifat. <br />Menurut literatur yang lain, mentakhrij al-hadits dengan menggunakan perangkat komputer melalui bantuan CD ROM. Cara melakukan takhrij hadits dengan menelusuri dan membaca kitab-kitab hadits atau kamus sangat baik, namun memerlukan waktu yang lama. Untuk memperceoat proses penelusuran dan pencarian hadits secara cepat, jasa komputer dengan program Mausu’ah al-hadits al-syarif al-Kutub al-Tis’ah bisa digunakan. Program ini merupakan sofwere computer yang tersimpan dalam komputer dalam compact disk read only memory (CD ROM) yang di peroduksi Sakhr pada tahun 1991 edisi 1.2. <br />Program ini memuat seluruh hadits yang terdapat dalam al-Kutub al-tis’ah (shahih al-Bukhari, shahih Muslim, sunan Abu Daud, sunan An-Nasai, sunan Turmudzi, sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad ibn Ambal, Muwatha Malik dan sunan Darimi) lengkap dengan sanad dan matannya. Disamping itu program ini juga mengandung data-data tentang biografi, daftar guru dan murid, al-jarh wa al-ta’dil dari semua periwayat hadits yang ada di dalam al-kutub al-tis’ah. Program ini juga dapat menampilkan skema sanad hadits, baik satu jalur maupun skema semua jahr periwayatan.<br />Ada delapan (8) macam cara yang bisa digunakan untuk menelusuri hadits-hadits yang terdapat dalam kitab kutub al-tis’ah, kedelpan cara penelusuran hadits tersebut adalah:<br />a. Dengan memilih hadits yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan hadits yang dicari.<br />b. Dengan mengetikkan salah satu lafadz dalam matan hadits<br />c. Berdasarkan tema kandungan hadits.<br />d. Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya.<br />e. Berdasarkan pada nomor urut hadits<br />f. Berdasarkan pada perawinya.<br />g. Berdasarkan pada aspek tertentu dalam hadits.<br />h. Berdasarkan takhrij hadits.Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-30246923095648433822010-01-25T23:29:00.000-08:002010-01-25T23:31:16.789-08:00METODE PEMBELAJARAN AL-QUR’ANA. PENDAHULUAN<br /><br />Al-Qur'an merupakan kitab suci yang menempati posisi sentral, bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman namun juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan ummat islam sepanjang empat belas abad. Kitab suci ini diturunkan Allah kepada Nabi pemungkas, Muhammad SAW lengkap dengan lafal dan maknanya, diriwayatkan secara mutawatir, memberi faedah untuk kepastian dan keyakinan, ditulis dalam kitab suci mulai awal surat, al-Fatihah sampai akhir surat, an-Nas. <br />Ayat-ayat Al-Qur'an masih bersifat global. Oleh karena itu, ia menuntut umat islam untuk melakukan studi agar mahir dalam membacanya secara baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu Tajwid. <br />Sejak beberapa tahun ini banyak sekali metode-metode cara cepat untuk bisa membaca Al-Qur’an secara baik dan benar. Dimasa kini, cara untuk bisa membaca ayat-ayat Al-Qur'an banyak sekali penawaran-penawaran dari metode bisa membaca Al-Qur’an sehingga memperkaya Khazanah kekayaan metode ilmu baca tulis Qur’an. Pada masa-masa selanjutnya, Usaha untuk membumikan Al-Qur’an mulai berkembang sejalan dengan kemajuan dengan kemajuan taraf hidup anusia yang didalamnya syarat dengan persoalan-persoalan yang tidak selalu tersedia jawabanya secara eksplisit dan insplisit.<br />Pendekatan cara dan corak metode yang mengandalkan cara-cara tertentu dalam pandangan sebagian ulama haruslah bertujuan utamanya dalam 3G yaitu Gemar (Gerakan membaca Al-Qur’an),Getar (Gerakan Tarjamatul Qur’an),dan Gempar (Gerakan Pengamalan Al-Qur’an) . Ketiga konsep ini mudah disebutkan, tetapi tidak begitu mudah menuntun orang ke pemahaman seluk-beluk metode untuk diturunkan ke teknik yang dimaksud, karena ketiga konsep tersebut masih memerlukan teknik yang bersifat operasional. Namun disini kami cuma akan membahas pengertian Metode Attikror, objek kajian, dan langkah-langkah serta kelebihan dan kekurangannya. <br /><br />B. PEMBAHASAN<br /> <br /> 1. METODE ATTIKROR<br /><br />1. Pengertian Model pembelajaran <br /> Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bingkai dari suatu pendekatan,strategi, metode dari pembelajaran.<br /> Setidaknya ada 4 model pembelajaran sebagaimana yang dijelaskan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil (1) model interaksi sosial, (2) model pengolahan informasi (3)model personal-humanistik dan (4) model modifikasi tingkah laku.<br />2. Model Attikror<br /> Metode Attikror adalah metode pembelajaran dalam membaca al qur’an secara berulang-ulang,cepat, dan benar dengan keterbatasan jam pelajaran yang tersedia,sesuai, realistis dan proporsional. Metode Attikror ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: <br /> a. Listening skill : murid mendengarkan bacaan kalimat Al-Qur’an dari guru dan <br /> temannya<br /> b. Reading drill : murid membaca kalimah Al-Qur’an yang telah dibaca <br /> guru dan temannya <br /> c. Oral drill : melatih lisan mengucapkan kalimat Al-Qur’an yang <br /> diucapkan guru dan temannya.<br />3.Materi<br /> Menghapal adalah proses menyimpan data kememori otak. Sedangkan daya ingat adalah kemampuhan mengingat kembali data-data yang telah tersimpan dimemori bila diperlukan. Sedikitnya ada tiga metode atau cara dalam menghapal yaitu:<br />1) Metode Pelafalan yaitu menglafalkan atau mengucapkan kata atau kalimat sesuai dengan makhorijil huruf, Metode ini merupakan metode yang sejak lama banyak digunakan orang ketika menglapalkan huruf-huruf yang ada dalam Al-Qur’an. <br />2) Metode Nadhoman yaitu menghapal kata atau kalimat dengan cara dinyanyikan mengikuti nyanyian ataupun nasyid yang kita sukai. Metode hapalan ini paling disenangi oleh anak-anak karena bisa menghapal sambil bermain. Memang pada umumnya mengahapal dengan metode nyanyian ini sangat cocok diterapkan di TK dan di SD saja walaupun tidak menutup kemungkinan diterapkan di tingkat menengah.<br />3) Metode campuran yaitu menghapal kata atau kalimat dengan cara mencampur metode yang ada, bisa campuran metode Pelafalan bisa juga campuran metode Nadhom.<br />4. Tahapan-tahapan dalam menghapal kalimah al-qur’an dengan metode Attikror<br /> Seorang guru harus mengetahui langkah yang paling tepat ketika menularkan bacaan al-Qur’an. Adapun tahapan-tahapan sebagai berikut:<br />1) Siapkan Al-Qur’an atau buku Iqro’ bagi pemula sebagai materi hapalan.<br />2) Terlebih dahulu guru membaca kalimat dan ayat al-Qur’an baik satu ayat atau sampai ada waqof tertentu<br />3) Sebelumnya murid diminta untuk memperhatikan bacaan itu dengan seksama dan penuh konsentrasi sehingga bisa disimak secara benar.<br />4) Surat atau Ayat yang akan dibaca terlebih dahulu dicontohkan oleh guru kemudian diikuti oleh semua murid ataupun dibaca secara bersamaan antara guru dan murid.<br />5) Surat ataupun ayat tersebut kemudian dibaca oleh satu orang murid yang ditunjuk sebelumnya kemudian diikuti oleh seluruh murid sampai ayat terakhir selesai dibacakan.<br />6) Kalimat ataupun ayat yang telah dibaca itu kemudian diulangi lagi terlebih dahulu oleh guru diikuti oleh seluruh murid. Pembacaan setiap kalimat bisa dua kali, bisa juga tiga kali tergantung kerumitan hapalannya.<br />7) Selanjutnya satu orang atau dua orang murid diminta secara bergiliran membacakan ayat ataupun surat yang telah dibaca guru tadi diikuti oleh seluruh murid sebagaimana yang telah dicontohkan oleh guru sebelumnya.<br />5. Kelebihan dan kekurangan <br /> 1) Kelebihan dari metode Attikror <br /> Gairah siswa terhadap mengaji sangat tinggi <br /> Kegiatan siswa selama belajar terkontrol <br /> Bacaan siswa terhadap kalimat Al-Qur’an sangat baik <br /> Pembelajaran jadi lebih efisien <br /> Komunikasi antar siswa jadi lebih terarah <br /> Proses KBM menjadi lebih hidup karena melibatkan siswa juga.<br /> Penyimpanan hapalan di memori siswa jadi lebih kuat.<br /> 2) Kekurangan dari metode Attikror<br /> Sebelum memakai metode ini, Guru harus mengetahui cara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar sesuai kaidah ilmu Tajwid terlebih dahulu.<br /> Guru harus menyiapkan sampai dimana kalimat bacaanya akan berhenti sehingga harus mengetahui hukum-hukum waqof..<br />Secara skematik kerangka model Attikror dapat dinyatakan sebagai berikut:<br /><br />F. Contoh RPP<br /><br />C. PENUTUP<br /><br /> Saat ini telah banyak metode pengajaran baca tulis al-Qur’an dikembangkan ( iqra, at-tanzil,qira’ati, marhalah ta’limil qur’an, libat dsb.) begitu juga buku-buku panduannya telah banyak disusun dan dicetak. Para pelajar tinggal memilih metode yang efektif, paling cocok dengan kondisi lingkungannya masing-masing. Namun sampai saat ini masih banyak dijumpai guru pendidikan agama islam yang mengeluh terhadap hasil pendidikan agama islam, khususnya kemampuan mengetahui hukum tajwid dari ayat-ayat al-Qur’an.<br /> Penulis menawarkan metode sederhana mengenai cara membaca agar hapa surat-surat pendek yang diberi nama metode Attikror, namun demikian jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran dari rekan-rekan sangat penulis nantikan sebagai bahan untuk ditindak lanjuti.<br /> <br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />Muhammad Irdho,2001, Trik membaca Al-Qur’an cepat bisa, PT Irsyad Baitus Salam.<br />Supyan Kamil, 1999, strategi belajar Al-Qur’an, Bandung Grafindo<br />Rahmat hidayat S. Ag, 2002,Khazanah Pendidikan Agama Islam SMP , PT Serangkai Pustaka Mandiri.<br />Agus nggermanto, Quanum quotietnt, (Bandung; yayasan Nuansa cendikia 2005) hal 66 <br />Muhammad Abu Shabah , Al-Madkhallimadrosatil al-Qur'anil karim, Cetakan 111, Mesir. Al-Azhar,<br /><br />M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur'an, PT.Mizan, Bandung, 1994Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-28384993919242433912010-01-25T23:25:00.000-08:002010-01-25T23:28:09.434-08:00PENTINGNYA MENGAJARKAN SEJARAHA. PENDAHULUAN<br /><br />Berbicara mengenai sejarah, pandangan kita tidak pernah lepas dari masa lampau. Sejarah bukanlah suatu yang asing bagi kita.Walaupun demikian, masih banyak diantara kita yang belum mengetahui “Apa sebenarnya sejarah itu ?”,” Apa tujuan belajar sejarah” atau “Apa manfaat belajar sejarah ?”. Pengetahuan sejarah menjadi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada masyarakat di dunia ini yang tidak mengenal sejarah, walaupun tidak semuanya mengetahui bagaimana kehidupan bangsa atau masyarakat terdahulu.Hal ini disebabkan kurangnya peninggalan tertulis yang ditinggalkan oleh masyarakat terdahulu yang sampai kepada generasi berikutnya.<br /> Sejarah telah menjadi suatu pengetahuan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa atau suatu negara. Dengan mempelajari sejarah, kita akan mendapat gambaran tentang kehidupan masyarakat dimasa lampau atau mengetahui peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lampau itu dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dimasa yang akan datang. Kata “ sejarah” berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sangat sederhana ketingkat yang lebih kompleks atau ketingkat yang lebih maju. Itulah sebabnya, sejarah berkembang dari akar sampai ranting yang terkecil.<br /> Dalam bahasa Inggris, kata “sejarah”(history) berarti masa lampau umat manusia. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata “sejarah” (geschicht ) berarti sesuatu yang telah terjadi. Kedua kata itu dapat memberikan arti yang sesungguhnya bagi sejarah, yaitu sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia. Dengan demikian sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ketingkat yang lebih maju atau modern.Sejarah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang dengan metode-metode serta standar-standar tertentu. Menpelajari sejarah merupakan suatu jenis berpikir secara historis.<br /> Cara berfikir sejarah berbeda dengan cara berfikir ilmu pengetahuan alam. Alasannya, cara berpikir sejarah akan selalu berkaitan dengan masa lampau, sedangkan ilmu pengetahuan alam akan berkaitan dengan masa sekarang. Perhatikan sejarah terfokus pada pengalaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia, serta peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam lingkup manusia. Sebagai suatu studi, sejarah meneliti sepanjang kehidupan manusia,yaitu sejak manusia pertama kali muncul di bumi ini hingga sekarang.<br /><br />B. PEMBAHASAN<br /><br />1. Sejarah sebagai Guru yang baik<br /><br />Sejarah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang dengan metode-metode serta standar-standar tertentu. Menpelajari sejarah merupakan suatu jenis berpikir secara historis.<br /> Cara berpikir sejarah berbeda dengan cara berpikir ilmu pengetahuan alam. Alasannya, cara berpikir sejarah akan selalu berkaitan dengan masa lampau, sedangkan ilmu pengetahuan alam akan berkaitan dengan masa sekarang. Perhatikan sejarah terfokus pada pengalaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia, serta peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam lingkup manusia. Sebagai suatu studi, sejarah meneliti sepanjang kehidupan manusia,yaitu sejak manusia pertama kali muncul di bumi ini hingga sekarang.<br /><br />Bagan Sejarah sebagai guru yang ba<br /> <br />2. Keberadaan masa kini ditentukan oleh sejarah<br /><br />Kamus Umum Bahasa Indo nesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian berikut.<br /> Sejarah berarti silsilah atau asal-usul.<br /> Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau<br /> Sejarah berarti ilmu, pengetahuan ,cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.<br /><br />Moh. Ali daam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut.<br /> Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.<br /> Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.<br /> Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian dan peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.<br /> Dari uraian tentang sejarah itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atah kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia.<br />Kata sejarah dalam bahasa Arab, syajaratun yang artinya pohon. Sejarah Arab di ambil dari silsilah Raja-raja Arab. Silsilah ini kalau dibalik menyerupai sebuah pohon dari batang sampai keranting yang terkecil sekalipun. <br /><br />3. Historisme<br /><br /> Dalam kehidupan manusia,peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik dan penting.<br /> ♦ Peristiwa yang abadi <br /> Peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, karena peristiwa twersebut tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.<br /> ♦ Peristiwa yang unik<br /> Peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang unik karena hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.<br /> ♦ Peristiwa yang penting<br /> Peristiwa sejrah merupakan peristiwa yang penting dan dapat dijadikan momentum,karena mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.<br /> Peristiwa sejarah adalah abadi,unik, dan penting. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah manusia adalah ketika untuk pertama kalinya manusia menginjakan kakinya dibulan. Neil Amstrong Edwin aldrin dengan pesawat eagle mendarat di bulan pada 20 Juli 1969<br /><br />Bagian ciri utama Sejarah<br /><br />4. Sejarah berulang ? <br />Telah di uraikan di atas, bahwa ilmu sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kajadian yang telah terjadi pada masa lampau.dalam kehidupan umat manusia .Maka dalam pembahasannya ,ilmu sejarah mencakup beragam peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia.Oleh karena itu, pembahasan sejarah berawal dari adanya kehidupan manusia hingga dewasa ini.Peristiwa sejarah mungkin bisa terulang dalam kejadiannya namun waktu dan tokoh sejarah tidak mungkin terulang persis untuk yang kedua kalinya.Namun biasanya peristiwa sejarah muncul dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini. <br /><br />Bagan Sejarah Sebagai Peristiwa<br /><br />5. Hukum-hukum sejarah <br /><br />Pentingnya kita mempelajari sejarah berdasarkan pertimbangan dari Fungsi Ilmu sejarah diantaranya sebagai hukum-hukum sejarah itu sendiri, diantaranya sebagai berikut :<br />1. Sejarah sebagai Peristiwa<br /> Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak masa lampau menjadi materi yang sangat penting dalam pembahasan ilmu sejarah. Bahkan melalui peristiwa-peristiwa itu, ilmu sejarah mendapat suatu gambaran tentang terjadinya kehidupan manusia di masa lampau, atau dapat mengetahui sebab-akibat terjadinya suatu peristiwa. Namun, setiap peristiwa atau kejadian-kejadian di dalam lingkup kehidupan manusia belum tentu akan tercatat dalam cacatan sejarah. Tanpa memandang besar kecilnya peristiwa itu, maka ilmu sejarah berusaha menyusun rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup kehidupan manusia sejak masa lampau agar menjadi suatu pelajaran bagi manusia di masa kini dan masa datang.<br /> Para ahli sejarah atau para sejarawan tidak begitu saja mencatat rangkaian peristiwa-peristiwa yang yang telah terjadi dimasa lampau itu, tetapi juga mencoba menelusuri awal mula munculnya suatu peristiwa atau mencari sebab-sebab munculnya peristiwa itu. Bahkan, para ahli sejarah berusaha untuk mengembangkan pembahasan peristiwa sejarah sampai kepada sektor kehidupan manusia yang menjadi pendorong munculnya peristiwa tersebut, seperti masalah sosial, masalah budaya,masalah ekonomi, masalah politik, masalahkepercayaan atau masalah-masalah lainnya.<br />2. Sejarah sebagai Kisah<br />Apabila kita berbicara tentang sejarah sebagai suatu kisah, kita tidak pernah lepasdari peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi di masa lampau. Alasannya, peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimasa lampau itu meninggalkan jejak-jejak. Jejak-jejak sejarah ini memiliki arti yang sangat penting dalam menyusun kisah sejarah.<br /> Menyusun kisah sejarah dari suatu masyarakat, bangsa, dan negara tidaklah mudah. Suatu masyarakat,bangsa, dan negara dipastikan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang tidak sedikit. Jejak-jejak sejarah yang berisi rangkian-rsngkain peristiwa atau kejadian-kejadian dalam lingkup kehidupan manusia menjadi sumber penting untuk penulisan kisah sejarah.<br /> Penulisan sejarah mengenai suatu peristiwa atau kejadian tidak dapat hanya melihat bahwa suatu peristiwa atau kejadian telah terjadi. Tetapi hendaknya melihat lebih jauh lagi, yaitu faktor-faktor yang mendukung hingga munculnya peristiwa berikut.<br /><br /> Dengan demikian, sejarah sebagai suatu kisah akan menceritakan berbagai peristiwa atau kejadian pada masa lampau ke dalam suatu tulisan sehingga dapat dibaca dengan lebih baik dan dapat dipahami. Kadang-kadang sejarah sebagai suatu kisah akan terus berkembang, bahkan dalam perkembangannya itu sudah diurut dengan baik dan sering sekali kisah sejarah disamakan dengan sebuah cerita mythos atau dongeng.<br />3. Sejarah sebagai Ilmu <br /> Pada permulaan abad ke-20, terjadi suatu perdebatan tentang pandangan terhadap sejarah. Perdebatan itu antara lain mengenai apakah sejarah itu merupakan cabang dari ilmu pengetahuan atau merupakan suatu seni. Perdebatan itu yang melibatkan ahli filsapat dan ahli sejarah terjadi pertama kali di Jerman.<br /> Berikut ini adalah para ilmuan yang berpendapat mengenai sejarah. Menurut Burry , sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan, tidak kurang tidak lebih. York Powell menyatakan bahwa sejarah bukanlah sekedar suatu ceritera yang indah,intrukstif, dan mengasyikan, tetapi merupakan cabang ilmu pengetahuan.<br /> Ilmu pengetahuan sejarah seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya, mulai berkembang pada abad ke-19. pengetahuan ini meliputi kondisi-kondisi masa manusia yang hidup pada suatu jenjang sosial tertantu. Sejarah berusaha untuk mencari hukum-hukum yang mengendalikan kehidupan manusia dan juga mencari penyebab terjadinya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat.<br /> Sejarah sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan hendaklah dibahas dan dibuktikan secara keilmuan atau alamiah. Untuk membuktikan keilmiahannya itu, maka dipergunakanlah metode-metode dan berbagai standar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu,dengan menggunakan metode ilmiah, para ahli atau sejarawan akan lebih berhati-hati dalam mengungkapkan kebenaran sejarah.<br /> Penggunaan metode ilmiah dapat menyadarkan para ahli akan adanya kemungkinan kesalahan-kesalahan dalam mengungkapkan suatu peristiwa sejarah. Untuk itu perlu ditempuh alternatif lain agar dapat mengurangi atau memperkecil kesalahan ketika melakukan pembahasan peristiwa sejarah. Penggunaan metode ilmiah itu, mengakibatkan sejarah semakin sulit untuk ditulis dan semakin kurang menarik untuk dibaca.<br /> Sementara itu, terjadi pemisahan secara tegas antara sejarah ilmiah dengan sejarah populer. Sejarah ilmiah yang juga dikenal sebagai sejarah akademis dalam pembahasannya lebih banyak menggunakan metode ilmiah sehingga terkesan laku untuk dibaca. Sedangkan sejarah populer dengan berlandaskan kesusasteraan menjadi lebih menarik untuk dibaca. Bahkan masyarakat awam lebih menyukai sejarah populer, walaupun sangat sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.<br /> Dengan demikian, sejarah sebagai ilmu hendaknya dapat dipertahankan, karena sesungguhnya belajar sejarah adalah mempelajari masa silam yang dapat dijadikan pedoman hidup dimasa sekarang dan yang akan datang.<br />4. Sejarah sebagai Seni<br /> Menurut Mills, Spencer,dan Comte ,metode ilmu alam dapat digunakan untuk mempelajari sejarah, tanpa modifikasi lebih lanjut. Tetapi Dithley, seorang sejarawan dan filusuf modern, menyatakan bahwa hal tersebut adalah salah besar. Sifat-sifat alami dari bahan pengetahuan alam adalah sesuatu yang selalu nyata terlihat, sehingga dengan mudah dapat dianalisa, diterangkan, dan diduga. Sejarah adalah pengetahuan tentang rasa. Sejarah memerlukan pemahaman dan pengalaman akan bahan-bahan yang dihadapinya. Sejarah tidak saja mempelajari segala sesuatu gerakan dan perubahan yang tampak dipermukaan, tetapi juga mempelari motifasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi pelaku sejarah. Lebih lanjut, sejarah mempelajari suatu proses dinamis dari kehidupan manusia yang didalamnya terlihat hubungan sebab akibat (causal) yang cukup rumit.<br /><br /> Bagan Pendukung Pembahasan Sejarah <br /> <br /><br /><br />C.Penutup<br /> Dalam sejarah terdapat elemen-elemen ilmiah, yaitu pada bagian sejarah yang memungkinkan pendekatan-pendekatan ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Namun, sejalan dengan penggunaan metode ilmiah, tetap terdapat jiwa sejarah itu sendiri, yaitu jiwa dalam diri manusia itu sendiri yang merupakan nyala api kehidupan manusia. Pemahaman terhadap jiwa sejarah hanya mungkin dapat dilakukan oleh seni, karena telah diketahui bahwa metode ilmiah sangat bermanfaat untuk menguji arti dan nilai dari bahan sejarah, mengisi, melacak hubungan sebab akibat (causal) dan menyusun ceritera sejarah dengan sistematis dan berdasarkan fakta yang akurat. Bahkan, sejarawan harus mampu melakukan penafsiran berdasarkan hal-hal yang umum terjadi dalam masyarakat, perlu menguasai pengetahuan tentang kodrat manusia berdasarkan pengalaman dan pemahaman. Mereka juga perlu melakukan pendalaman dan pengertian untuk mengungkap apa yang tersirat dan perlu melakukan imajinasi. Jika pemhaman imajinasi dapat diterangkan atau didukung oleh hubungan sebab akibat, maka sejarah akan menjadi sama bermanfaatnya dengan alam bagi kesejahtraan manusia. <br />Berdasarkan pernyataan seorang Sejarawan, maka pemahaman dengan cara imajinatif mampu menjadikan fakta sejarah lebih hidup dan lebih berarti. Hanya dengan cara inilah yang dapat kita gunakan untuk menghargai kehidupan manusia. Sejarah telah merekam kehidupan sebagaimana yang dihidupkan oleh manusia.Saripati sejarah terletak dalam fakta-fakta yang konkret, berupa beraneka ragam peristiwa atau kejadian yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia.Sejarawan berusaha menceritakan kembali atau menghidupkannya kembali. Oleh karena itu, sejarawan harus bersedia untuk menjadi ahli seni. Tugas untuk menghidupkan kembali kehidupan manusia dimasa lalu sangat mirip dengan seorang penulis novel atau penyair. Namun demikian, sejarawan harus sadar bahwa imajnasi hedaknya ditata dan diatur secara hati-hati sekali agar dapat mendekati kebenaran. Sejarawan harus merelakan dirinya untuk dibatasi oleh fakta dan sama sekali tidak dapat menghindari atau menentang fakta. Dengan demikian, selain elemen ilmiah yang terdapat dalam sejarah, juga terdapat elemen seni.<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Ricklefs, M.C .2000. Sejarah Modern. Jakarta : Serambi<br />Ali, Moh. 2004 Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta : LKIS<br />Miksic, John. 1996. Ancient History. Singapura. Grolier Internasional Inc.<br />Culpin, Christopher dan Fiona Macdonald. 1995. Collin History Connections 1. London: <br />Collin Educational<br />Babrika, I Wayan, 2006 Sejarah SMA. Jakarta : ErlanggaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-17567297419212515002010-01-25T23:23:00.001-08:002010-01-25T23:24:32.031-08:00KRITIK ORIENTALIS TERHADAP HADITS DAN ILMU HADITS (Telaah Atas Kritik Ignaz Goldzhier dan Joseph Schacht)A. PENDAHULUAN<br />Kaum Muslimin memposisikan sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur’an. Dan hadits selama ia sahih (valid) menempati posisi yang sangat strategis dalam khazanah hukum Islam. Sunnah Rosul, atau yang sering dipertukarkan nama dengan al-Hadits, adalah ucapan, perilaku, persetujuan, penetapan dan sifat-sifat yang diungkapkan dan dipandang benar-benar dari Rosulullah. Dalam sunnah itulah kaum muslimin menemukan berbagai fakta historis mengenai bagaimana ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Tuhan dan diterjemahkan kedalam kehidupan nyata oleh Nabi Muhammad SAW. Karena sifatnya yang sangat praktis, dan tidak jarang mengikat secara keagamaan, al-Hadits sering menjadi lebih populer dan lebih menentukan dalam pembentukan tingkah laku sosio-keagamaan dibanding ayat-ayat Al-Qur’an. Oleh sebab itu pada praktiknya kehidupan seorang muslim banyak ditentukan oleh Al-Hadits Nabi. <br />Sebagai suatu tindakan Nabi yang dimaksudkan untuk “membumikan” ajaran Islam, maka hadits tidak bisa mengelak dari dinamika sosial yang terjadi. Bahkan tidak jarang sebuah hadits menjadi ajang tarik-menarik kepentingan antar realitas sosial saat itu dan norma ideal, yang biasanya berahir dengan kompromi suatu ajaran tertentu, meskipun semuanya masih dalam bingkai wahyu. Dan hampir semua persoalan yang muncul dalam kehidupan Nabi terungkap dalam Al-Hadits. Al-Qur’an berbicara tentang prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang sifatnya universal, sementara Hadits menafsirkan ayat-ayat tersebut sehingga lebih jelas dan operasional, bahkan hadits bisa berdiri sendiri dalam pembentukan hukum ketika Al-Qur’an sama sekali tidak memberikan keterangan tentang hukum tersebut. Dengan demikian al-qur’an dan hadits merupakan “dwi-tunggal” yang tidak boleh dipisah-pisahkan.<br />Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kedudukan keduanya sejajar. Hal ini terlihat antara lain pada jaminan redaksional dan pengondifikasiannya. Legalitas redaksi Al-Qur’an, sudah tidak diragukan lagi. Al-Qur’an langsung dari Allah dan Nabi Muhammad langsung meminta pada para sahabat untuk menuliskannya setiap kali ayat itu turun dan pencatatan Al-Qur’an merupakan pekerjaan yang tidak pernah dirahasiakan dan menjadi aktivitas publik. Sedangkan Hadits baru didokumentasikan setelah dua generasi, sehingga sumber pertama setelah Nabi yaitu para sahabat, hampir tidak ditemukan lagi. Penulisan hadits juga hanya menjadi pekerjaan sebagian kecil sahabat saja. Bahkan suatu saat Nabi pernah melarang menulis apa saja yang datang dari beliau selain al-Qur’an. Sehingga pen-tadwin-an hadits secara resmi tertunda sampai abad ke-2 H. Hal ini semakin membuka peluang bagi para orientalis untuk mencari sisi-sisi kelemahan Islam dari segi sumbernya, terutama sumber yang kedua ini.<br />Sebagai kelompok ilmuwan, mereka (orientalis) menggunakan kedok metode ilmiah untuk memutarbalikkan Hadits, sehingga mampu menimbulkan kesangsian (keraguan) atas kebenaran dan keotentikan Al-Hadits, lebih parahnya lagi mereka mampu mempengaruhi dan meyakinkan orang lain. Hal ini karena kepiwaian mereka dalam berargumentasi untuk meyakinkan semua orang bahwa Hadits itu bukan berasal dari Nabi.<br />Ignaz Goldzhier merupakan orientalis pertama yang mengkritik hadits dan ilmu hadits secara sistematis dengan metode ”Historical Criticism”-nya, sedangkan Joseph Schacht merupakan penerus Goldziher dengan kritik yang lebih canggih dan merupakan peletak fondasi bagi hampir seluruh kajian Al-Hadits orientalis masa sesudahnya. <br />Sehubungan dengan itu, Makalah ini dalam pembahasannya akan mencoba mencermati beberapa persoalan yaitu bagaimana mendefinisikan kritik, orientalis serta tugas-tugasnya; Tentang kritik orientalis terhadap Al-Hadits dan Ilmu Hadits serta sanggahan-sanggahan atas pendapat mereka; dan Hikmah yang dapat kita ambil dibalik kritik orientalis.<br />B. PENGERTIAN KRITIK, ORIENTALIS DAN TUGAS-TUGASNYA.<br />Dua kata “kritik” dan “orientalis” dalam khazanah bahasa Indonesia sudah tidak asing lagi. Keduanya merupakan bahasa serapan dari bahasa asing. Karena itu, dalam tataran praktis, kedua kata itu kadang-kadang menyimpang dari pengertian terminologi yang seharusnya. Akibatnya terjadi misundestanding antara nara sumber dan penerimanya. Dari sinilah, penulis merasa perlu memposisikan pengertian dua kata tersebut sebelum pembahasan yang lain.<br />Kritik; berasal dari bahasa Inggris “critic” yang dalam bahasa Indonesia diartikan pengecam, pengkritik, pengupas, pembahas. Secara terminologi, kritik berarti upaya-upaya untuk menemukan kesalahan, atau menurut versi W.J.S. Puerwodarminto mengkritik diartikan dengan “memberi pertimbangan dengan menunjukkan yang salah”. Sedang Kritik dalam Bahasa Arab adalah “naqd” yang diterjemahkan dengan ”mengkritik” atau “meneliti dengan cermat”. <br />Yang dapat kita pahami dari pengertian diatas adalah bahwa kritik/ mengkritik adalah upaya untuk menunjukkan / mendahulukan kesalahan daripada mencari kebenarannya. Dengan demikian, maka dalam benak kita ketika memahami “kritik” akan dipenuhi dengan su’udzan, dan bisa jadi karena sibuk dengan mencari kesalahan, maka kebenaran yang adapun tidak tampak.<br />Karena itu, menurut hemat penulis, kritik berarti meneliti dengan cermat tentang benar tidaknya sesuatu dengan menggunakan standart yang sesuai. Dengan pengertian ini, maka yang dilakukan orang ketika mengkritik hadits dan ilmu hadits adalah menilai dan mengomentarinya dengan mendahulukan kebenaran yang ada daripada kesalahannya, dengan menggunakan parameter hadits atau ilmu hadits.<br />Sedangkan kata “orientalis” berasal dari kata orient yang berarti –salah satunya- adalah Asia Timur; atau berasal dari kata oriental yang berarti orang Timur atau Asia. Karena itu, orientalis bisa juga diartikan orang yang ahli dibidang ketimuran. Berdasarkan letak geografis, memang benua Asia berada disebelah Timur benua Eropa. Tetapi konotasi yang diberikan oleh Barat tentang Timur adalah orang-orang Islam.<br />Dilihat dari segi terminologinya, Ismail Ya’kub menyatakan bahwa orientalis adalah orang yang ahli tentang soal-soal ketimuran, yakni segala sesuatu mengenai negeri-negeri Timur, terutama Negeri-negeri Arab pada umumnya dan Islam pada khususnya, tentang kebudayaannya, agamanya, peradabannya, kehidupannya dan lain-lain. <br />Dari pengertian diatas, dapat diambil pengertian akan tujuan orientalis. Melalui kritik-kritik yang dilontarkannya, mereka menyisipkan “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat memporak-porandakan bangunan Islam apabila tidak segera dijinakkkan.<br />Maryam Jamilah menyatakan bahwa tujuan orientalis dalam penelitiannya tentang Islam dan hal ihwalnya dengan:<br />“ … yang diupayakan (orientalis) secara mendalam bukanlah untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan orisinil melainkan hanya rencana jahat yang terorganisasikan untuk menghasut para pemuda kita (Islam) agar memberontak terhadap agama mereka, dan mencemooh semua warisan sejarah Islam dan kebudayaannya sebagai warisa yang tidak berguna. Sasaran yang hendak dicapainya adalah menciptakan kekeliruan sebanyak-banyaknya dikalangan pemuda yang belum matang dan mudah ditipu dengan cara menanamkan benih keraguan, sinisme dan sekeptisisme”. <br />C. KRITIK ORIENTALIS TERHADAP HADITS<br />Pembukuan hadits secara resmi baru dilakukan pada masa Umar Bin Abdul Aziz (khalifah Bani Umayyah ke-8), jauh setelah Nabi wafat. Panjangnya rentang waktu ini, bagi orientalis merupakan peluang terlebar untuk mengkritik hadits.<br />Perhatian orientalis terhadap peradaban Timur terutama Islam amat besar. Perhatian itu tidak hanya berkaitan dengan kepentingan ilmu tetapi juga mempelajari kekuatan Timur ketika mereka (barat) kalah dalam perang salib. Perhatian ilmiah mereka pertama pada Al-qur’an kemudian pada sumber Islam yang kedua; al-Hadits. Kesimpulam mereka umumnya menyatakan bahwa keabsahan Al-hadits diragukan sebagai sabda Rosul karena panjangnya rentang waktu pengondifikasiannya. Terlebih lagi, ketika masih Hidup, Nabi pernah melarang penulisan hadits oleh para sahabat.<br />Diantara hadits nabi yang melarang itu adalah:<br />عن ابي سعيدالحذري انّه قال: قال رسول الله صلعم: لا تكتبوا عنّي شياء إلاّ القرأن ومن كتب غيرالقرأن فليمسحه وحدّثوا فلا حرج ومن كذب علي متعمّدا فلستبوأ مقعده من النار. رواه مسلم و احمد<br />Namun, di hadits lain, nabi membolehkan atau bahkan memerintahkan untuk menulis hadits. Misalnya pada hadits<br />اكتب فوالذي نفسي بيده ما يخرج منه إلاّالحق<br />Atau hadits<br />اكتبـوا لا بـي شـاه<br />Meskipun terdapat berbagai data pendukung yang kuat bahwa hadits Nabi telah dipelihara semenjak periode awal (sahabat), para orientalis terus saja mencari-cari peluang untuk menyalahkannya. Mereka menyatakan, hadits Nabi tidak pernah dibukukan sampai pada awal abad ke-2 H. Atas dasar ini, mereka berkesimpulan, bahwa pada kurun waktu yang panjang ini, keberadaan Hadits tersia-sia. Alasannya karena hadits belum ditulis dalam artian dibukukan. Implisitnya, keotentikan hadits Nabi sangat diragukan dan cenderung ditolak, lebih jauh, hadits tidak mungkin dapat dijadikan hujjah atau sumber hukum.<br />Diantara “pentolan” orientalis adalah Ignaz Goldziher. Ia adalah Anak seorang Yahudi yang dilahirkan di sebuah kota di Hongaria pada 22 Juni 1850 dan meninggal pada 13 November 1921. Hadits menurutnya, tidak lebih kecuali hanya sebagai produk perkembangan keadaan sosio-politik Islam pada masa sahabat dan tabi’in. Dengan kata lain, para sahabat dan tabi’in adalah dua generasi pembuat Hadits yang kemudian dinisbahkan kepada Nabi. Celakanya, hadits-hadits palsu itu dipakai pula oleh para penganut mazhab untuk membela dan melegitimasi pendapatnya masing-masing. Pendapat Goldziher ini tertuang dalam bukunya Dirasah Islamiyah, yang kemudian dijadikan “kitab suci” oleh para orientalis berikutnya, dimana para orientalis berkiblat padanya.<br />Disamping itu, ia juga menyatakan bahwa jumlah hadits pada koleksi yang kemudian jauh lebih banyak daripada koleksi sebelumnya dan juga hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang lebih muda jauh lebih banyak dibandingkan yang diriwayatkan sahabat yang tua. Bukankah ini menunjukkan bahwa keaslian (keotentikan) Hadits harus dipertanyakan?.<br />Untuk merespon hal itu, sebagaimana disampaikan Dr. Ugi Suharto bahwa pengumpulan hadits secara besar-besaran terjadi apabila para ahli hadits melakukan rihlah (perjalanan) mencari Hadits. Dengan begitu maka Hadits akan banyak yang berulang matannya karena bertambahnya isnad Hadits tersebut. Dan juga dengan banyaknya sahabat muda dalam meriwayatkan hadits dibanding sahabat tua justru membuktikan bahwa hadits yang ada bukan dari hasil pemalsuan. Sahabat muda lebih terekspos pada generasi tabi’in yang memerlukan hadits untuk menyelesaikan masalah. Hadits yang pada awalnya dalam simpanan hati para sahabat, kini mulai keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut. <br />Dalam kacamata Islam, teramat disayangkan apabila ilmuwan sekaliber Goldziher tidak menelorkan pemikiran-pemikiran yang positif, tetapi justru semakin memperdalam kubangan “neraka”nya. Terlalu naif kiranya kalau dikatakan bahwa ia tidak tahu akan kegiatan penulisan dan pemeliharaan hadits pada masa awal, kekuatan hafalan orang-orang Arab pada waktu itu, daya kritis para sahabat ketika datang/diajukan padanya sebuah hadits. Pada masa tabi’in, kegiatan tulis menulis Hadits masih tetap berlangsung sebagaimana pada masa sahabat. Pada masa ini, ada sebagian tabi’in yang hidup semasa dengan sebagian usia para sahabat, kemudian dari merekalah mereka (tabi’in) mendapatkan hadits. Dengan demikian, kritik Goldziher tentang ke-historis-an hadits tidak dapat diterima secara ilmiah.<br />Disamping Goldziher, Orientalis yang berpengaruh lain adalah Joseph Schacht. Ia adalah orientalis Jerman yang lahir pada 15 maret 1902 di Rottbur, Jerman. Pada tahun 1959 ia pindah ke New York, dan menjadi Guru Besar di Universitas Coloumbia hingga meninggal pada awal Agustus 1969. Walaupun Ia merupakan orientalis spesialis dalam bidang Fiqh, namun menurut penulis bidang ini tidak akan bisa lepas dari Hadits. Karena lebih dari setengah permasalahan yang ada dalam fiqh terdapat dalam Sunnah/Hadits Nabi.<br />Mengenai hal ini, Yusuf Al-Qardawi menyatakan bahwa, hadits merupakan sumber kedua bagi ilmu fiqh dan syari’at setelah al-Qur’an. Karena itu, memandang hadits/sunnah sebagai sumber dalil syari’at merupakan suatu pembahasan yang menciptakan wawasan luas yang mewarnai semua kitab ushul fiqh dan semua mazhab fiqh. Prof. Schacht berpendapat hampir senada dengan Goldziher. Selama + 10 Tahun, ia telah meneliti hadits-hadits fiqh. Hasil penelitiannya itu kemudian diterbitkan dan menjadi sebuah buku yang berjudul The Origins of Muhammaden Jurispundence, didalamnya, ia berkesimpulan bahwa tidak ada satupun hadits nabi yang autentik, terutama hadits-hadits fiqh. Dan sejak saat itu, buku itu menjadi “kitab suci kedua” dikalangan orientalis. Namun demikian, sebagaimana kata M. M. Azami, usaha Schacht ini berhasil “meyakinkan” orang yang -sependapat dengannya- bahwa apa yang sering disebut hadits itu tidak autentik berasal dari Nabi Muhammad. Sementara Goldziher, baru sampai tingkatan “meragukan” (ada kemungkinan itu dari nabi). <br />Dengan kata lain, Schacht berusaha merapuhkan pondasi bangunan Islam dengan menyatakan bahwa hadits Nabi yang berkaitan dengan fiqh, dinyatakan palsu. Oleh karena itu, ia tidak dapat dijadikan tendensi sumber hukum Islam. Kalau maksud ini berhasil, maka umat Islam akan meragukan atau bahkan meninggalkan Hadits. Dan dalam jangka panjang, mereka akan meningalkan Islam.<br />Tetapi, kiranya Schacht tidak akan berpendapai demikian seandainya penelitiannya itu dilakukan dengan niat untuk mengetahui eksistensi hadits sebagai sumber Islam kedua; Ini sebagai kesalahannya yang pertama. Yang kedua, Joseph Schacht telah melakukan generalisasi terhadap hasil kajiannya terhadap kitab-kitab fiqh sebagai produk jadi, seakan-akan tidak ada kitab khusus tentang hadits. Dalam kitab fiqh klasik karya para ulama’ terdahulu biasanya: 1) terjadi pembuangan sebagian sanad untuk mempersingkat pembahasan kitab dan cukup disebutkan sebagian dari matan hadits yang berkaitan dengan permasalahan tersebut; 2) membuang sanad seluruhnya, dan langsung menyebut hadits dari sumber yang pertama; 3) penggunaan kata “Sunnah” untuk menunjuk kepada perilaku Nabi tanpa menyebut hadits dan sanadnya. Sebab hadits tersebut sudah dikenal secara mashur dikalangan ulama. Sedangkan hadits Nabi adalah suatu materi yang berdiri sendiri, bahkan ia mencakup ilmu-ilmu yang lain. Oleh sebab itu, ditinjau dari segi ilmiah adalah sebuah kesalahan yang sangat mendasar apabila kita meneliti hadits-hadits yang terdapat dalam kitab fiqh sebagaimana yang dilakukan Joseph Schacht. Karena semua penelitian hadits ataupun sanad diluar sumber yang asli (hadits), hasilnya akan meleset dari kebenaran. Sebab hal itu akan membawa kepada kesimpulan yang tidak tepat, bahkan akan berlawanan dengan kenyataan yang ada. Disinilah kesalahan penelitian yang dilakukan oleh orientalis –khususnya Schacht-, karena mereka menggunakan metode yang tidak benar. <br />D. KRITIK ORIENTALIS TERHADAP ILMU HADITS<br />Ali Musthafa Ya’kub menyatakan bahwa dalam ilmu hadits, kritik ditujukan kepada dua aspek, yaitu sanad dan matan. Kritik sanad dimaksudkan untuk mengetahui kredibilitas perawi misalnya, tentang ke-‘adalah-an perawi, ke-tsiqah-an perawi, bersambung atau tidaknya sanad dengan perawi dalam rangkaian sanad tersebut dan sebagainya. Sedangkan kritik matan ditujukan untuk melihat kredibilitas materi (teks) hadits, misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan ‘illat dan syaz. Kedua kritik ini (sanad dan matan) telah dilakukan oleh para ulama hadits, yang pada masa-masa berikutnya dikenal dengan al-jarh wa al-ta’dil.<br />Berkenaan dengan hal ini, Ignaz Goldziher menyontohkan bahwa dalam sejarah terjadi pemalsuan isnad dan juga matan hadits dan kaum muslimun hanya memberi perhatian kepada kritik isnad, dan kurang memberi perhatian terhadap kritik matan, bukankah ini membuktikan bahwa tidak ada jaminan keotentikan hadits pada saat sekarang ini. Merespon hal ini, Dr. Ugi Suharto menyatakan bahwa literatur hadits-hadits mawdhu’at telah membuktikan bahwa hadits tersebut telah dipisahkan dari hadits-hadits yang lebih otentik. Pembagian hadits kepada sahih, hasan dan dhaif juga membantu dalam menentukan keotentikan setiap hadits. Dan juga benar bahwa para penyusun hadits mempunyai spesialisasi dalam isnad, namun apabila sampai kepada para sarjana yang lain, seperti sarakh hadits, fiqh dan bidang ilmu yang lain, matan hadits turut menjadi perhatian mereka juga. Sebab hadits-hadits yang bertentangan dengan Al-Qur’an, akal yang sehat, riwayat yang mutawatir dan ijma’ sudah tentu akan ditolak oleh para ulama hadits. Karena diantara syarat kesahihan hadits adalah tidak ada syadz dan tidak ada ‘illat dan ini adalah kritik sanad. <br />Namun, seperti apapun jahatnya manusia, pasti ada sisi positif atau setidaknya ada pengakuan positif tentang keadaan yang dialaminya walaupun tidak disampaikan pada orang lain. Hak ini juga terjadi pada Ignaz Goldziher. Dalam buku hariannya ia menuliskan sebagaimana dikutip Ugi Suharto bahwa:<br />“ …. I truly entered into spirit of Islam to such an extent that ultimately I became inwardly convinced that I myself was a Muslim, and judiciously discovered that this was the only religion which, even in it’s doctrinal and official formulation, can statisfy philosophical mind. My ideal was to elevate judaism to a similar rational level”. <br />(sebenarnya aku telah andil dalam spirit islam untuk menyampaikan ……<br />Sama seperti Goldziher, kritik ilmu hadits tentang sanad dan matan juga tak lepas dari penelitian Joseph Schacht. Ia dan para orientalis lain -seperti Goldziher, Springer- menyatakan bahwa teori sistem isnad dituduh sebagai bikinan para ulama hadits dan tidak pernah ada pada zaman Nabi atau bahkan para sahabat. Dengan kata lain, sistem isnad menurut sebagian orientalis adalah a-historis.<br />Anggapan seperti yang dituduhkan orientalis ditolak oleh M. M. Azami, sebab menurutnya sistem isnad telah digunakan secara insidental (kebetulan) dalam sejumlah literatur pada masa pra-Islam walaupun dalam sebuah makna yang tak jelas, tanpa menyentuh sasaran pemakainya. Namun demikian, urgensi metode sanad ini baru tampak dalam riwayat hadits saja. Hal ini dapat dimengerti, karena sistem isnad dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi apakah hadits itu benar-benar dari Nabi atau tidak.<br />Menurut M. M. Azami, untuk memperoleh otentitas hadits, maka seseorang harus melakukan kritik hadits baik itu menyangkut sanad hadits maupun matannya. Adapun rumusan metodologis yang ditawarkan untuk membuktikan keotentikan hadits adalah:<br />1. Memperbandingkan hadits-hadits dari berbagai murid seorang guru.<br />2. Memperbandingkan pernyataan-pernyataan dari para ulama dari beberapa waktu yang berbeda.<br />3. memperbandingkan pembacaan lisan dengan dokumen tertulis.<br />4. memperbandingkan hadits-hadits dengan Ayat al-Qur’an yang berkaitan.<br />Dari hal diatas, terlihat bahwa M.M. Azami kurang tertarik pada pendekatan rasional walaupun beliau telah menyinggung kritik matan pada point keempat. Menurutnya, pendekatan rasional tidak selamanya dapat diterapkan dalam metode kritik hadits. Beliau menyontohkan hadits tentang bagaimana Nabi tidur dengan berbaring pada lambung kanan. Secara rasional, orang bisa saja tidur dengan terlentang, telungkup, berbaring pada lambung kanan atau kiri. Semua posisi tidur adalah mungkin. Namun demikian, kita tidak bisa mengatakan –dengan rasio kita- bahwa posisi tidur tertentu adalah mungkin dan yang lain tidak mungkin.<br />Dalam kasus seperti tersebut diatas, pendekatan rasional tidak bisa membuktikan kebenaran dan ketidakbenaran hadits. Apa yang benar atau tidak benar hanya dapat diputuskan melalui saksi-saksi dan perawi yang terpercaya, kecuali kita menemukan kasus/kejadian yang bertentangan dengan akal. <br />E. HIKMAH DIBALIK KRITIK ORIENTALIS<br />Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari kritik orientalis –khususnya kritik Goldziher dan Joseph Schacht- terhadap hadits ataupun ilmu hadits. Namun yang paling penting, adalah dengan adanya kritik tersebut dapat menggugah kembali pikiran umat Islam untuk tidak menerima hadits begitu saja tanpa adanya penelusuran kembali (reserve).<br />Kritik orientalis tersebut didasarkan kepada hasil penelitiannya terhadap hadits dan ilmu hadits, dengan segala aspeknya -kekurangan dan kelebihannya- kemudian dituangkan dalam bentuk yang argumentatif dan rasional –setidaknya menurut mereka- maka secara implisit juga merangsang dan menantang umat Islam untuk mematahkan argumentasi mereka berdasarkan data-data yang sebenarnya. Dan data-data itu diperoleh melalui penelitian juga.<br />F. KESIMPULA N<br />Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:<br />1. Hadits menempati posisi yang sangat strategis dalam Islam. Tetapi karena pembukuannya tidak dilakukan sebagaimana Al-Qur’an, maka ini menjadi sebab utama para orientalis mengkritik hadits dengan habis-habisan.<br />2. Para orientalis dalam mengkritik hadits dan ilmu hadits berangkat dari niat yang tidak baik terhadap Islam. Berbeda dengan kritik yang dilakukan para ulama hadits, yang berangkat dari niat tulus untuk mengetahui keadaan hadits yang sebenarnya. Oleh karena itu wajar apabila kritik yang dilontarkan oleh orientalis ditujukan untuk merobohkan pondasi kedua bangunan islam.<br />3. Dibalik kritik orientalis, umat Islam pembela hadits merasa tertantang untuk menunjukkan kekeliruan proses dan hasil penelitian para orientalis, dengan menunjukkan data-data yang sebenarnya yang diperoleh dari penelitian juga.<br />Dari pembahasan diatas, penulis menyadari masih banyak celah dan hal-hal yang perlu pembahasan lebih mendalam lagi. Maka dari itu, saran, masukan dan juga kritik atas penulisan ini sangat diharapkan, walaupun berat menerima kritik atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan maksimal dan segala keterbatasan yang ada pada diri penulis.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-43168710024357103612010-01-25T23:20:00.000-08:002010-01-25T23:21:58.977-08:00PENAFSIRAN PENDIDIKAN ISLAMA. Terjemahan dan Pembahasan<br />Penafsiran yang benar terhadap ragam perbedaan pendapat Islam tentang pengertian pengajaran adalah kita kembalikan saja kepada aliran-aliran rasional, pada satu segi dan para penganut aliran pengajaran ini hanya memegang teguh teguh pada salah satu sisi, tetapi menyelaraskan dengan kondisi masyarakat pada sisi yang lain. Artinya dengan kata lain bahwa penafsiran ini berlangsung melalui dua sisi, yaitu sisi arah rasional dan sisi sosial kemasyarakatan. <br />Berdasarkan pandangan baru, ini yang kita kehendaki, dan belum ada orang yang mendahuluinya selain kita telah menulis tentang teori-teori pendidikan dan pengajaran pada kaum muslimin, teori-teori tersebut akan eksis bila ia di kembalikan kepada asasnya yang benar. Maka jelaslah bagi kita bahwa rahasia adanya perbedaan aliran-aliran pendidikan dan adab di kerajaan-kerajaan Islam, pada zaman yang berbeda dan pada pemikiran para ahli di timur dan barat. <br />Kesimpulan pendapat baru yang kita komentar tadi bahwa Ahlus sunnah memiliki metode khusus di dalam pengajarannya, demikian juga dengan ahli filsafat dan juga para sufi. Bahkan kebanyakan pula setiap pemikir memiliki metode khusus di dalam pengajarannya yang saling mendukung dan sesuai pendapat pada mazhabnya.<br />Hal ini bukan hal yang aneh karena pendidikan itu di anggap bagian dari aliran filsafat, teori dan peraktikyang di gambarkan dan di yakini seseorang dalam hidupnya. Dan secara alamiyah apa yang di gambarkan oleh para penganut aliran yang berbeda tadi, tetap menyebarkan aliran ini dan pembentukan generasi baru sehingga sampai kepada orang sebagaimana penerapan metode pengajaran karena kecendrungan manusia apabila menyakini suatu kebenaran ia akan menyebarkannya pula kepada orang dan menggiring mereka untuk berpartisipsi di dalamnya. Dan seperti inilah apa yang dilakukan oleh Plato dulu ketika ia berbicara di Negaranya tentang pendidikan agar orang-orang mengikuti pendapatnya dan masyarakat akan menjadi baik. <br />Dan seperti ini pula apa yang dilakukan oleh Russeu, Spencer dan yang lain. Atau para pemikir kontemporer apabila menginginkan pendapat-pendapatnya tersebar luas di tengah-tengah manusia dengan cara peraktik langsung menggring manusia untuk memegang teguh pendapatnya. Ini adalah metode pengajaran yang cocok untuk menyebarkan atau mengembangkan pendapat-pendapat ini.<br />Salah satu pengajaran yang disebutkan oleh Al-Qabisi dalam bukunya adalah bagian dari aliran dan akidah ahlus sunnah. Dalam buku itu menjelaskan metode menurut Ahlus sunnah agar kita mengikutinya di dalam pendidikan untuk mengajar generasi muda menurut alirannya sehingga mereka mengikuti keyakinan pendapat para ahli hadits dan ahli sunnah.<br />Al-Qabisi adalah seorang ahli fiqih dan ahli hadits, terpercaya dalam ilmu hadits dan dialah yang memberikan contoh pada aliran ini. Hubungan antara al-Qabisi dan aliran Ahlus sunnah hanya pada satu sisi dan hubungan antara aliran Ahlus sunnah dan metode pengajaran juga ada dari sisi yang lain. Inilah rahasia yang dapat kita tafsirkan tentang pendapat-pendapat yang telah disebutkan didalam bukunya. <br /> Sungguh kita telah menjalani aliran-aliran ini sebagaimana kita bahas sebelumnya. Semestinya kita menjalankan metode ini setiap kali hendak memperbaiki sesuatu. Dengan demikian mudah bagi kita memahami rahasia adanya perbedaan pendapat-pendapat para ahli yang berkenaan dengan pengajaran.<br />Ketika para pengajar yang berada di sekolah dasar mereka berasal dari aliran Ahlus Sunnah, maka masyarakatnya tumbuh bekerja berdasarkan metode tersebut, pikiran dan jiwa mereka merasa puas dan sulit untuk berpaling darinya. Dan pada akhirnya kaum muslimin menatap kembali kehidupannya berdasarkan pandangan ini. Oleh karena itu aliran Ahlus sunnah martabatnya terpandang dan ia menjadi pemenang kebanyakan di wilayah-wilayah Islam. <br />Sisi kedua penafsiran pendapat-pendapat tentang pengajaran hubugannya dengan masyarakat, jelas menurut pendapat ini selama pengajaran itu eksis di tengah-tengah kehidupan masyarakat. <br />Inilah yang kita kehendaki, kita menginginkan melihat teori-teori pengajaran ini dapat terlaksana atau menjadi contoh. Bila terwujud maka ia di anggap hasil dari produktivitas masyarakat. Dianggap pula sebagai perlindungan terhadap kehidupan bermasyarakat. Bila menjadi contoh maka ia tidak di anggap sebagai hasil pemikiran dari para pencetusnya dan tidak menjelaskan hakikat masyarakat yang sebenarnya. Sedangkan Al-Qabisi benar-benar menggambarkan apa yang di capai oleh masyarakat Islam pada abad IV H. <br />Sebagian ada yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran tidak seperti apa yang telah di kembangkan oleh para pemikir Islam, contoh dengan apa yang di utarakan oleh Imam Ghazali dalam masalah upah, yaitu keenganan menerima upah, sebagaimana yang di contohkan oleh Rasul, hal seperti ini tidaklah terjadi khususnya pada zaman ini, karena kebanyakan mengambil upah dalam pengajaranya, dalam hal ini pendapat Ghazali belum terbukti telah melanggar suatu kebiasaan, karena ia lebih mengedepankan hati sebagai tujuan.<br />Oleh karena itu keliru, bila penulis menganggap bahwa ide pengajaran ini menyerupai pola pendidikan di Arab tanpa batas. Apakah manusia akan menerima ide ini dan mengikutinya ataukah ia tetap hanya berada pada cacatan-cacatan kitab.<br />Ketika metode Al-Qabisi terbukti maka kita dapat mengambil kebenaran pendapatnya tentang pengajaran pada bukunya. Tergambar keinginan kuat masyarakat muslimin pada abad ke IV yaitu pengajaran anak-anak, kehidupan pengajar di sekolah, silabus pengajaran dan metode yang hendak di terapkannnya. <br />Melihat fakta masyarakat ini kita dapat menafsirkan banyak tentang arah tujuan pendidikan dan tahap-tahap penyampaianya sejak awal Islam hingga sekarang. Proses pengajaran pada masa kebangkitan Islam di anggapnya sebagai perbuatan sunnah lantaran kekuatan ruh keagamaannya dan kekuatan untuk melawan baterialistik. <br />Ketika ruh keagamaan itu melemah maka para pengajar mulai mengambil upah. Dan ketika masyarakat rusak, maka para pengajar semakin besar mengambil upahnya. Dari sini kita dapat melihat bagaimana Al-Qabisi membolehkan bagi pengajar mengambilan hadiyah dalam kondisi-kondisi tertentu dan hari-hari besar tertentu sebagaimana kebiasaan yang telah berlaku. Al-Qabisi menghormati jiwa kemasyarakatan dan menerapkannya pada aturan-aturan.<br />Demikian pula jiwa kepahlawanan anak-anak diberikan hadiyah sebagaimana yang berlaku pada kebiasaan manusia.<br />Maka penafsiran yang benar tentang tanggung jawab pendidikan dan pengajaran semestinya kembali kepada kepentingan masyarakat yang merupakan bentuk proses pengajaran, model yang akan menuntun dan arah tujuan kepadanya. <br />Apabila pengajar di sekolah menekuni atau membimbing anak-anak untuk menghapal Al-Qur'an sampai tamat, dan pekerjaan ini bukanlah datang dari inspirasi atau keinginan pengajar, tetapi ia atas arah dorongan pemerintah dan dorongan masyarakat. Para orang tua pun senang bila anak-anaknya dapat menghafal al-Qur’an dan merekapun mau membayar upah yang lebih kepada pengajar, yaitu upah lain dalam setiap pestival khataman Qur’an.<br />Kaum muslimin tidak melarang pengajaran berhitung dan Al-Qabisi membolehkan pengajarannya secara langsung tetapi para wali murid tidak menghendaki anak-anak mereka dia jarkan berhitung bahkan mereka bersepakat anak-anak mereka hanya diajarkan menghafal al-Qur’an. <br />Tidak di ragukan bahwa kemajuan dan perkembangan masyarakat kembali kepada pemikiran baru yang di gagaskan oleh para ahli. Maka bila pendapat-pendapat ini berpengaruh maka akan menghasilkan warisan masyarakat taqlid dan susah melepaskannya dan akan berlaku cara seperti ini, maka jumud itu memproteksi taqlid sementara pembaharuan adalah perubahan kepada sesuatu yang baru, menjaga diri selalu dalam taklid, sedangkan tajdid artinya perubahan pada sesuatu yang baru.<br />Bila kita menjadikan periode dan ide-ide Al-Qabisi sebagai asas pendidikan sebagaimana yang berlaku pada abad ke IV H, maka kita akan dapat hidup mulia sebagaimana abad-abad sebelumnya dan pada abad yang akan datang, maka kita akan melihat kemajuan pengajaran pada masa itu dan bagaimana pula akan berlaku setelahnya. Dan tidak di ragukan bahwa pengajaran telah mencatat kemajuan yang pesat sejak abad pertama Islam sampai abad k eke IV.<br /> Pada zaman Nabi pengajaran adalah hal yang paling langka khususnya pada dairah jazirah Arab, Persia, Syam, dan Mesir. Karena sedikitnya orang yang bisa menulis dan membaca, namun setelah sugesti dari Rasul mulailah tersebar tulisan-tulisan dan bermunculanya para penulis dalam kehidupan masyarakat muslimin yang kemudian manusia memerlukan pentingnya hubungan antara anak dan pengajar yang sesuai dengan ketentuan syari’ah yang pada sebelumnya terjadi perselisihan antara pengajar dan orang tua murid dalam masalah upah, serta bahaya bagi anak didik ketika mendapat hukuman dari pengajar. Fukaha merekalah para ahli yang menentukan suatu hukum yang belum terdapat dalilnya dalam Al-Qur'an, hukum-hukum dalam jenis ini yang berkembang dari hari ke hari terkumpul dalam satu buku Abu Hasan Al-Qabisi yang di tulis dalam bukunya sekitar abad ke IV. Dan dalam buku itu terdapat perkembangan risalah Islam sampai waktu itu, karena Al-Qabisi sendiri ikut berkecimpung dalam penelitiannya yang dapat memahamkan kepada kita dalam memandang risalahnya. <br />Dan hubungan pengajar dengan anak didik setelah abad itu banyak terjadi perubahan, bukan dalam bentuk perkembangan tetapi dalam bentuk kejumudan.<br />Dan yang paling penting yang di bicarakan di sekolah-sekolah dasar adalah terbanyak tentang dukungan wakaf dermawan, selain itu program baku yaitu pengajaran Qur’an dan menulis termasuk batu tulis untuk anak-anak menulis dan tongkat guru untuk mengajar anak-anak. <br />Singkatnya penafsiran kondisi pengajaran pada setiap zaman membutuhkan pandangan para pendidik, juga hubungan pendapat-pendapat mereka pada aliran pemikiran yang harus di pegang teguh dan melihat kondisi masyarakat yang membutuhkannya, seperti tempat-tempat hidupnya pemikiran. <br />Maka apabila kita menyusun dua prinsip ini terhadap tujuan pengajaran sebagaimana yang di bawa Al-Qabisi yang menganggap bahwa tujuan pengajaran adalah titik sentral terhadap seluruh tanggung jawab pendidikan di antaranya adalah bercabangnya tujuan-tujuannya. Maka kita hanya membatasi bahwa Al-Qabisi memaksudkannya kepada tujuan agama dan demikian pula kehendak masyarakat, oleh karena itu pengajaran al-Qur’an dan menulis kebanyakan singkat waktunya.Tujuan keagamaan ini di ikuti pula oleh tujuan yang lain akan tetapi hanya dalam kondisi terpaksa saja.<br /> Apabila kita mengomentari keterangan diatas bahwasanya Al-Qobisi menghendaki perbaikan akhlak, karena pengajaran agama menjadikannya sebagai tempat pembentukan akhlak. Kita juga dapat mengatakan bahwa ia membutuhkan syarana penyebaran ilmu, maka agama Islam mengarahkannya kepada semuanya itu di dalam jalan pendidikan agama khususnya shalat meruakan tiang agama maka wajib mengajarkannya dan menghafal al-Qur’an.<br /> Masyarakat belum membutuhkan suatu pencapain kecuali dalam agama oleh sebab ini maka perhatian wali murid sangat besar untuk menghatamkan al-Qur’an kepada anak-anaknya dimana kebanyakan anak-anak menghindarnya setelah mereka hidup di bangku pendidikan kerana mereka belajar keterampilan untuk mencari kerja. <br />Inilah dia tujuan yang kita harus jalani dari kitab Al-Qabisi yang ia gambarkan tentang pendidikan pada abad ke IV.<br /> Kholil Thuthoh meringkas tujuan pendidikan itu ada 4 (empat: (1) agama (2) sosial (3) kenyamanan pikiran, (4) untuk memperolah materi. Seperti yang diutarakan oleh pengarang kitab kasfu zhunun” Barang siapa menuntut ilmu sebagai profesi maka niscaya dia tidak akan menjadi orang yang alim, tetapi niscaya akan menjadi seperti ulama", karena ilmu bertujuan untuk mencari suatu kebenaran dan pemupukan akhlaq bukan untuk mencari kerja atau kehidupan.<br /> Sedangkan Asma Fahmi menurut kitab Azzarnuji, Ibnu abdul Bar, Al-Gazali, dan Thas kibri ia menambah dan mengurangi tujuan pendidikan pada kaum muslimin menjadi 3(tiga): (1) tujuan agama (2) tujuan kebudayaan (3) tujuan pembentukan diri.<br />Kalau kedua pengarang ini diikuti metodenya yang telah berpengaruh didalam menafsirkan pendidikan yang telah berpengaruh kepda pengikutnya didalam penafsiran tarbiyah maka metode itu akan di nisbahkan kepada pendapat pencetusnya kemudian pandangan itu di hubungkannya kepada teori-teori pemikiran dan hubungannya dengan pendapat-pendapat masyarakat yang terjadi selain dari penafsiran keduanya<br />Jadi tujuan-tujuan pengajaran adalah satu pada seluruh periode atau zaman Islam tujuan akhir pengajaran pada abad pertama berbeda dengan abad keempat. <br />Orang-orang muslim tidak bermaksud pengajaran kepada tujuan peribadi atau materi atau pemikiran saja di dalam Islam tetapi setiap keinginan mereka sebagai pelayanan kepada agama, bekerja atas panggilan jiwa dan kemantapan hatinya.<br />Al-Qabisi pada abad ke IV menginginkan pengajaran itu cukuplah berpedoman kepada salaf yang shaleh, mengikuti pendapat mereka dan langkah-langkah meeka sebisanya menuju jalan itu. Ia menginginkan agar anak-anak kaum muslimin di ajarkan ilmu al-Qur’an dan menulis utuk mengetahui agamanya. Dan kalaupun terpaksa harus merujuk kepada metode salaf yang sesuai dengan kondisi perububahan masyarakat. Oleh karena inilah ia berwasiat agar guru mendapatkan upah demikian pula pengajaran nahu, arabiyah dan syair.<br />Tidak di ragukan lagi bahwa ide-ide Al-Qabisi ini sangat cocok dengan zamannya bahkan ia sangat maju pada zamannnya itu pula oleh sebab itu kita tidak bisa menghakimi kitabnya al-Qabisi tentang penjelasan ilmu pendidikan modern karena ilmu-ilmu modern semuanya belum ada kecali setelah periode kebangkitan, setelah akal mengambil posisinya sebagai metode baru dalam pemikiran. Metode baru ini di bedah oleh Becoun dan Decure pada abad XVI – XVII M. Decoure pelopor metode mempelopori pemikiran matematik yang di bangun hakekat kebenaran setelah keraguan pada seluruh aspek pemikiran maka ia tidak akan di bangun kecuali ia telah jelas dan terang dan tidak ada keraguan pada jalan itu.<br />Maka pengetahuan alam dan sosial menjadi sandaran dalam pembahasan secara ril dan eksprimen dan harus menjauh dari pengaruh keyakinan. Selajutnya para ulama menetapkan metode ekprimen yang wajib di ikuti sebagaimana yang kemukakan oleh john istiwart mol. Para pakar psikolog, pendidikan dan sosiologi memulai mencocokkannya metode eksprimen ini yang telah di tetapkan sebagai satu-satunya metode penghubung kepada penelitian ilmu alam/ilmu jiwa, ilmu sosial dan ilmu pendidikan. Ilmu ekprimen ini belum sempurna penyajiannya karena masih baru dan juga para pakarnya masih berekperimen.<br />Oleh karena itu Joul Payouh menulis dalam bukunya "runtuhnya pengajaran” yang di kemukakan sebab-sebab kegagalan pengajaran yang terjadi di perancis. Seba pertama adalah tdak mengikuti metode ekperimen dan telah dihilangkan bab itu dari kitab. Setelah abad pertengahan metode itu di musuhi. Bahkan Roger Becoun yang mempelopori metode ekperimen dan banyak berbicara tentang penemuan kimia di anggap sebagai tukang sihir kemudian ia di siksa dan di tangkap dua kali yang menyebabkan hilangnya keberanian untuk mengadakan ekperimen.<br />Dan dikuti pula pada zaman kebangkitan samapai abad XIX dimana semangat ekperimen sangat kuat sehingga ilmu eksperimen dapat d lakukan dan dan menetapkan dasar yang benar pada ilmu alam. <br />Sehingga ia berkata: “tetapi semangat pergerakan besar yang gemlang ini tidak berpengaruh pada metode pengajaran dan pendidikan masih pada waktu sekarang sama sebagaimana kondisi yang terjadi sebelum kemajuannya”. <br />Bila mana pengarang ini mengkriti aturan pegajaran di perancis pada waktu sekarang karena ia tidak didsarkan ekperimen ilmiyah maka Al-Qabisi beralasan bilamana ia tidak mengikuti ekperimen ini sejak 1000 tahun lalu sementara ia hidup pada abad pertengahan yang mana ekperimen di hina serendah-rendahnya.<br />Sebenarnya kebangkitan modern di dalam pengajaran muncul bersamaan dengan sekolah-sekolah baru yang berasaskan pada ilmu jiwa dan perkembangan anak, kecendrungan dan persiapannya. Maka sekolah-sekola-sekolah mantusuriy ( ( منتسوري memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak, karena diam berbahaya bagi mereka sebagaimana melatih panca indernya, maka semestinya anak kecil itu di ajarkan dengan metode bermain. Metode Dolton memberikan tanggung jawab besar kepada murid, karena dia sendiri yang akan menemukan hasil belajarnya. Dan guru hanya berkewajiban memberikan petunjuk dan arahan saja dimana murid itu sendiri yang akan menafsirkan maksudnya dan ia bekerja di sekolah berdasarkan pengajarannya.<br />Metode yang di anjurkan dalam pengajaran melalui kegiatan dan inilah warna baru dari sekolah-sekolah itu yang bermaksud sebagai persiapan individu untuk berkecimpung dalam masyarakat dengan membentuk keperibadiannya sehingga ia dapat berpegang teguh pada dirinya di dalam menghasilkan kehiduannya. Hal yang demikian juga sesuai dengan warna masyarakat modern yang berlebih-lebihan terhadap materi sehingga manusia rusak terhadap kebaikan hidupnya yang materialistis.<br />Memelihara kecendrungan anak-anak pada zaman modern dengan jalan pendidikan khususnya setelah Russeu mencetuskan dalam bukunya Emeil memandang kehidupan anak berbeda degan kehidupan orang dewasa. Adapun petunjuknya yang lain yaitu mempersiapkan anak agar ia dapat hidup di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan tuntutan masyarakat oleh sebab itu setiap pemerintahan berbeda sebagaimana tujuan hidupnya yang berbeda. Dan banyak para pendidik yang cendrung kepada ilmu jiwa dengan menggunakan jalan ini untuk mewujudkan tujuan pemerintah dan tuntutan masyarakat. Maka pemerintahan yang senang berperang mempersiapkan anak-anaknya sejak kecilnya dengan hidup disiplin, taat dan patuh, kasar, keras sabar dan sungguh-sungguh.<br /> Apabila kita kembali pada metode Al-Qabisi, kita dapat menemukan bahwa metodenya kembali pada pembimbingan masyarakat, dan anak-anak di persiapkan untuk hidup sesuai dengan lingkungan yang ia hidup tetapi tidak di arahkan kecendrungan anak-anak kepada egosentris. <br />Bilamana Al-Qabisi mengabaikan pandangan ini terhadap egosentrisnya anak-anak maka aib itu harus dialamatkan pada seluruh zamannya bukan hanya dialamatkan kepada Al-Qabisi saja.<br />Dari aib ini maka anak-anak dilarang bermain, meskipun bermain itu adalah sangat penting terhadap pertumbuhan anak. Dan dari aib ini pula maka pendidikan jasmani benar-benar diabaikan, yaitu suatu sisi yang tidak disentuh oleh para pengasuh kecuali pada zaman modern sekarang, yang mana para pendidik mengarahkan perhatian mereka terhadap pendidikan jasmani dengan cara bermain olah raga yang beragam, sesuai dengan fase-fase pertumbuhan anak. <br />Ummat Yunani zaman dahulu mempunyai perhatian besar terhadap pendidikan olahraga, juga ummat muslim tidak pernah mengabaikan pendidikan ini, seperti berenang, menunggangi kuda, memanah dan sebagainya, yang sangat membantu anak-anak tumbuh dewasa dan terampil menunggang kuda meskipun pengajar kitab tidak menghususkannya seperti pendidikan ini, menghususkan pendidikan Qur’an, pendidikan akal dan akhlak.<br />Oleh karena itu Al-Qabisi meletakkan dasar pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan zaman yang mereka hidup. Maka pada zaman itu juga, jiwa keagamaan telah mencapai tarap yang baik. Metode Al-Qabisi dalam pengajarannya juga sangat setuju dengan lingkungan seperti ini, dimana anak-anak kaum muslimin belajar al-Qur’an, menulis, nahu, bahasa arab dan Syair. Mereka belatih menjalankan ibadah-ibadah Islam yang bermacam-macam, maka ketika anak-anak telah meninggalkan pelajaran kitabnya karena mereka telah mengetahui pendidikan agama Islam, baik ilmu maupun pengamalannya. <br /><br />B. Kesimpulan<br />Melihat dari beberapa penjelasan dari makalah di atas, tentang penafsiran pendidikan Islam secara implisit dapat di tarik beberapa kesimpulan di antaranya :<br />1. Penafsiran pendidikan yang benar di pandang dari sisi ke Islaman yaitu dengan cara mengembalikannya pada penalaran akal, yang di topang atau di pengaruhi oleh salah satu sisi, kemudian menselaraskanya dengan keadaan masyarakat dilihat dari sisi yang lain, atau dengan kata lain bahwa tafsir dipengaruhi oleh dua sisi, sisi akal atau pemikiran dan sisi kebudayaan atau kemasyarakatan. Dari sudut pandang Pertama, kita dapat melihat sebab-sebab terjadinya perbedaan pendidikan dan pengajaran antara aliran-aliran pada masa kekuasaan Islam di dairah Timur dan Barat serta zaman-zaman setelahnya karena pengaruh oleh para pemikir-pemikir yang ada pada saat itu. Selanjutnya pendidikan dan pengajaran yang di pandang dari sisi Kedua, yaitu sisi kemasyarakatan, dari sini kita dapat melihat apakah pendidikan pemikiran sesuatu yang ril dan benar-benar terjadi atau hanya bersifat gambaran saja, apabila ia adalah sesuatu yang ril maka ia akan mempengaruhi sifat, karakteristik dalam suatu masyarakat, karena pada dasarnya mereka akan bernaung padanya dalam mengarungi kehidupannya.<br />2. Al-Qabisi adalah seorang tokoh pendidikan pengajaran dimana dalam bukunya menyebutkan bahwa ia merupakan bagian dari aliran Ahlus Sunnah dan akidahnya dalam Islam, dalam buku tersebut dijelaskan tentang aliran Ahlus Sunnah yang harus di ikuti metodenya dalam pendidikan yang pada akhirnya mereka tumbuh dengan pendapat-pendapat para Ahlul Hadits dan Ahlus Sunnah.<br />3. Tujuan dari pengajaran menurut Al-Qabisi adalah penerapan suatu titik yang dimana segala bentuk pendidikan akan kembali padannya, dengan kata lain kembali pada agama. Sedangkan Kholil Thuthoh menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai 4 tujuan:(1) Agama (2) Sosial (3) Kenyamanan pikiran (4) untuk memperoleh materi. Demikian halnya dengan Asma Fahmi menurut kitab Azzarnuji, Ibnu abdul Bar, Al-Gazali, dan Thas kibri ia menambah dan mengurangi tujuan pendidikan pada kaum muslimin menjadi 3(tiga): (1) tujuan agama (2) tujuan kebudayaan (3) tujuan pembentukan diri. Semua tujuan yang di utarakan oleh keduanya dalam pengajaran itu akan kembali pada pendidikan pemikiran, kemudian mengolah pemikiran tersebut dengan aliran pemikiran yang di cerna oleh akal, dan pengaplikasiannya dengan keadaan masyarakat yang nyata di luar penafsirannya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-12596974940445324972010-01-24T02:52:00.000-08:002010-01-24T02:53:29.656-08:00PROSES DAN STRUKTUR SOSIALA. PENDAHULUAN<br />Kalau kita perhatikan sebuah mesin mobil yang sedang berjalan maka kita suatu kesimpulan bahwa mesin dengan seluruh bagiannya yang penting dalam keadaan baik, mulai dari hal yang terbesar hingga sampai bagian yang terkecil atau dengan kata lain seluruh bagian tersebut dapat melaksanakan fungsinya masing-masing. Namun jika salah satu bagian mesin tersebut atau onderdilnya rusak maka mesin yang bekerja tadi akan segera berhenti dan akan berkerja kembali apabila dinamonya diganti dengan yang baru, jadi dinamo tadi mempunyai fungsi yang utama dalam mesin tersbut dan mesin dengan seluruh bagiannya merupakan satu kesatuan totalitas yang disebut dengan sistim.<br />Demikian pula halnya dengan kehidupan msayarakat sebagai satu kesatuan sosial,baik kesatuan rumah tangga, kelompok maupun lembaga-lembaga lainnya yang merupakan suatu sistim, jadi setiap masyarakat yang merupakan organisasi dari berbagai kepentingan individu, peraturan dan sikap-sikap mereka terhadap satu sama lain dan hubungan ini yang di sebut dengan struktur sosial.<br />Masalah tentang struktur sosial tidak dapat dipisahkan dengan interaksi sosial, yaitu suatu peroses dimana manusia saling mempengaruhi dan merumuskan sebuah fikiran, perasaan, harapan dan kecemasan masing-masing, maka struktur sosial meliputi seluruh dimensi hubungan antar individu dan lembaga-lembaga dalam masyarakat.<br />Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai sifat dan karakter yag dinamis serta tidak mau menyerah terhadap suatu hambatan atau kesulitan yang dihadapi dlam kehidupannya, oleh sebab itu perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak dapat dipungkiri dan perubahan sosial tersebut dapat berlangsung secara cepat atau sangat lambat sesuai dengan perkembangan masa kemasa.<br />Sosiologi adalah suatu bidang yang sangat baru yang lahir dari aspekulasi para ahli filsafat dan pembaharu-pembaharu sosial abad ke 19, Aguste Comte di Perancis menciptakan kata’’sosiology’’ dalam bukunya ‘’Positive Philosofhy’’ yang di terbitkan tahun 1838. Ia percaya bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Dinggeris Herbert Spencer menerbitkan bukunya ‘’Principle of Sosiology’’ tahun 1876, Ia menerapkan teori evolosi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang ‘’evolusi sosial’’ yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian. Selanjutnya Lester F.Ward seorang Amerika yang menerbitkan bukunya ‘’Dynamic Sosiology’’ tahun 1883 menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh sosiolog.<br /> Kemudian ‘’Rules of Sociolical Method’’ yang diterbitkan pada tahun 1895 menggambarkan metodologi ilmiyah dalam sosiologi, yang ia teruskan penelahaannya dalam bukunya ‘’Sucide’’ diterbitkan 1897 dimana ia menarik suatu teori tentang bunuh diri.<br />Ada berbagai perspektif yang di gunakan dalam sosiologi diantaranya; Perspektif evolosioner, memusatkan perhatian pada urutan-urutan baerlakunya perubahan msyarakat, Perspektif intraksionis, memusatkan perhatian pada hubungan sehari-hari, Perspektif fungsionalis, yang memandang masyarakat sebagai suatu sistim yang saling berhubungan dimana msing-masing kelompok memainkan suatu peran dan pelaksanaan dalam membantu kerja sistem,dan Perspektif konflik, memandang kesinambungan ketegangan dan perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu masyarakat dimana stabilitas dan consensus nilai merupakan ilusi yang di susun dengan hati-hati untuk melindungi kelompok yang mendapat hak-hak istimewa.<br />Berdasarkan pokok-pokok fikiran diatas maka dalam resume ini akan mengetengahkan beberapa kajian penting tentang, kebudayaan, keperibadian dan sosialisasi, peran dan setatus, seksualitas dan peran seks, ketertiban dan pengendalian sosial, lembaga sosial, dan kelompok dan asosiasi.<br /><br />B. KONTEK KEBUDAYAAN<br /> Suatu perbuatan memiliki makna yang berbeda dalam masyarakat yang berbeda, apa yang tampak bisa jadi bagi masyarakat tampak aneh bagi masyarakat yang lain, dalam perilaku anggota masyarakat umumnya tidak sadar bahwa mereka mngikuti keyakinan dan kebiasaan tertentu. Mereka memiliki peraturan dan tata cara guna memenuhi kebutuhan hiupnya dan peraturan dan tata cara itu dinamakan kebudayaan.<br />Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di pelajari dan dialami bersama secara sosial oleh masrakat manusia. Kebudayaan terbagi dalam kebudayaan materi dan kebudayaan bukan materi. Kebudayaan materi di bangun dari benda-benda yang di buat oleh manusia, sedangkan kebudayaan bukan materi terdiri dari pola-pola perilaku, norma, nilai-nilai dan hubungan sosial dari sekelompok manusia. Suatu masyarakat adalah sekelompok manusia yang secara relative mandiri, yang hidup bersama cukup lama, mendiami suatu dairah tetentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok itu.<br />Sosiaologi mempelajari faktor-faktor biologis dalam perkembangan sosial dan perilaku manusia. Teori-teori evolusi dalam perkembangan sosial pernah popular dan dewasa ini sedang menikmati masa kebangkitan kembali, yang paling penting adalah Charles Darwin yang mengembangkan, dalam bukunya Origin of Spesies (1859), teori ini menganggap bahwa bangsa manusia berkembang secara bertahap dari susunan tata hidup yang sederhana, selain itu Auguste Comte dalam bukunya Positive Philosofhy (1851-1854) menulis tentang tiga tingkatan yang menurutnya pasti dilalui oleh pemikiran manusia; theologies, metafisis dan posituf. Kemudian Herbert Spencer tertarik oleh sosial Darwism dan ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh masyarakat.<br />Iklim dan geografi merupakan faktor penting dalam perkembangan kebudayaan. Peradaban yang besar tidak tumbuh dengan subur di negara antartika yang beku, padang pasir yang terik, diatas pegunungan yang tinggi atau dalam hutan yang lebat. Banyak makhluk non manusia memiliki sistem kehidupan sosial yang teratur dan diantara setiap mahluk non manusia, kehidupan sosial cendrung bersifat seragam dan tidak berubah.<br />Kemudian manusia kehidupan sosialnya bervariasi tak terbatas dan berubah terus menerus dan perbedaan yang penting diantara manusia dan mahluk lain adalah “masyarakat” hewan kebanyakan didasarkan pada naluri sedangkan manusia didasarkn pada kebudayaan.<br />Kehidupan sosial selalu di penuhi dengan berbagai masalah bagaimana merebut kehidupan dari alam, bagaimana membagi hasil usaha, bagaimana kita berhubungan secara serasi dengan yang lain dan sebaginya. Manusia nampaknya telah mencoba untuk menghadapi masalah yaitu dengan cara coba-coba, situasi kebetulan, atau beberapa pengaruh yang tidak disadari, kemudian kejadian ini diturunkan pada generasi berikutnya dan menjadi salah satu kebiasaan dan kebiasaan itu sendiri adalah kebiasan pada suatu masyarakat yang merupakan suatu cara yang wajar dan berulang-ulang dalam melakukan suatu kegiatan.<br />Dua golongan kebiasan; (1) Hal-hal yang harus di ikuti sebagai sopan santun dan perilaku sopan, dan(2) Hal-hal yang harus di ikuti karena yakin kebiasaan itu penting untuk kesejahteraan masyarakat. Tata kelakuan adalah gagasan tentang benar dan salah yang melekat pada beberapa jenis perilaku.Tata kelakuan ini bisa diberi sanksi oleh agama dan diperkuat dengan membuatnya menjadi hukum, kemudian nilai adalah gagasan mengenai apakah pengalaman penting atau tidak penting.<br />Lembaga adalah kelompok kebiasaan dan tata kelakuan yang utama yang berpusat pada kebutuhan manusia yang penting,. Suatu lembaga mencakup; (1) seperangkat pola prilaku yang telah disetandarisasi dengan baik (2) serangkain tata kelakuan sikap dan nilai yang mendukung (3) bentuk teradisi, ritual dan upacara, simbol dan pakaian keagamaan dan perlengkapan-perlengkapan lain.<br />Suatu kebuadayan adalah suatu sistim perilaku yang terpadu dengan nilai dan gagasan-gagasan yang mendukungnya. Relatifisme kebudayaan menggambarkan fakta bahwa fungsi dan arti suatu unsur itu beroperasi. Unsur dinilai” baik atau buruk” sesuai dengan apakah mereka bekerja dengan efisien dalam kebudayaan mereka sendiri. Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang ideal yang mencakup pola-pola yang dianggap seharusnya dilaksanakan dan kebudayaan ril yang mencakup perilaku yang tidak benar yang secara resmi dikutuk, tetapi dalam kenyataan dijalankan dimana-mana. Setiap masyarakat dan kelompok menekankan kebudayaannya masing-masing; reaksi ini disebut etnosentrisme.<br /> Pengaruh etnosenterisme adalah (1) Megukuhkan nasionalisme dan patriotism (2).menghalangi perubahan kebudayaan. Kebalikan etnosentris adalah xenosentris yang berarti suatu pandangan yang lebih menyukai hal-hal yang berbau asing.<br /><br />C. KEPRIBADIAN DAN SOSIALISASI<br /> Kepribadian adalah suatu sistim kecendrungan perilaku menyeluruh dari seseorang.Faktor-faktor dalam perkembangan kepribadian mencakup:(1)Warisan biologis (2) Lingkungan fisik (3) Kebudayaan (4) Pengalaman kelompok (5) Pengalaman unik.<br /> Kebudayaan yang normal berbeda secara deramatis dari masyarakat ke masyarakat lain, sebagaimana diperlihatkan oleh bangsa Dobu yang curiga, curang dan merasa tidak aman serta bengsa Zuni yang ramah tamah, merasa aman dan kooperatif.<br /> Masyarakat yang majmuk mungkin memiliki sejumlah kebudayaan khusus, masing-masing mengembangkan keperibadian modalnya dan mengurangi keseragaman kperibadian yang menyeluruh didalam kebudayaan itu <br /> Sosialisasi adalah suatu peroses dengan mana seseorang menghayati norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik. Sosialisasi memerlukan pengalaman kelompok sedangkan isolasi sosial tidak berhasil mengembangkan manusiawi yang wajar. Sosialisasi sangat terpusat pada perkembangan konsep diri. Cooley memandang seseorang yang membentuk gambaran dirinya dalam’’Cermin’’ reaksi orang lain terhadapnyanya dan perasaan orang itu terhadap reaksi-reaksi itu. Ada tiga langkah dalam peroses pembentukan cermin diri; (1) persepsi kita tentang bagaimana kita memandang orang lain, (2) persepsi kita tentang penilaian mereka mengenai bagaimana kita memandang, (3) perasaan kita tentang penilaian-penilaian ini.<br /> Kelompok referensi adalah kelompok yang standarnya kita pakai dan yang persetujuannya kita harapkan. Kelompok sebaya adalah kelompok seusia dan mempunyai setatus yang sama dengan kita dan merupakan kelompok referens yang penting, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja.<br />Erikson memandang perkembangan keperibadian sebagai suatu peroses sepanjang hidup. Orang menjalani delapan krisis identitas yang berturut-turut dan dalam setiap krisis sepengkat belajar yang konsruktif atau yang tidak efektif berperan dan suatu kebijakan yang mendasar yang tepat seharusnya didpatkan.Tahap pertama, pada masa bayi, tahap kedua pada masa kanak-kanak, tahap ketiga seseorang memutuskan konflik oedifusnya dan mulai mengembangkan pengertian moralnya, Tahap keempat, dunia anak tersebut meluas, kemampuan tehnis dipelajari, rasa percaya diri diperbesar. Tahap kelima, remaja mengembangkan rasa percaya diri peribadi melalui interaksi dengan orang lain. tahap keenam, orang dewasa mengembangkan hubungan kasih yang awet dengan lawan jenisnya. tahap ketujuh, seseorang mengembangkan sesuatu pada keluarga dan pada masyarakat. Dan pada tahap kedelapan, seseorang menghadapi masa akhir hidup baik secara terhormat maupun penuh putus asa.<br />Dalam kebudayaan yang majmuk dengan berbagai ragam kelompok, seseorang mungkin mengalami kesulitan dan mengembangkan gambaran diri yang memuaskan dan suatu sistim perilaku yang terpadu. Seseorang mungkin memcahkan kembali masalah ini dengan mengkompartementalisasi hidupnya dan bersikap berbeda-beda dalam setiap kelompok atau dengan menyesuaikan diri pada satu kelompok sementra, bila mungkin, tidak mengindahkan yang lain yang standarnya bertetangan dengan standar kelompok kelompok yang satu tadi.<br />D. PERAN DAN STATUS<br />Status sosial adalah suatu posisi/kedudukan dalam masyarakat dengan kewajiban dan hak istimewa yang sepadan. Peran adalah perilaku yang di harapkan dari seseorang yang menduduki suatau status tertentu, dalam arti tertentu status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah sperangkat hak dan kewajiban , peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut .<br />Sosialisasi yakni proses mempelajari kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari suatu masyarakat dan proses sosialisasi ini sebagian besar terjadi melalui peran. Perangkat peran digunakan unuk untuk menunjukkan bahwa satu status hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.<br />Ada dua status dan peran, yaitu status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat bagi kita dan status diperjungkan melalui usaha-usaha kita sendiri. Sedangkan peran dan status diperjuangkan melalui pilihan atau usaha sendiri mana sering dicapai dengan pengorbanan psikis yang besar karena usaha dan kegagalan mungkin hebat. Meritokkrasi adalah suatu bentuk perjuangan mendapatkan status terbuka terhadap prestasi, tetapi sebagian besar karaktristik keturunan memberi keuntungan bagi beberapa orang dalam persaingan.<br />Kepribadian peran mengacu pada komplek karaktrstik keperibadian yang tepat untuk suatu pran. Peran dan kpribadian individual mempengaruhi pemilihan peran dan perilaku peran. Pengalaman dalam memainkan peran akan mempengaruhi kepribadian. Desakan/beban peran mengacu pada kesulitan dalam menghadapi kewajiban peran. Desakan peran dapat muncul karena persiapan peran yang tidak memadai, kesulitan peralihan peran, konplik peran atau kegagalan pran. Konplek peran muncul dari tugas-tugas yang bertentangan dalam satu peran tunggal atau tuntutan yang bertentangan dari berbagi peran yang berbeda. Ada beberapa peroses yang umum yang memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah , peroses ini meliputi; rasionalisasi, pengkotakan dan ajudikasi. Dua yang pertama adalah alat-alat perlindungan tanpa sadar dan tanpa di sengaja, kalau disadari kedua hal tersebut tidak berjalan.<br />Rasionalisai adalah suatu peroses untuk mendevinisikan kembali suatu situasi kedalam benak plakunya sedemikian rupa (dengan istilah-istilah secara sosial dan peribadi dapat diterima sehingga sipelaku tersebut menyadari adanya konplik sedangkan Ajudikasi adalah, perosedur yang resmi untuk mengalihkan kepada pihak ketiga penyelesaian konplik peran yang sulit sehingga sseorang merasa bebas dari tanggung jawab.<br />Kegagalan berperan adalah sangat umum dalam masyarakat berkembang. Kegagalan berperan sungguh menyakitkan, akibatnya bisa menyebabkan sakit mental atau sakit fisik. Dlam masyarakat yang stabil dan sangat terpadu dengan proporsi peran yang di tentukan masyarakat tinggi, kebanyakan peran ini akan terisi karena orang-orang telah dipersiapkan dari sejak awal masa kanak-kanak. Beberapa orang gagal berperan sebagai orang dewasa, tidak pernah megembangklan tanggung jawab dan pengendalian diri yang dewasa, dan terus bersikap kekanak-kanakan sepanjang umur.<br />Sikap masyarakat memberikan status kepada yang meninggal dan peran kepada orang yang masih hidup. Meniggal adalah peran yang terakhir dan kematian adalah status terkhir yang dikenal oleh semua masyarakat dengan berbagai upacara untuk membantu kerabat yang ditinggalkan menerima kematian dan melanjutkan hidup. <br /><br />E. SEKSUALITAS DAN PERAN SEKS<br />Dorongan seksual adalah kecendrungan biologis untuk mencari tanggapan seksual dan taggapan yang berbau seksual dari seorang lain atau lebih, biasanya dari jenis yang berlawanan. Dorongan itu muncul pada awal masa remaja dan tetap bertahan kuat sepanjang hidup. Ada perbedaan pendapat mengenai apakah dorongan seks ini dibawa lahir atau dipelajari.<br />Dorongan seks manusia penting karena;(1) Seksualitas kontinu, yang menjamin asosiasi yang berkesinambungan dari kedua jenis (2) Keinginan terhadap kontinuitas, yang memungkinkan persekutuan sesksual yang lestari, (3) Keinginan akan variasi yang bertentangan dengan keinginan akan kontinuitas dan (4) Kelenturan yang luar biasa, dengan interese seks yang disalurkan melalui suatu pola yang dibentuk masyarakat sebagai pola yang “normal”.<br />Dalam semua masyarakat manusia hampir semua hubungan seks yang dilakukan orang dewasa diperaktikkan oleh pasangan seks yang tetap. Pasangan yang menikmati pengalaman seks sama-sama ingin mengulangi lagi. Dalam masyarakat pasangan seks ini dilembagakan dalam suatu hubungan yang biasanya disebut perkawinan atau selir. Namun keinginan kontinuitas seksual dipersulit oleh keinginan yang bertentangan yakni variasi seksual.<br />Banyak masyarakat memksakan kesetiaan perkawinan dan menghukum keras perzinahan (melempari dengan batu merupakan hukuman yang agak umum) tetapi perzinahan dikenal dalam semua masyarakat. Segi yang sangat menonjol dalan seksualitas manusia adalah keanekaragamannya, semua dorongan manusia tunduk pada kondisi cultural, demikian pula dengan seksnya.<br />Homoseksual istilah yang diterapkan bagi orang yang mempunyai prefensi yang kuat pada pasangan dari jenis yang sama, tanpa menghiraukan prefensi seks, yang terlibat dalam hubungan seks dengan orang dari jenis yang sma. Homoseksual terdapat dalam semua atau hampir semua masyarakat manusia. Teori cacat mental memandang homo seksual sebagai korban kebingungan peran seks. Menurut beberapa pendapat psikiatris, homoseks laki-laki sering disebabkan oleh seorang ibu yang berkuasa, tetapi perayu dan seorang ayah yang dingin serta tidak akrab. Namun studi penelitian homoseksual yang membandinglkan sampel yang besar tentang homo seks dan heteroseks, tidak menemukan perbedaan yang berarti dalam latar belakang keluarga, jenis orang tua, atau hubungan dengan orang tua.<br />Marxis memandang faham seksisme sebagai suatu bentuk eksploitasi kelas dengan persamaan seks yang tidak mungkin tercapai tanpa persamaan ekonomi. Bukti untuk teori ini kurang meyakinkan, meskipun masyarakat Marxis secara mendasar telah mengurangi diskriminasi seks. Pada bangsa-bangsa modern jelas terdpat kecenderungan kearah persamaan seks yang lebih luas. Alice Rossi mengemukakan model persamaan seks teoritis: (1) Model plural, dimana peran seks berbeda tapi sama, dengan peria dan wanita memegang peran kerja yang berbeda yang mendapat imbalan dan martabat yag sma. (2) Model asimilsionis, dimana wanita diserap kedalam semua tingkat sistim politis dan pekerjaan yang ada. (3 ) Model adragonis, dimana penentuan peran seks diakhiri dengan peria dan wanita mengisi peran pekerjaan dan rumah tangga yang peraktis bersifat identik. <br /><br />F. KETERTIBAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL<br />Pengendalian sosial yakni cara dan peroses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat untuk dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu. Ketertiban sosial tercipta bila mana biasa orang berlangsung dengan menyenangkan dan dapat di ramalkan. Pada masyarakat sederhana sosialisasi menciptakan ketertiban sosial dengan cara mempersiapkan orang agar bersedia berperilaku sebagaimana yang diharapkan, dan tekanan sosial memberi imbalan berupa penerimaan dan pengakuan bilamana orang berprilaku seperti di harapkan .<br />Setiap orang tua yang pernah mencoba menentang alasan anak remaja yang mengatakan semua anak tokh “melakukannya” menyadari sepenuhnya betapa kuatnya pengaruh kelompok. Kelompok dapat dibagi dalam dua jenis yaitu kelompok primer dan kelompok sekuder. Kelompok perimer, adalah kelompok yang kecil, akrab, dan bersifat informal, seperti keluarga, kelompok bermain, sedangkan kelompok skunder adalah kelompok yang bersifat impersonal, formal serikat kerja, perkumpulan usaha dagang, organisai mahasiswa.<br />Dalam banyak situasi, perilaku sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan tekanan situasi, yakni faktor-faktor situasional yang menetukan perilaku. Memang benar jika seseorang atau beberapa orang mengubah sikap dan perilakunya, maka alasan dibalik itu bisa saja semata-mata bersifat individual. Namun bila sejumlah besar orang mengalami perubahan sikap dan perilaku secara bersamaan maka kemungkinan penyebabnya ialah adanya perubahan pengaruh sosial dan budaya terhadap perilaku.<br />Penyimpangan (deviation) adalah setiap pelanggaran terhadap aturan perilaku. suatu perbuatan barulah dianggap menyimpang setelah dicap menyimpang. Penyimpangan adalah sesuatu yang relative dalam arti bahwa kadangkala hampir semua orang dapat disebut sebagai penyimpang dan tidak ada seorangpun yang dapat disebut sebagai penyimpang sepenuhnya.<br />Terdapat banyak teori penyimpangan. Teori biologis yang melalui faktor biologis sebagai penyebab dari sebagian besar penyimpangan, tidak lagi banyak di ikuti. Teori psikologis, yang menganggap bahwa ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologislah yang merupakan penyebab penyimpangan, dewasa ini kurang diterima dibandingkan dengan dimasa lalu. Teori sosialisasi menghubungkan penyimpangan dengan ketidakmampuan untuk menghayati norma dan niali-nilai yang dominan. Ketidakmampuan mungkin disebabkan oleh sosialisasi dalam kebudayaan khusus yang menyimpang.<br />Sutherlan mengemukakan teori asosiasi diferensial, melalui asosiasi diferensial seseorang lebih sering berhadapan dengan evaluasi penyimpangan yang meyenangkan daripada yang keritis. Teori anatomi menyatakan bahwa masyarakat kompleks cendrung menjadi masyarakat tanpa norma, yang tidak memberikan pedoman yang jelas yang dapat dipelajari dan di patuhi orang. Teori reaksi masyarakat atau teori pemberian cap memusatkan perhatian pada para pembuat peraturan dan para pelanggar peraturan.<br />Teori konflik mengenai penyimpangan terdiri atas dua teori. Teori konflik budaya menilai penyimpangan diawali oleh adanya pertentangan norma antara berbagai kebudayaan khusus yang berlainan. Teori kelas sosial melihat penyimpangan bermula dari adanya perbenturan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang berbeda.<br />Teori pengendalian menghubungkan penyimpangan dengan lemahnya ikatan terhadap lembaga-lembaga dasar masyarakat-keluarga, sekolah, adanya pekerjaan. Teori pengendalian memandang norma yang di hayati dan pemberian yang sistimatis sebagai alat kendali yang bermanfaat. Setiap teori memiliki bukti-bukti yang menunjang, tetapi tidak satupun yang mampu menjelaskan segenap bentuk penyimpangan. Teori adalah sesuatu yang penting, karena kebijakan pengendalian didadasarkan kepada teori.<br /><br />G. KELOMPOK DAN ASOSIASI<br />Kelompok didefinisikan sebagai setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berintraksi. Terdapat perbedaan yang mendasar (fundamental) antara kelompok sendiri dengan kelompok luar. Perbedaan tersebut dapat diukur dengan menggunakan konsep jarak sosial. Kelompok-kelompok tersebut penting karena keduanya mempengaruhi perilaku. Kelompok acuan adalah kelompok yang kita anggap sebagai model dan pedoman bagi penelitian dan tindakan kita.<br />Stereotif adalah pandangan (image) umum suatu kelompok tentang kelompok lainnya atau tentang sejumlah orang, yang telah diterima sacara luas oleh masyarakat. Stereotif bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Cara pandang stereotif tidak salamanya salah karena selalu saja ada beberpa persamaan dengan ciri-ciri khusus dari orang-orang yang distereotifkan. Susana yang bersifat emosional terutama disebabkan oleh adanya hubungan dengan kelompok primer, namun dengan demikian masyarakat modern semakin dipengaruhi oeh perkembangan jalinan hubungan kelompok sekunder.<br />Sejak revolusi industri masyarakat cendrung berubah dari pola petembayan. Ini berarti terjadi pengisian keakraban dan rasa aman pada akhinya di imbangi dengan tumbuhnya kelompok-kelompok perimer baru dalam latar (setting) kelompok sekunder. Dalam peroses pemecahan masalah terdapat tiga tahap: (1) Tahap orientasi: para anggota saling bertanya dan memberi informasi. (2) tahap evaluasi Para anggota membahas informasi, bertukar pendapat. (3) tahap kontrol : para anggota menyarankan jalan keluar mencapai kesimpulan.<br />Asosiasi sukarela sangat banyak jumlahnya di AmerikaSerikat memberikn penyaluran terhadap minat orang juga merupakan alat penguji bagi kegiatan aksi sosial, lembaga yang melanjutkan pelayanan sosial dan alat penyaluran bagi kegiatan politik. Asosiasi sukarela memiliki tiga kegiatan utama, yaitu : (1) penyaluran minat peribadi (2) pelayanan sosial (3) kegiatan politik. Kelompok pengobatan diri sendiri yang bentuknya beraneka ragam dapat membantu memberi pengertian terhadap orang-orang yang menderita. Kelompok pengobatan diri sendiri yang tidak bersifat komersial dan yang menyatukan orang-ornag yang memiliki persoalan yang sama (misalnya kelompok pecandu alkohol) telah memberikan hasil yang efektif bagi banyak orang.<br /><br />H. LEMBAGA SOSIAL<br />Lembaga sosial (social institusion) adalah lembaga organisasi norma-norma. Lembaga berkembang berangsur-angsur dari kehidupan sosial manusia. Bila kegiatan penting dibekukan, dirutinkan, diharapkan dan disetujui, maka perilaku itu melembaga. Peran yang melembaga adalah peran yang telah dibakukan, disetujui dan diharapkan, dan biasanya dipenuhi dengan cara-cara yang sungguh-sungguh dapat diramalkan, lepas, dari siapa orang yang mengisi peran itu.<br />Para pemimpin asosiasi (pendidikan, bisnis, dan lain-lain) biasnya menginginkan suatu otonomi tertentu, atau kebebasan dari lembaga-lembaga lain. Lembaga yang satu dengan yang lain juga saling berhubungan, sehingga perubahan lembaga yang lain dalam hubungan sebab akibat yang kontinyu. <br />Kaum intelektual adalah orang-orang yang pekerjaanya terutama bergelut dengan gagasan. Kekuatan mereka adalah pengaruhnya, karena pekerjaan mereka dapat mempengaruhi pemikiran orang-orang yang bekuasa. Kaum intelektual dapat menyerang dan membela lembaga-lembaga masyarakat mereka.<br />Birokrasi adalah personel admistratif yang dispesialisasikan, diangkat berdasarkan prestasi atau masa dinas, impersonal dan diarahkan oleh suatu rantai komando. Walaupun sangat dikeritik dan dicela, namun birokrasi adalah penting dan tak dapat dielakkan dalam semua organisasi besar. Birokrasi muncul karena kebutuhan akan efesiensi, keseragaman dan pencegahan korufsi.<br /><br />I. KELUARGA <br />Keluarga merupakan lembaga sosial dasar. Bentuk lembga ini sangat berbeda/bervariasi. Keluarga yang berdasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami isteri disebut kehidupan suami istri (conjugal family) yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Namun, dalam banyak masyarakat keluarga bersifat kerabat hubungan sedarah yaitu kelompok keluarga hubungan sedarah yang jauh lebih besar dengan suatu lingkaran pasangann.<br />Suatu keluarga mungkin : (1)suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan (3) pasagan perkawinan dengan atau tanpa anak (4) pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak (5) satu orang dengan beberapa anak.<br />Perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga.Perkawinan neolokal dimana pasangan suami istri membangun rumah tangganya sendir; perkawinan patrilokal pasangan nikah tinggal bersama keluarga suami dan dari perkawinan matrilokal, dimana pasagan suami istri tinggal bersama keluarga istri.<br />Sebagian besar masyarakat memperaktikkan endogami yakni kawin dengan orang dari kelompoknya sendiri dan juga eksogami yakni kawin dengan orang dari luar kelompoknya sendiri. Meskipun sebagian besar perkawinan bersifat monogami yaitu satu peria dengan satu wanita, banyak masyarakat mengijinkan poligami yang membolehkan seorang peria kawin dengan lebih dari satu wanita. Ada tiga bentuk poligami bentuk yang pertama adalah perkawinan kelompok yakni prkawinan beberapa pria dengan wanita .<br />Bentuk yang sangat jarang ditemukan adalah poliandri, dimana satu istri memiliki beberapa suami, sedangkan bentuk poligami yang umum adalah poligami yakni seorang suami mempunyai lebih dari satu istri pada saat yang sama. Sebagian masyarakat mengijinkan perceraian dengan berbagai perasyarat dan perosedur, kemudian dalam masyarakat, fungsi-fungsi keluarga : mengatur hubungan seks, memberikan keturunan, mensosialisasikan anak-anak, memberikan afeksi dan keakraban, menentukan status, melindungi para anggotanya dan berfungsi sebagai tim kerja serta berbagai rasa.<br /><br />J. LEMBAGA-LEMBAGA AGAMA<br />Semua agama besar menekankan kebajikan seperti kejujuran dan cinta sesama. Kebajikan ini sangat penting bagi keteraturan perilaku masyarakat manusia dan agama untuk memandang serius kebajikan seperti itu. Agama berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral, agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagi persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan sesama<br />Sosiaologis agama adalah studi tentang interaksi timbal balik antara lembaga agama dengan lembaga sosial lainnya. Agama acapkali didefinisikan sebagai tanggapan teratur terhadap unsur supranatural. Walaupun ternyata ada beberapa kelompok yang menolak dan mengabaikan unsur supranatural, namun mereka memiliki kepercayaan dan sistim ritual yang menyerupai agama yang didasarkan pada kepercayaan terhadap unsur supranatural. Analisis terhadap peran sosial dari agama meliputi pandangan :(1) Pandangan skuler comte bahwa agama merupakan suatu tahap evolusi yang berarti bahwa agama pernah dipandang penting namun sudah usang karena perkembangan modern (2) Penekanan integratif Durkheim dan Bellah, dimana pengaruh agama dapat mempesatukan masyarakat (3) Pendekatan konflik Marx kekuatan yang paling dominan dalam masyarakat adalah ekonomi sedangkan yang lainnya adalah skunder, selain itu agama hanya berkenaan dengan hal-hal spele dan semu atau hal-hal yang tidak ada bersungguh-sungguh mencerminkan kepentingan ekonomi kelas sosial yang berkuasa (4) Pandangan Weber tentang agama sebagai semacam lembaga bayangan yang hanya mencerminkan kekuasaan dan kepentingan kelas yang berkuasa<br />.<br />K. PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNILOGI<br />Lembaga pendidikan dikembangkan sebagai suatu upaya sistimatis untuk mengajarkan apa yang tidak bisa dipelajari dalam lingkungan keluarga. Lembaga pendidikan kita yang perimer adalah sekolah formal, yang bermula dari jenjang sekolah taman kanak-kana hingga jenjang perguruan tinggi.<br />Salah satu aspek pendidikan yang terdapat pada setiap pendidikan adalah seperangkat asumsi menyangkut siapakah yang memerlukan pendidikan dan berapa banyak pendidikan yang diperlukannya. Sistim pendidikan persaingan(contest education) berpandangan bahwa setiap orang harus diberi kesempatan untuk bersaing dan tidak diperlukan seponsor khusus. Sistim pendidikan sponsor (sponsored education) berpandangan bahwa setiap orang sudah termasuk dalam suatu kelas sosial sejak lahir, dan jika ia memiliki kemampuan yang luar biasa dapat masuk kelas sosial yang lebih tinggi .<br />Sistim interaksi disekolah dapat ditinjau sekurang-kurangnya dari tiga perspektif yang berbeda (1) hubungan antara orang dalam dengan orang luar (2) hubungan anatara orang-orang dalam yang memiliki kedudukan berbeda, (3) hubungan antara orang-orang dalam yang memiliki hubungan yang sama. Lembaga pendidikan mempengaruhi dan oleh lembga-lembaga lainnya, oleh karena itu lembaga pendidikan berjuang untuk memperoleh otonomi dari lembaga-lembaga lain.<br />Alat untuk melindungi otonomi pendidikan meliputi kebebasan akademik dan jabatan akademik. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi lembaga yang utama pada abad modern. Ilmu pengetahuan merupakan upaya pencarian pengetahuan yang dapat diuji dan diandalkan, yang dilakukan secara sistimatis menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan perinsip-perinsip serta perosedur tententu. Teknologi adalah penemuan-penemuan ilmiyah untuk memecahkan masalah-masalah peraktis.<br /><br /><br />L. LEMBAGA POLITIK EKONOMI<br />Lembaga-lembaga politik ekonomi adalah sarana yang distandarisasi untuk memelihara ketertiban dalam peroses produksi dan distribusi barang dan jasa. Lembaga-lembaga politik ekonomi memiliki tiga pola yakni: (1) sistim ekonomi campuran, dimana keuntungan dan pemlikan swasta digabungkan dengan beberapa unsure sosialisme dan paham negara kesejahteraan (2) sistim komunisme, yang mencakup pengertian bahwa pencarian keuntungan swasta tidak diperkenankan dan semua perusahaaan penting dikelola oleh negara (3) sistim fasisme, yang berarti bahwa perusahaan swasta diperkenankan berjalan dibawah pengendalian negara secara otoriter.<br />Sistim ekonomi campuran yang paling banyak berkembang didunia dewasa ini sedang berjuang menghadapi resesi, inflasi, dan konplik yang menyangkut sejauh mana batas fungsi negara mensejahterakan rakyatnya. Idiologi yang menyangkut hubungan anatara pmerintah dengan ekonomi meliputi ideolog yang dikembangkan oleh Adam Smit, Karl Marx, John Maynard Keynes dan Milton Friedman.<br />Paksaan (coercion) dan pengacauan (disruption) merupakan tehnik yang digunakan oleh kelompok minoritas untuk menciptakan perubahan kebijakan. Paksaan dapat berupa kekerasan atau tanpa kekerasan. Pengacauan seringkli digunakan oleh kelompok-kelompok kecil untuk memperoleh keringanan dari kelompok mayoritas. semua itu merupakan senjata yang berbahaya, yang dpat menghasilkan kemenangan namun sering juga merusak peroses demokrasi dan memancing terjadinya tindakan penekanan.<br />Terorisme memungkinkan kelompok kecil untuk memaksakan keinginannya terhadap kelompok mayoritas dengan menggunakan ancaman kekerasan. Kecendrungan pengadilan dan birokrasi mengarah upaya memperluas atau sesekali mempersempit pengertian peraturan hukum dan ketetapan tersebut.<br /><br />M. KELAS SOSIAL<br />Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi kedalam tiga golongan: glongan kaya, golongan sangat miskin, dan golongan yang berada diantara keduanya. Menurut Karl Marx, kelas sosial utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis) dan golongan menengah (borjunis rendah) yang ditakdirkan untuk “diubah menjadi golongan proletariat”. Adam Smith membagi masyarakat kedalam katagori sebagai berikut ; orang-orang yang hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dan orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thorstein membagi masyarakat kedalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup, dan golongan yang mempunyai waktu luang, yang begitu kayanya sehingga perhatiannya utamanya hanyalah “pola konsumsi yang menyolok mata” untuk menunjukkan betapa kaya mereka.<br />Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu starata(lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial. Kelas sosial lahir sebagai akibat dari adanya pembagian jenis pekerjaan. Kelas sosial terdiri atas orang-orang yang memiliki status sosial yang sama dan saling menilai satu sama lainnya sebagai angota masyarakat yang sederajat.<br />Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi dalam dua hal, yaitu: pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi, serta jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap peribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor, namun perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding<br />Kelas sosial adalah kenyataan sosial yang penting. Ia sangat menentukan masa depan dan mewarnai perkembangan keperibadian seseorang. Kebahagiaan seseorang tidak tergantung pada kekayaan masyarakat, tetapi berkaitan dengan keberadaannya sebagai salah satu kelompok orang kaya di dalam masyarakatnya. Para penganut teori fungsional berpandangan bahwa kelas sosial mnentukan hak-hak istimewa dan tanggung jawab para individu. Para ahli teori konflik menolak pandangan yang menyatakan bahwa hak-hak istimewa kelas sosial bersifat”fungsional”. Mereka malah menilai hak-hak tersebut sebagai sesuatu yang bersifat ekploitatif (dapat digunakan sebagai alat penindas).<br />Semakin rendah tingkat kelas sosial seseorang semakin sedikit perkumpulan dan hubungan sosialnya. Orang-orang kelas sosial rendah lebih sedikit berpartisipasi dalam jenis organisasi apapun, dari pada orang kelas sosial menengah dan atas. Kemungkinan penyebabnya adalah keletihan, beban mengurus lebih banyak anak, biaya, kurangnya perhatian, lebih rendahnya pendidikan dan kemampuan bercakap-cakap, dan lain sebagainya.<br /><br />N. MOBILITAS SOSIAL<br />Mobilitas sosial (Social mobility) adalah peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Mobilitas\naik akan menimbulkan peningkatan kepuasan hidup, kecemasan dan pengorbanan. Masyarakat yang memiliki mobilitas terbuka adalah masyarakat yang memiliki mobiitas yang tinggi, sedangkan masyarakat yang memiliki tingkat sosial tertutup atau bersistim kasta, status kelas sosial diperolah melalui warisan dan sangat sulit diubah. <br />Kesempatan mobilitas naik tidak sama bagi setiap orang, bahkan dalam masyarakat yang relative bersistim kelas sosial terbuka. Para sarjana teori konplik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomendasi, jaringan minoritas, serta orang-orang kelas sosial rendah, sangat membatasi mobilitas-naik di lain pihak semuanya itu menutup kemungkinan mobilitas –menurun bagi anak-anak kelas sosial atas. Undang-undang anti diskriminasi adalah satu satu penunjang yang penting. Demikian pula latihan kerja yang dibiayai oleh pemerintah, sehingga menciptakan peningkatan besar dalam segi lapangan kerja dan penghasilan yang layak bagi banyak pekerja rendah .<br />Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Latar belakang pendidikan tidak sama pentingnya bagi semua jenis pekerjaan. Gelar dari perguruan tinggi dan gelar propesisonal perlu untuk karier sebagi dokter, ahli hukum, atau guru, gelar seperti itu menunjang, tetapi tidak diperlukan dalam pemilikan atau operasi perusahaan.<br />Kebiasaan kerja yang dibiasakan mulai dari anak-anak merupakan petunjuk dalam memperkirakan kemungkinan keberhasilan dan masa depan seseorang. Penundaan kesenjangan nilai, dikemukakan oleh Rodman (1963,1974), menyatakan bahwa banyak orang berpegang pada nialai-nilai dan menginginkan sasaran-sasaran tertentu, tetapi secara tidak sadar menerapakan tingkah laku yang menghambat pencapaian sasaran mereka.<br />Tolak ukur untuk menentukan tinggkat mobilitas naik adalah jumlah penduduk yang berhasil diatas garis kemiskinan. Prospek mobilitas tergantung pada peningkatan jumlah penduduk yang berstatus tinggi, yang tergantung pula pada perubahahan teknologi dan pertumbuhan ekonomi.<br /><br />O. RAS DAN HUBUNGAN ETNIK<br />Ras dapat diartikan baik sebagai suatu kelompok yang memillikki ciri pisik yang sama, maupun sebagai suatu kelompok orang yang cirri-cirinya ditentukan oleh pengertian masyarakat. Dalam segi pemakaian istilah ras, tidak terdapat kesamaan pendapat. Perbedaan ras secara biologis tidak pentig. Namun secara budaya perbedaan ras adalah penting. Pengertian kelompok ras Amerika juga meliputi orang-orang Indian-Amerika, orang-orang sepanyol, Amerika, dan kelompok-kelompok yang memiliki semacam wilayah mukim dan yang kebanyakan dapat menerima pluralisme budaya. Beberapa kelompok minoritas, termasuk kebanyakan orang Eropa dan Asia, sangat mobilitas di Amerika Serikat.<br />Dimanapun orang-orang Eropa menaklukkan penduduk peribumi menjadi sangat rusak, sementara orang-orang peribami belum dapat berperan serta sepenuhnya dalam kebudayaan Eropa. Hal tersebut mengakibatkan mereka terperangkap dalam situasi kekosongan budaya, tidak mampu menerapkan baik budaya teradisional mereka sendiri maupun Eropa yang baru. Pemikiran ortodok memandang diskriminasi sebagai masalah yang terpenting dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok etnik.<br />Orang ortodok mempertahankan budaya Ghetto, menunjang kebanggaan kelompok, dan menganjurkan adanya kebijakan pemerintah yang menghapuskan diskriminasi, memperkuat pluralisme budaya, serta memperluas tunjangan sosial.Aliran pemikiran “revisionis” yang bertolak belakang dengan pemikiran ortodok, memandang budaya getho sebagai penghambat, dan menilai bahwa diskriminasi bkan lagi merupakan masalah utama, serta memandang beberapa program pemerintah sabagai upaya yang tidak peroduktif. <br />Para revidionis lebih cendrung ke pendekatan fungsional. Mereka memandang bahwa masalah-masalah kelompok minoritas yang belum ditanggulangi lebih banyak disebabkan oleh gaya hidup daripada diskriminasi yang berkelanjutan. Selain itu mereka berpandangan bahwa upaya yang menujang persamaan kesempatan akan lebih bermanfaat dari pada pemberian pelayanan yang lebih baik kepada kelompok minoritas, serta asimilasi akan lebih berhasil daripada pemisahan dan konflik<br /><br />P. PERUBAHAN PENDUDUK<br />Demografi meliputi komposisi kelompok usia dan kelompok jenis kelamin penduduk, perpindahannya didalam suatu negara atau antar negara, dan laju pertumbuhan penduduk. Dalam banyak hal komposisi kelompok usia dan kelompok jenis kelamim penduduk mempengaruhi kehidupan sosial penduduk, perubahan ini disebabkan oleh perubahan tingkat kelahiran yang dewasa ini menaikkan jumlah orang usia lanjut dan menurunkan jumah anak-anak dibanyak negara industri dapat mengurangi tingkat kejahatan dan tingkat pengangguran pemuda.<br />Setiap makhluk hidup memiliki rentang hidup, yakni batas masa kehidupan sekelompok makhluk tersebut sampai dengan saat meninggalnya mereka karena ketuaan kecuali jika sesuatu peristiwa atau penyakit yang membunuh kebanyakan manusia sebelum mereka mencapai batas masa huidup.<br />Migrasi dipengaruhi oleh dorongan terhadap penduduk karena adanya keadaan yang tidak memuaskan dinegara sendiri, karena adanya daya tarik kesempatan menarik ditempat lain, dan karena adanya saluran-saluran atau jalan yang memungkinkan penduduk untuk bermigrasi. Meskipun bentuk migrasi internal berbeda dengan migrasi internasional, namun akibat dari kedua bentuk perpindahan manusia tersebut tidaklah berbeda .<br />Perospek masa depan kependudukan belum bisa terlihat jelas. Negara-negara industri, termasuk Amerika Serikat, cendrung mengarah ketingkat kependudukan yang setabil dengan disertai oleh proses penyesuaian yang tidak menyenangkan. Walaupun negara-negara sedang berkembang masih memiliki laju pertumbuhan yang cepat, namun tingkat pertumbuhannya sedang mengalami penurunan. Bilamana upaya pengendalian jumlah penduduk berhasil, maka jumlah penduduk dunia pada akhirnya mungkin akan stabil, yakni ketika jumlahnya mencapai dua kali lipat dari jumlah penududuk dunia dewasa ini. Masalah apakah kelak kita akan mengalami keadaan kependudukan yang setabil ataukah malapetaka, belumlah dapat dipastikan. <br /><br />Q. PERUBAHAN KOMUNITAS<br />Komunitas (Community) biasanya diidentifikasikan sebagai penduduk suatu wilayah yang dapat menjadi tempat terlaksananya segenap kegiatan kehidupan. Orang desa berbeda dengan orang kota karena dahulu kondisi fisik dan sosial dikota, isolasi komunitas desa teradisional, homogenetis, pekerjaan dibidang pertanian, dan ekonomi subsistensi cenderung menciptakan orang yang hemat, bekerja keras, konservatif, dan etnosentris.<br />Keberadaan kota dimungkinkan oleh daya surplus hasil pertanian yang disertai dengan peningkatan sarana teransportasi , pertumbuhan semacam itu biasanya terjadi pada tempat dimana ada pergantian alat teransportasi. Upaya untuk memahami pola ekologi kota-kota di Amerika telah berhasil melahirkan teori zona terpusat, teori sektor, dan multi pusat.<br />Pengaruh desakan banyaknya jumlah manusia menciptakan anonimitis. Heterogenitas kehidupan kota dengan keanekaragaman manusianya, yang berlatar belakang kelompok ras, kepercayaan, kelas sosial, pekerjaan, dan etnik yang berbeda, mempertajam suasana anonim. Kehidupan dan keperibadian urban dipengaruhi oleh kondisi fisik dan sosial kota anomitas, kepadatan penduduk, jarak sosial, dan keteraturan hidup. Kondisi semacam itu menurut para ahli sosiologi terdahulu menciptakan keperibadian urban yang rasa sepi, materialistis, rasa tidak aman dan beridikari.<br /><br />R. PERILAKU KOLEKTIF<br /> Perilaku kolektif (coletive behavior) merupakan ciri khas masyarakat berkebudayaan kompleks. Perilaku demikian tidak terdapat pada masyarakat sederhana. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan, perilaku masa, dan gerakan sosial. Kerumunan adalah suatu kumpulan manusia bersifat sementara yang bertindak secara bersamaan terhadap suatu rangsangan . Terdapat tiga teori yang utama yang mencoba memberi penjelasan tentang perilaku kerumunan. Teori penyebaran menekankan peroses psikologis dari pmberian saran dan penanganan; Teori konvergensi menekankan persamaan sikap para anggota kerumunan, Teori kemunculan norma menunjukkan bagaimana suatu norma dalam situasi kerumunan muncul dan berperan dalam membenarkan, serta membatasi perilau. Perilaku kerumunan ditandai oleh : (1) anonimitas, yakni hilangnya kendala yang biasanya mengendalikan individu dan rasa tanggung jawab peribadi, (2) impersonalitas, yakni sikap memandang bahwa hanya kelompok seseoranglah yang penting, (3) mudahnya dipengaruhi, yakni sikap para anggota yang menerima saran secara tidak keritis, (4) tekanan jiwa dan (5)amplikasi interaksional yakni, sikap para anggota yang saling meningkatkan kadar keterlibatan emosi. Di lain pihak, perilaku kerumunan dibatasi oleh: (1) kebutuhan emosi dan sikap para anggota (2) nilai-nilai para anggota (3) pemimpin kerumunan yang harus menciptakan hubungan baik meningkatkan ketegangan emosi, memberikan saran untuk meredakan ketegangan dan memberikan pembenaran terhadap tindakan yang ditempuh dan (4) kontrol eksternal, terutama dari pihak polisi yang kesanggupannya untuk megendalikan perilaku kerumunan sebagian tergantung pada keterampilan, dan selebihnya tergantung pada kondisi keberadaan kerumunan.<br /><br />S. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA<br />Semua masyarakat mengalami perubahan secara terus menerus. Perubahan sosial (social chnge) merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial, sedangkan perubahan budaya (culture change) mencakup perubahan dalam segi budaya.Teori evolusioner berpandangan bahwa semua masyarakat mengalami tahap perkembangan yang sama dan menuju ketahap perkembangan akhir yakni tahap dimana evolusi sosial berakhir. Teori siklus berpandangan bahwa semua masyarakat melalui siklus perubahan, yang akhirya akan kembali ketitik awal , lalu megulangi siklus yang sama.<br />Unsur-unsur budaya baru lahir dari (1)penemuan (discovery) mengenai persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai aspek kenyataan yang semula sudah ada (2) invensi (invention) yakni suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada (3) melalui disfusi (diffusion)yakni penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok kekelompok lainnya. Kadar perubahan sosial sangatlah berbeda anatra masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan diantara kurun masa yang satu dengan kurun masa yang lain. Perubahan geografis dapat melahirkan perubahan yang besar. Migrasi kesuatu lingkungan baru sangat sering menimbulkan perubahan dalam segi kehidupan sosial. Perubahan dalam segi jumlah dan komposisi penduduk selalu meimbulkan selalu menimbulkan perubahan sosial.<br />Tidak semua inovasi dapat diterima. Sikap dan nilai-nila kelompok menentukan ragam inovasi yang berkemungkinan diterima oleh kelompok. Jika kegunaan inovasi dapat dibuktikan secara mudah dengan biaya murah, maka bukti tersebut akan sangat membantu diterimanya inovasi itu, tetapi banyak invensi sosial tidak dapat diuji coba tanpa menerimanya secara keseluruhan. Orang yang memiliki kepentingan peribadi biasanya menentang perubahan, namun mereka sesekali menyadari bahwa perubahan yang diusulkan sebenarnya menguntungkan mereka.<br />Konsekwensi perubahan tidak akan pernah berakhir. Penemuan dan invensi, dan juga unsur-unsur budaya yang di masukkan kedalam seringkali menimbulkan reaksi perubahan berantai yang merusak banyak aspek kebudayaan. Semua masyarakat yang berubah secara cepat memiliki banyak kesenjangan budaya dan agak kacau. Dalam masyarakat yang kacau para anggota masryarakat mengalami hambatan dalam menemukan sistim perilaku yang cocok akhirnya ikut menajadi peribadi yang rapuh. Mana kala mereka telah putus harapan unuk menemukan cara hidup yang baik dan telah berhenti berupaya, maka mereka telah kehilangan semangat hidup. Meskipun perubahan kadang-kadang membawa kepahitan, namun penolakan terhadap perubahan bisa saja mengakibatkan kepahitan yang lebih parah, kerena perubahan tidak terlepas dari keuntungan dan kerugian.Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-68285774469731415692010-01-24T02:49:00.000-08:002010-01-24T02:52:08.709-08:00Resensi Buku "The Trouble with Islam Today"A.ADA APA DENGAN BUKU INI <br />Buku Irshad Manji terbitan 2003 berjudul "The Trouble with Islam Today" akhirnya terbit dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia, "Beriman Tanpa Rasa Takut" yang mengandung banyak kontroversial, Dalam buku kontroversial ini, Irshad Manji memaparkan kelemahan Islam yang paling mendasar: terorisme atas nama agama, kebencian berlebihan terhadap umat lain, dan pengkultusan Al-Quran. Namun, buku ini menggali lebih dalam lagi, menawarkan visi reformasi Islam yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Manji ingin menghidupkan kembali tradisi ijtihad", yang hilang selama ratusan tahun dari peradaban Islam. Inilah buku yang menginspirasi jutaan umat Islam di dunia untuk bangkit dan introspeksi. <br />Ijtihad yang dijadikan tema utama dalam hidup Irshad Manji sebagai muslimah itu memang seharusnya menjadi bagian terpenting dalam menjalankan agamanya bagi Ummat Islam. Tapi yang terjadi adalah justeru sebaliknya yaitu taqlid (main telan) terhadap apa yang disuapkan oleh orangtua dan masyarakat sekeliling sejak usia kanak- kanak atas nama Pendidikan., yang merupakan bagian dalam merealisasikan instink biologis yang bersumber dari Limbic System dalam Otak Mammalia di benak kepala Homo sapiens sapiens itu, mengandung sifat pemaksaan tak ubahnya praktik brain washing. Termasuk pendidikan agama dan moral yang dimulai dari lingkungan di dalam rumah itu! <br />Dan selanjutnya tentulah juga pendidikan di lingkungan luar rumah, misalnya di sekolah-sekolah. Lewat pendidikan itulah lahir berbagai macam manusia dengan perangai yang aneka rupa, bahkan dalam keanekarupaan itu terdapat pula yang saling bertentangan, dan kadangkala pertentangan itu berujung kepada kekerasan yang menelan korban nyawa dan harta. Gandhi yang menentang semua bentuk kekerasan dengan Ahimsa-nya itu juga dalam hidupnya mengalami nasib yang sama yaitu harus meniti jalur pendidikan yang secara garis besarnya sama dengan itu.. Irshad Manji juga menjalani nasib yang sama. Yang menarik adalah, bahwa baik Manji maupun Gandhi tampaknya sama- sama menolak nilai-nilai yang dominan dicekokkan atau di-brain- washed-kan lewat jalur pendidikan tersebut, dan berhasil menawarkan yang berbeda itu. Jelaslah mereka telah dengan berani berfikir bebas di luar jalur utama, dan berani mengusung hasil pemikiran tersebut ke ranah publik. Ummat Islam yang memilih jalan Ijtihad adalah mereka yang kembali kepada fitrahnya yang biologis, yang terwarisi berupa instink dalam Limbic System di Otak Mammalia itu. Buku terbitan 2003 berjudul "The Trouble with Islam Today" yang sekarang terbit di Negeri ini dalam terjemahan bahasa Indonesia merupakan tantangan bagi Ummat Islam <br />Judul: Beriman Tanpa Rasa Takut (Tantangan Umat Islam Saat Ini) Penulis: Irshad Manji (Satu dari Tiga Muslimah Dunia yang Menciptakan Perubahan Positif dalam Islam)namu dibalik kepositifannya mencoreng dan memapaparkan dan menyebarluaskan ajaran yang anti agama atau membebaskan seseorang dari faham agama yang sangat berdampak bagi ummat apabila membacanya terutama perempuan yang anti kekerasan dan ketidak adilan dalam segala hal oleh sebab itu kehadiran buku ini telah memicu banyak perdebatan dan kontroversial di kalangan dunia barat termasuk didalamnya Islam, namun banyak juga yang memberikan inspiratif positif atas kehadiran buku ini dan ada juga yang menetang keras atas kehadiran buku ini alasannya adalah Irsyad Manji dengan sengaja membeberkan dihadapan dunia kelemahan-kelemahan ummat Islam yang dengan sendirinya akan berdampak Negatif terhadap ajaran Ialam. The Jakarta Post Tidak sedikit umat Islam yang dididik untuk membenci Kristen dan Yahudi. Buku ini memaparkan sejarah kebencian tersebut. Musdah Mulia, Litbang Depag RI Beriman Tanpa Rasa Takut (versi, The Trouble with Islam Today) berpendapat kehadiran sebuah buku tentang Islam yang inspiratif sekaligus kontroversial saat ini. Sejak terbit, Irshad Manji, penulisnya, menerima banyak ancaman pembunuhan dari para penentangnya, kelompok fundamentalis. Sejumlah negara Arab melarang buku ini masuk ke wilayahnya. <br />Namun, jutaan umat Islam terinspirasi oleh perjaungan Irshad Manji setelah membaca buku ini, dan segera bangkit untuk berjuang melawan penindasan atas nama agama di komunitas-komunitas mereka sendiri. Terbit pertama kali pada tahun 2003, buku ini telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa, mencakup Arab, Persia, Prancis, Urdu, Malaysia, dan Indonesia; menjadi buku bestseller dan bacaan wajib bagi kaum muslim yang berpikiran kritis, para aktivis hak asasi manusia, yang mendambakan reformasi di tubuh umat Islam. Di negara-negara di mana buku ini disensor, Irshad masih mampu menyapa para pembacanya dengan cara mem-posting terjemahan buku ini di website-nya. Terjemahan bahasa Arab sendiri telah dibaca oleh jutaan orang Arab dan menjadi kasak-kusuk hebat di kalangan pemuda Timur Tengah, terutama para perempuannya, yang ingin bebas dari penjara atas nama agama di negeri mereka. <br />Di buku ini Irshad Manji memaparkan kelemahan-kelemahan dalam Islam yang paling mendasar: terorisme atas nama agama, posisi perempuan muslim yang tertindas; kebencian yang berlebihan terhadap umat agama lain; dan pembacaan Al-Quran yang terlampau literal. ia visi reformasi Islam yang lebih menghormati umat lain, kaum perempuan, dan merangsang pikiran untuk keluar dari kepicikan. Manji berseru kepada dunia Islam untuk menghidupkan kembali, tradisi berpikir independen yang hilang selama ratusan tahun dari peradaban. Tak peduli ancaman pembunuhan yang ia terima, ia berkeliling dunia, menggugah orangIslamuntukterusbertanya.<br /><br /> B. KONSEP PEMIKIRAN IRSHAD MANJI<br />1. Islam harus ditafsirkan terus-menerus sesuai dengan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. <br />2. Saat ini Islam mengalami krisis yang akan mengancam dan menyeret seluruh dunia ke dalamnya. Memang semua agama memiliki kelompok fundamentalis sendiri-sendiri yang menerapkan tafsiran harfiah, namun di agama Islam kelompok fundamentalis merupakan kelompok mainstream. Obsesi kelompok fundamentalis untuk menelan ajaran Islam secara harfiah merupakan penyebab semua masalah yang melanda Islam saat ini. Pola pemikiran seperti itulah yang menyebabkan muslim menganggap dirinya sebagai kelompok superior dan mendiskriminasi perempuan serta orang lain yang memiliki pandangan berbeda. Pola seperti itu pula yang menjadi kekerasan, serangan bunuh diri, dan terorisme. <br />3. Tafsiran yang anti-demokrasi dan anti- perempuan bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Masih ada alternatif. Dan satu-satunya alternatif untuk itu adalah dengan menghidupkan kembali Ijtihad, tradisi berpikir independen dalam Islam. Tradisi itu mengajak setiap muslim untuk tidak secara mentah- mentah atau harfiah menerima ajaran Islam. <br />4. Ketidakmampuan muslim untuk turut ambil bagian dalam dunia modern saat ini bukan karena faktor luar seperti kolonialisme, melainkan karena adanya penindasan terhadap pandangan bebas dan kritis. Manji menantang kaum muslim untuk kembali menentukan nasibnya sendiri dengan mengembalikan pandangan bebas dan kritis guna memperbaharuiâ Islam untuk abad ke-21. <br />5. Manji mendorong kaum intelektual Barat untuk mengkritik Islam. Menurutnya kritik sangat untuk membawa pembaharuan yang dibutuhkan. Di Barat, filsafat multikulturalisme sudah berubah menjadi pandangan ortodoks, yang membuat orang Barat cenderung bersikap cuek dengan permasalahan di tempat lain. Orang-orang Barat akut dicap bersikap rasialis jika mengkritik Islam. Namun, menurut Manji, mengkritik Islam untuk membela hak asasi manusia bukanlah tindakan rasionalisalis. Kebudayaan layak dihormati selama budaya itu juga menghormati. Menurutnya kritik sangat dibutuhkan untuk membawa pembaharuan yang dibutuhkan. Di Barat, filsafat multikulturalisme sudah menjadi pandangan ortodoks, yang membuat orang Barat cenderung bersikap cuek dengan permasalahan di tempat lain. Orang-orang Barat takut dicap bersikap rasialis jika mengkritik Islam. Namun, menurut Manji, mengkritik Islam untuk membela hak asasi manusia bukanlah tindakan rasialis. Kebudayaan layak dihormati selama budaya itu juga menghormati. <br /><br />C. INSPIRASI DAN KONTROVERSI PEMIKIRAN <br />1. Sebagai monoteis pertama di muka bumi, kaum Yahudi meletakkan dasar-dasar bagi kaum Kristen dan kaum muslim. Jadi, bukanlah kaum muslim Arab yang menemukan Tuhan yang satu, umat Islam menamai ulang Dia sebagai Allah . Allah adalah kata Arab Tuhan kaum Yahudi dan Kristen. Namun umat Islam saat ini kurang mengapresiasi fakta sejarah tersebut. (Hlm. 62). <br />2. Jika saja lebih banyak dari kita yang tahu bahwa Islam adalah produk yang saling berkaitan, bukan sebagai sebuah jalan hidup utuh yang orisinal jika saja kita bahwa <br />kita adalah makhluk hasil persilangan spiritual akankah kita lebih mau menerima yang lain ? Kenapa kita begitu enggan untuk mengakui pengaruh-pengaruh luar, kecuali ketika kita Barat atas aneka luka kolonial yang kita derita. Yang, pada gilirannya, memunculkan sebuah: Apakah Islam lebih picik daripada agama-agama dunia lainnya? (Hlm. 143). <br />3. Pilih satu negara muslim, negara muslim mana saja, dan penghinaan paling brutal akan segera menyentak kesadaranmu. Di Pakistan, rata-rata dua perempuan mati setiap hari akibat pembunuhan demi kehormatan , sering kali atas nama Allah yang diucapkan oleh mulut para pembunuh. Di Malaysia, seorang perempuan muslim tidak bisa melakukan perjalanan tanpa izin dari seorang lelaki. Di Mali dan Mauritania, anak-anak lelaki dirayu masuk perbudakan oleh para pemaksa muslim. Di Sudan, perbudakan terjadi di tangan para milisi muslim. Di Yaman dan Yordania, pekerja kemanusiaan Kristen ditembak begitu saja. Di Bangladesh, seniman yang mengadvokasi hak-hak religius kelompok minoritas dipenjarakan atau diusir ke luar negeri. Semua itu terdokumentasi dengan baik. (Hlm. 72). <br />4. Sebagian besar kaum muslim memperlakukan Al-Quran sebagai dokumen yang harus ditiru (diimitasi) ketimbang harus diinterpretasikan. Dan hal itu membunuh kemampuan kita untuk berpikir bagi diri kita sendiri. (Hlm. 75). <br />5. Al-Quran tidak secara transparan bersifat egaliter terhadap perempuan. Al-Quran tidak secara transparan bersifat apa pun selain banyak teka-teki. ....kaum muslimlah yang memproduksi banyak keputusan dengan mengatasnamakan Allah. Keputusan-keputusan yang kita buat berdasarkan Al-Quran tidak didiktekanolehTuhan: Kita membuatnya melalui kehendak bebas kita sebagai manusia. (Hlm. 82). <br />6. Al-Quran umat Yahudi dan Nasrani untuk tetap tenang. Tidak ada yang perlu mereka takutkan atausesalkan selama mereka tetap setia pada kitab suci mereka. Tetapi di sisi lain, Al-Quran secara terang-terangan menegaskan bahwa Islamlah satu- satunya keyakinan yang benar . (hlm.85-86).<br /> 7. Al-Quran juga tidak mendorong kaum muslim untuk memposisikan kaum Yahudi dan Kristen sebagai teman. Bahkan kita tidak diperkenankan untuk menjadi salah satu dari mereka. Al-Quran mengatakan mereka sebagai orang yang tidak adil yang tidak diberi petunjuk oleh Tuhan . Ada pembahasan mengenai penaklukan, pembantaian, dan pemberian pajak khusus kepada kaum non-muslim sebagai upeti kepada para penakluk muslim mereka. Itu semua merupakan tema yang membuat darah mendidih. Hal-hal semacam itulah yang pembenaran kepada beberapa kaum muslim yang melecehkan dialog antar-iman untuk pemeluk agama lain. Bagi mereka yang berpaham demikian, non-muslim boleh eksis, tapi tidak boleh eksis pada tingkatan yang sama seperti kaum muslim. Bahkan, sama sekali tidak mungkin mencapai tingkatan kaum muslim, karena Islam bukanlah salah satu keyakinan dari sekian banyak keyakinan lain. Islam jauh lebih superior di atas yang lain. Karena Islam membawa wahyu yang sempurna dan nabi yang terakhir. Bukankah membaca Al-Quran dengan cara seperti ini adalah suatu pilihan juga? Tapi, kita tidak sadar jika kita sedang memilih cara yang ini. (Hlm. 88). <br />8. Ketika pintu ijtihad tertutup, hak berpikir independen hanya menjadi milik eksklusif kelompok mufti, ulama ahli hukum, di setiap kota atau negara. Sampai hari ini, kata Mahmoud, para opini-opini hukum, yang disebut fatwa, sesuai dengan asas-asas mazhab mereka. Kumpulan fatwa itu berfungsi sebagai manual terutama bagi para mufti yang kurang atau kurang mampu. Kurang kreatif? Kurang mampu? Kurang mampu ketimbang siapa? Anda atau aku? Apa kita masih membutuhkan mereka? Daripada terus menjiplak jiplakan mereka, bukankah lebih baik kita dengan sekuat tenaga mengguncang-guncang pintu ijtihad supaya terbuka? (Hlm. 114). <br />9. Lihatlah contoh lain bagaimana kita memuja pengulang- ulangan: hukum Syariah. Selalu dikatakan bahwa Syariah mewakili ideal-ideal Islam. Sebagian besar muslim beranggapan bahwa Syariah adalah sesuatu yang suci. Sebagian besar Syariah, tulis seorang pembela reformasi, Ziauddin Sardar, tak lebih daripada sekadar pendapat hukum dari para hakim klasik dengan kata lain, Syariah adalah milik keempat Mazhab Sunni. Diciptakan selama masa kerajaan Islam, kode-kode hukum ini terus-menerus dijiplak sejak saat itu. Itulah sebabnya, kata Sardar, kapan saja Syariah diberlakukan di luar konteks waktu ketika dirumuskan dan jauh di luar jangkauan kita maka masyarakat-masyarakat muslim akan menyaksikan suasana zaman pertengahan. Kita menyaksikan penerapannya di Saudi Arabia, Iran, Sudan, dan Afghanistan pada era Taliban. (Hlm. 115). <br />10. Berikut ini adalah barometer lain dari kemunafikan Arab: Selama bertahun-tahun, Kuwait mendonasikan lebih sedikit daripada donasi Israel kepada badan-badan PBB yang peduli terhadap nasib pengungsi Palestina. Arab Saudi juga tak mampu mengungguli donasi Israel meskipun uang mereka dari penjualan minyak terus menebal. Dan sekarang? Meskipun pundi-pundi uang mereka begitu berlimpah dan luas negaranya begitu besar untuk bisa ditinggali pengungsi Palestina, namun pemerintah Saudi tidak akan pernah menerima orang Palestina sebagai warga negara mereka. Sebaliknya, mereka akan mengumpulkan dana amal melalui program resmi di televisi yang sangat panjang, guna mendanai para pengebom bunuh diri. Mereka juga akan menghadiahi para keluarga pengebom bunuh diri yang berhasil dengan imbalan ibadah haji ke Makkah. Semua biayanya ditanggung pemerintah Saudi. (Hlm. 164-165). <br />11.Taslima Nasrin, seorang penulis dan dokter feminis yang dikucilkan di Bangladesh, contoh konkret tentang apa yang telah dia alami jauh sebelum orang Saudi menjadi kaya. Saat kecil, katanya, aku diberi tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Segala sesuatu berarti segala sesuatu. Jadi, Allah seharusnya tahu bahasa Bengali, bukan? Dia bertanya kepada ibunya, Bagaimana mungkin aku harus shalat dalam bahasa Arab? Ketika aku ingin berbicara dengan Allah, kenapa aku harus menggunakan bahasa orang lain? Ibunya tidak mengungkapkan alasan yang memuaskan, kecuali sebuah jawaban yang itu-itu saja. (Hlm. 218). 12. Apakah Al-Quran ditulis Allah dari awal sampai akhir? Sepanjang dekade-dekade pertama Islam, dengan sedikit waktu mencerna keyakinan yang baru itu, orang Arab meraih sukses militer internasional atas nama Allah. Bisa dipahami jika pengumpulan ayat- ayat Al-Quran harus dipercepat untuk memenuhi tekanan sebuah dinasti. Dalam sebuah esai revolusioner yang berjudul Apakah Al- Quran itu? , The Atlantic Monthly menceritakan seorang panglima yang kembali dari Azerbaijan. Sang panglima memperingatkan khalifah ketiga, Usman, bahwa para mualaf mulai bercekcok tentang apa yang dikatakan Al-Quran. Dia memohon kepada Khalifah Usman untuk mendahului orang-orang ini sebelum mereka terseret ke dalam pertikaian, sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Yahudi dan Kristen. Khalifah Usman segera menitahkan untuk membukukan Kitab Suci. Wahyu-wahyu yang dihafal akan ditulis dan perkamen-perkamen ayat-ayat suci yang terpencar-pencar akan dikumpulkan, semuanya akan didistribusikan sebagai sebuah versi Al-Quran. Salinan-salinan tidak atau tidak resmi akan dimusnahkan. Pertanyaannya: Setelah disetujui dengan terburu-buru, bagaimana jika versi yang sempurna ternyata kurang sempurna? (Hlm. 222). <br />13. Jalan ke depan harus berusaha menjawab tiga tantangan pada saat yang sama. Pertama, merevitalisasi ekonomi dengan melibatkan potensi perempuan. Kedua, memberikan tantangan pada bangsa Arab padang pasir untuk melakukan penafsiran yang beragam terhadap Islam. Ketiga, bekerja sama dengan Barat, bukan melawannya. (Hlm. 242). <br />14. Bertanyalah tentang uang yang Anda sumbangkan ke lembaga amal. Âtau sejumlah lembaga donor tanpa disadari membiayai sekolah- sekolah dan - sosial yang dijalankan oleh kelompok fundamentalis Islam. Para fundamentalis ini menekan para lelaki untuk pergi ke masjid (dan) para perempuan untuk membungkus tubuh mereka. Mereka mendorong diakhirinya sekolah yang mencampur lelaki dan perempuan bersama, melarang para gadis untuk belajar sains, olahraga, dan seni. Mereka menganjurkan pendidikan yang kebencian terhadap kelompok lain. (Hlm. 290). <br />15.Setelah banyak bereksplorasi, interpretasi pribadiku terhadap Al-Quran membawaku pada tiga pesan yang baru saja kudapatkan. Pertama, hanya Tuhan yang sepenuhnya tahu kebenaran dari segala hal. Kedua, hanya Tuhan yang bisa orang yang tak beriman, dan itu berarti bahwa hanya Tuhan yang tahu apa itu keimanan sejati. Ketiga, kesadaran kita membebaskan diri kita untuk merenungkan kehendak Tuhan tanpa kewajiban apa pun untuk tunduk pada tekanan dari prinsip atau faham tertentuâ (Hlm. 310). <br /> Irshad Manji adalah seorang feminis muslim Kanada, penulis, jurnalis, dan juga aktivis hak asasi manusia. Ia adalah direktur Moral Courage Project di New York; Moral Courage Project mengajari para pemuda untuk menyuarakan kebenaran di komunitas- komunitas mereka. Manji adalah seorang kritikus terhadap Islam radikal dan - ortodoks atas Al-Quran. Ia mengadvokasi bangkitnya pemikiran kritis, yang dikenal sebagai ijtihad dalam tradisi Islam. Demi tujuan itu, dia mendirikan Project Ijtihad, sebuah organisasi internasional untuk menciptakan jaringan umat Islam yang tertarik dengan reformasi Islam. Ia merupakan sebuah lembaga yang akan membantu para muslim muda untuk memimpin reformasi Islam. <br />Sebagai seorang jurnalis, tulisan-tulisannya muncul di banyak media, dan dia pembaca dari Amnesti Internasional, PBB, Democratic Muslims di Denmark, Royal Canadian Mounted Police. Dia juga sering tampil di jaringan televisi dunia, mencakup Al Jazeera, CBC, BBC, MSNBC, C-SPAN, CNN, PBS, The Fox News Channel, dan The CBS Evening News. Melihat kepemimpinan dan prestasinya, Oprah Winfrey menghargainyadengan Chutzpah Award atas keberanian, tekad, ketegasan, dankeyakinannya . Majalah Ms. menabalkan Irshad sebagai Feminis Abad21 . Macleanâ memberinya penghargaan Honor Roll di tahun 2004 pada Hari Perempuan Internasional tahun 2005, The Jakarta Postmengakui Irshad sebagai satu dari tiga muslimah yang mampu perubahan positif dalam Islam.<br /><br />D.PENGAKUAN ATAS BUKU INI, <br />Semangatnya melampaui zamannya. Membaca buku ini bagai membaca wahyu. The New York Times Sebuah seruan keras bagi setiap muslim untuk jujur pada diri sendiri, dan kembali kebenaran yang selama ini diyakininya. Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM, Manji adalah suara-suara terpendam dari kaum muslim yang kritis namun takut bicara. Ayu Utami, Penulis Sebuah buku berani yang ditulis oleh seorang muslimah yang tidak takut mati! Lola Amaria, Artis Aku sangat terkejut dengan apa yang dia katakan. Dan sungguh- sungguh berterima kasih. Hesham, Muslimwakeup. Buku ini bisa menjadi mimpi buruk bagi Osama bin Laden. United Press International Seruan yang keras dan jelas untuk melakukan reformasi dan bersikap jujur. Sinis, blak blakan, sedikit kurang ajar, tapi sangat berguna. <br />The Globe and Mail Yang ditolak Manji sebenarnya sederhana, Ia tidak menerima bahwa Islam adalah struktur yang stagnan dan tak dapat diubah. The Friday Times (Pakistan) Gerakan-gerakan demokratik yang kini muncul telah menunjukkan bagaimana banyak kaum muda muslim ingin menyuarakan aspirasi- aspirasi mereka dan mencapai potensi mereka sepenuhnya. Jika Anda ingin merasakan suara mereka, bacalah buku Manji yang berani ini. Thomas Friedman, The New York Times Lebih agung, jauh lebih agung, ketimbang seorang gadis yang bertemu dengan Tuhannya. O, The Oprah Magazine Salah satu analisis terhadap Islam yang paling tajam sejak peristiwa 11 September. Philadelphia Inquirer.<br />Irshad Manji adalah sosok perempuan Muslimah yang Imannya Liberal dan patut di pertanyakan karena disatu sisi ia menyatakan dirinya Muslim yang beriman disisi lain yang juga menyatakan dirinya sebagai seorang yang lesbian berarti Irshad Manji, telah menembus batas agama, budaya dan negara. Artinya kalau ia telah menyatakan diri “Aku seorang muslim yang beriman”, sebuah pengakuan yang sudah barang tentu identik dengan kepatuhan total kepada Tuhan. Tetapi, pernyataan itu akan menohok kaum beriman setelah ia juga menegaskan bahwa dirinya adalah seorang lesbian. <br />Irshad Manji yang berfaham Liberalisme Islam, dalam manifestasinya yang muutahir adalah merupakan bagian dari Liberalisme Global. Liberalisme disini diartikan sebagai paham yang menjunjung kebebasan individu, terutama dari negara. Paham Liberalisme inilah yang sebenarnya juga merupakan sumber dari teori tentang masyarakat warga (vcivil society). Dengan menjunjung tinggi asas kebebasan individu ini, maka setiap warga negara memiliki hak-hak asasi manusia di segala bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan kultural. Hak asasi manusia ini harus dilindungi dan diperjuangan di negara-negara yang kurang memahami hak-hak asasi manusia. Kebebasan dan hak-hak asasi manusia ini adalah merupakan fondasi dari demokrasi, karena dengan asas-asas itu setiap warga negara diberi hak pilih dan dipilih. <br />Di bidang ekonomi, setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan sesuai dengan kemanusiaan, paling tidak hak-hak dasarnya, yaitu akses terhadap kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang papan, kesehatan dan pendidikan yang merupakan freedom from want. Juga setiap warga berhak terhadap kebutuhan keamanan (freedom from fear) dan kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama (freedom of spech and expresion), yang semuanya itu dijamin dalam UUD 1945 (yang asli). Namun di Dunia Islam, nilai kebebasan itu merupakan gejala baru yang sedang diperjuangkan, terutama oleh kelompok Islam liberal di Indonesia dan di Dunia Islam pada umumnya. Jika nilai-nilai kebebasan itu diharamkan oleh MUI, maka Islam itu bertentangan dengan asas kebebasan. Dalam menolak asas kebebasan ini, seringkali makna kebebasan disalah artikan, misalnya “bebas sebebas-bebasnya yang tanpa batas”, yang sebenarnya bukan kebebasan tetapi anarki. Padahal kebebasan justru bukan anarki. Ibn Taymiyah sendiri lebih memilih otoriterian dari pada anarki. Yang dimaksudkan dengan kebebasan alam Liberalisme disini adalah kebebasan yang dilembagakan dalam hukum ketata-negaraan. <br />Pluralisme agama yang diharamkan oleh MUI itu bersama-sama dengan multikulturalisme, juga sudah lama dikenal dalam kebudayaan Islam sejak zaman Klasik. Sejak awal penyebarannya, kaum Muslim sudah membentuk sebuah dunia yang kosmopolitan. Dalam perjumpaannya dengan budaya-budaya lokal, seperti Mesir, Maghribi, Persia, India, Turki, Asia Tengah dan Cina, penguasa-penguasa Muslim tidak memusnahkan kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama lokal, bahkan merengkuhnya, sehingga terbentuk Islam yang warna-warni, bagaikan pelangi yang indah. Dunia Islam, sejak awal perkembangannya sudah merupakan pluralitas dan karena itu mendekatinya dengan pluralisme yang merayakan keragaman sebagai rahmat. Dalam menghadapi realitas mengenai pluralitas Dunia Islam itulah berkembang pluralisme. Karena itu maka dalam Dunia Islam terdapat berbagai kultur dan sub-kultur yang membentuk kesatuan pelangi Islam. <br />Tapi pluralitas yang lahir di zaman modern ini memang berbeda dengan pluralitas di zaman Klasik dan Abad Pertengahan. salah satu perbedaannya adalah pada`zaman lalu, kebudayaan Islam menjadi payung qatau tenda besar terhadap kebudayaan-kebudayaan lokal. Sekarang Islam sebagai kebudayaan, merupakan bagian dari pluralitas global, dengan kebudayaan Barat yang berintikan budaya Yudeo-Kristiani sebagai pemegang hegemoni yang mendominasi. Hal inilah yang barangkali menjadi latar belakang resistensi sebagian umat Islam (khususnya Islam-politik) terhadaop Pluralisme modern. <br />Irshad Manji dianggap sebagai mimpi buruk bagi Osama bin Laden. kegeramannya terhadap kekerasan yang seringkali mengatasnamakan agama tak bisa ditutup-tutupi lagi. Karenanya, ia bersikeras untuk keotentikan Islam melalui caranya sendiri. Jalan kebebasan yang ia pilih mendorongnya untuk membebaskan dirinya sendiri dari semua doktrin agama yang mengungkung dan menakutkan. Dalam, kelahiran Uganda, Afrika Timur berdarah India-Mesir ini, menemukan banyak sekali ketidaksesuaian dalam agamanya. Seperti paparannya, bahwa ia merasa harus berkata jujur pada semua orang terutama tentang dengan agamanya yang kurang begitu menyenangkan. Hidupnya bergantung pada fatwa yang mengklaim diri mereka sebagai wakil Allah (hlm.34). Mengapa ia sampai pada kesimpulan ini? Irshad Manji mengaku kenyang melihat fenomena keislaman yang sering didiskreditkan oleh Barat dan Eropa. Berdasarkan fakta-fakta yang ia himpun, ia menyaksikan betapa rapuhnya kemampuan umatnya untuk merekonstruksi logika berpikir yang seimbang dan sesuai antara kitab suci dengan realitas. Bertindak tanpa berpikir ulang adalah kebiasaan yang mengandung resiko, tetapi anehnya menurutnya tetap dilestarikan. <br />Di balik segala penuturannya yang jujur dan apa adanya, Irshad Manji barangkali lupa jika dirinya meneropong Islam sebagai fenomena. Secara fenomenologis, setiap orang boleh saja menyimpulkan pandangannya secara taken for granted. Seharusnya ia lebih terbuka dalam tulisannya, bahwa ia harus memilih untuk perspektif antropologiskah, sosiologis atau politik? Sehingga paparannya yang cenderung eksplosif dan emosional tidak dicibir begitu saja hanya sebagai dongeng di siang bolong. Memang tidak sedikit kritiknya atas Islam yang didasarkan pada pengalaman empiris dalam jejak rekam sejarah hidupnya yang bisa diambil sebagai pelajaran berharga untuk umatnya. Tetapi “prestasi” personalnya itu tidak akan pernah bisa melewati arus utama para pemegang otoritas dalam Islam. Selamanya! Ia benar, ketika menegaskan bahwa dirinya tidak mau bungkam atas kebiadaban dan intoleransi yang dilakukan oleh para pemegang otoritas di beberapa negeri mayoritas Muslim. Tetapi ia tidak bisa begitu saja mereduksi dan “topografi” fenomenologisnya kepad Islam.<br />Kalau melihat isi penuturan dalam bukunya bahwa Irshad Manji bahwa Ia adalah sosok orang berfaham Sekularisme artinya orang yang menganut faham bebas dari kekangan agama manapun, bebas untuk melakukan apa saja yang inginkan menurut kemauannya sendiri, justru itu dalam dalam bukunya ia menuturkan bahwa Ia sudah muak dengan rasa ketidak adilan dan ketidakjujuran padahal dalam ajaran agama tidak seperti itu bahwa Islam sangat mengangkat harkat dam marabat manusia pernyataanya ini hampir sama seperti apa yang dikatakan Cox, Ia mengatakann bahwa Dunia ini perlu dikosongkan dari nilai-nilai rohani dan agama. Sains akan berkembang dan maju jika dunia dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan adanya kekuatan supernatural yang menjaga dunia. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apapun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan cara apa pun, semua makna-makna rohani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Untuk itu, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (Divine entity). <br /> Karna konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan desacralization of polities) yang bermakna bahwa politik tidaklah sacral. Jadi unsur-unsur rohani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh karena itu pula, peran ajaran agama kepada institusi politik harus disingkirkan. Hal ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah. Seperti halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekularisasi juga terjadi dalam kehidupan, yaitu dengan penyingkiran nilai-nilai agama atau dekonsekrasi nilai-nilai. Mereka mengatakan bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekuler harus dikosongkan dari nilai-nilai agama. Dengan konsep ini, manusia sekuler dapat tidak mengetahui kekebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap karena semua hal dianggap relatif. Makna kebenaran bagi mereka adalah segala yang berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam Al-Qur’an<br />Padahal konsep kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. di yakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir maupun batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan perogresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual dalam kehidupan, agama bagi manusia sangat penting karena agama mngantarkan manusia dan memberikan petunjuk supaya dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi dengan sebaik-baiknya. Namun ada yang berpendapat malah justru sebaliknya, yang mengatakan bahwa kehadiran agama itu hanya membawa malapetaka, diskriminasi, kehancuran, bahkan mengahambat kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan di dunia ini, dengan konsep seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.<br /> Namun untuk lebih jelasnya istilah sekularisme itu mengacu kepada doktrin atau peraktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara . Sejak kemunculan demokrasi dan sistim ekonomi kapitalisme akan dapat dilacak kelahiran dari sekularisme, ketika agama sudah dipisahkan dari kehidupan berarti agama dianggap tak punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan manusia, jika demikian maka manusia itu sendirilah yang mengatur kehidupannya, bukan agama. Dari sinilah lahir demokrasi yang menjadikan manusia mempunyai peroggratif untuk membuat dan mengatur hidupnya sendiri. Dengan perkataan lain demokrasi menjadikan manusia sebagai source of power (sumber kekuasaan baik legislatif, ekskutif, maupun yuidikatif) sekaligus sebagai source of legislation (sumber penetapan hukum)<br /> Kalau seseorang konsep pemikirannya seperti Irshad Manji maka semua orang akan berfaham sekuler yang menafikan ajaran agama terhadap segala sesuatu maka hilanglah cahaya agama dalam hatinya dan berdampak negative kepada kepada diri sendiri yaitu melakukakan sesuatu menurut kehendaknya sendiri karena tidak mendapat tekanan dari faham apapun, bahakan menutut hemat saya bahwa penulis buku ini ia tidak tahu apa yang yang ia tulis dalam artian tidak mengerti, begitu pula dengan hasil tulisan seseorang dapat di beri nilai positif jika penulisnya memang memahami apa yang ia tulis. Untuk penulis diatas dengan judul “Beriman Tanpa Rasa Takut”, adalah contoh penulis buku tentang Islam yang tidak mengerti tentang Islam. maka ia akan menulis dan menafsirkan menurut nafsu dan bisikan syaithan atas dirinya. Pesan saya, segera bertaubat dan belajar Islam dari 0 (nol) bersihkan hati dari kedengkian dan seringlah berdo'a kala sepertiga malam terakhir meminta hidayah dari Allah SWT Ya Allah beri hidayahMU pada penulis diatas dia ... dan jangan Engkau binasakan ia dalam nerakaMu….Amin.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-11793748610623067752010-01-24T02:48:00.000-08:002010-01-24T02:49:28.347-08:00ALI IBN ABI THALIBA. KELUARGA ALI IBN ABI THALIB<br />Ali Ibn Abi Thalib keturunan Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim memiliki sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat .<br /> Ayah Ali Ibn Abi Thalib adalah Abdul Manaf. Sedangkan nama “Abu Thalib” adalah untuk nama panggilan Abdul Manaf yang diambil dari nama putra sulungnya, yaitu Thalib (kata “Abu” berarti bapak dan kata “Thalib” adalah nama putera sulungnya).<br /> Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah. Sedangkan Abdullah sendiri adalah ayah Muhammad saw. Abu Thalib telah memelihara dan mengasuh Muhammad saw pada waktu masih kecil, dan setelah beliau besar dan dewasa, Abu Thalib juga yang membela, melindungi, dan menjaga keselamatannya.<br /> Ibu Ali Ibn Abi Thalib bernama Fatimah Binti Asad bin Hasyim. Dalam kitab ‘al-Mustadrak”, al-Hakim mengetengahkan sebuah riwayat yang berasal dari sumber yang terpercaya (tsiqah), bahwa fatimah binti Asad adalah seorang wanita yang sangat kuat iman dan takwanya setelah memeluk Islam. Ia termasuk wanita yang kuat dalam berpegang kepada agama setelah ia memeluk Islam, dan kemudian ikut hijrah ke Madinah.<br />Ketika Ali Ibn Abi Thalib baru lahir, Fatimah binti Asad telah memberi namanya dengan “Haidarah” yang artinya adalah “singa”. Akan tetapi orang lebih mengenalnya dengan sebutan “Ali”yang telah diberikan oleh Muhammad saw . Setelah dewasa, Ali mempunyai beberapa nama panggilan. Ia dipanggil juga dengan “Abul Hasan” dan “Abul Husain”, yang masing-masing diambil dari nama dua puteranya, yaitu al-Hasan dan al-Husain. Ketika Rasul saw masih hidup, al-Hasan memanggil ayahnya dengan “abul Husain”, dan al-Husain memanggil ayahnya dengan “abul Hasan”. Selain itu, Ali juga mempunyai nama panggilan yang diberikan oleh Rasul yaitu “Abu Thurab” (Abu bermakna “bapak”, dan Turab bermakna “tanah, pasir, dan debu”) .<br />Mengenai hari lahir Ali Ibn Abi Thalib, berbagai sumber riwayat berbeda pendapat. Akan tetapi sebagian besar pendapat mengatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat malam tanggal 10 bulan Rajab. Dalam kitab “Fushul al-Muhimmah” terdapat sebuah riwayat yang mengatakan bahwa Ali Ibn Abi Thalib lahir pada malam minggu tanggal 23 bulan rajab. Sumber riwayat lain mengatakan bahwa ia lahir pada malam Minggu tanggal 7 bulan Sya’ban, 30 tahun setelah tahun gajah. Akan tetapi ada riwayat lain mengatakan bahwa ia lahir pada tanggal 29, 30 tahun setelah kelahiran Muhammad. Ali Ibn Abi Thalib lahir di dalam Ka’bah di kota Mekkah .<br />Seperti diriwayatkan, Ali Ibn Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al-Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama. <br />Istri Ali Ibn Abi Thalib yang pertama adalah Fatimah az-Zahra binti Muhammad saw. Ketika istrinya yang pertama itu wafat, Ali tidak mempunyai istri lain. Sepeninggalan Fatimah az-Zahra, ia nikah dengan Umamah binti Abul-‘Ash, puteri Zainab binti Rasulullah, kakak Fatimah az-Zahra ra., kemudian nikah dengan Ummul-Banin binti Haram bin Darim al-Kilabiyah; dengan Laila Binti Mas’ud binti Khalid an-Nahsyaliyah at-Tamimiyah ad-Daramiyah; dengan Asma binti Umais al-Khats’amiyah. <br />Keturunannya yang mulia, selanjutnya mengalir dari Hasan, Husain, Muhammad Ibn Hanafiah, Umar dan Abbas. Karena kecintaan dan penghormatannya yang mendalam terhadap sahabat Nabi yang mulia, dan yang telah dijanjikan masuk surga, maka ia menamakan beberapa orang anaknya dengan nama-nama mereka, yaitu: Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Abu Bakar, anaknya, terbunuh bersama Husain dalam peristiwa Karbala. Anak ini merupakan anak dari isterinya, Laila bin Mi'waz. Sementara anaknya Utsman yang dilahirkan dari isterinya Ummu Banin, juga terbunuh dalam perisiwa Karbala. Sedangkan Umar adalah anaknya dari Ummu Habib ash Shahba .<br /> <br />B. PENGALAMAN ALI IBN ABI THALIB DALAM PEPERANGAN<br /> Semua penulis kitab-kitab sejarah dan hadits memberitakan bahwa Ali Ibn Abi Thalib tidak pernah tidak turut berperang bersama-sama Rasulullah kecuali dalam perang tabuk . Berikut ini penulis paparkan pengalaman perang yang pernah diikuti oleh Ali Ibn Abi Thalib , dengan difokuskan hanya pada perang Badar dan perang Uhud. <br />1. Perang Badar.<br />Perang badar merupakan peperangan pertama yang terpaksa dihadapi oleh kaum muslimin, dan sekaligus merupakan demonstrasi kegigihan dan ketangguhan kaum muslimin melawan serangan bersenjata kaum musyrikin Quraisy, dan juga untuk pertama kali bendera perang Rasulullah berkibar di medan laga. Bendera yang melambangkan tekad perjuangan menegakkan agama Allah itu oleh Rasulullah diserahkan kepada Ali. Bendera perang (raayah) melambangkan kepemimpinan atas seluruh pasukan, sedangkan panji-panji (liwa’) melambangkan kepemimpinan atas sebagian pasukan. Dengan demikian, maka pemegang bendera perang sama kedudukannya dengan panglima, dan pemegang panji-panji pasukan sama kedudukannya dengan komandan pasukan. Tegasnya, kehadiran Rasul dalam peperangan tersebut adalah sebagai panglima tertinggi, dan Ali berkedudukan sebagai panglima perang.<br />Ketika perang badar mulai berkobar, Ali Ibn Abi Thalib bersama pamannya, Hamzah Ibn Abdul Muthalib, disertai beberapa orang sahabat yang lain berada di barisan paling terdepan. Sebagai orang yang diberi kepercayaan penuh oleh Rasul, ia memberi contoh kepada semua pasukan muslimun untuk terjun ke medan laga dan menerjang pasukan musuh yang jauh lebih besar dan lebih kuat.<br />Ketika terjadi perang tanding, Ali Ibn Abi Thalib berduel melawan al-Walid, kedua-duanya adalah yang termuda dikalangan pasukannya masing-masing. Ubaidah berduel melawan Syaibah, kedua-duanya orang yang tertua. Hamzah berduel dengan Uthbah, kedua-duanya termasuk orang-orang yang berusia sedang. Dengan demikian, maka sesuai dengan tradisi yang berlaku, tiap tantangan perang tanding harus dilayani oleh orang yang berumur sebaya. Setelah melakukan dual, tiga orang pendekar perang musyrikin Quraisy tersebut mati terbunuh ditangan tiga orang pendekar dikalangan kaum muslimin tersebut. Akhirnya, dalam perang badar ini telah dimenangkan oleh kaum muslimin. Dalam perang Badar ini, 70 orang pasukan kafir Quraisy mati terbunuh, dan hampir separuhnya mati di hujung pedang Ali Ibn Abi Thalib. Selain itu, lebih dari 70 orang pemuka Quraisy berjaya ditawan dan dibawa ke Madinah. <br />2. Perang Uhud.<br />Peperangan Uhud terkenal dalam sejarah sebagai peperangan yang amat gawat. 700 pasukan muslimin harus berhadapan dengan 3000 pasukan kafir Quraisy yang dipersiapkan dengan bekalan dan senjata serba lengkap .<br />Dalam menghadapi peperangan melawan kaum musyrikin yang memusatkan pasukannya di lembah Uhud, Rasul menetapkan adanya tiga buah panji. Panji-panji pasukan muhajirin beliau serahkan kepada imam Ali merangkap sebagai pemegang raayah ( bendera perang, yang berarti pemimpin semua pasukan muslimin).<br />Untuk menghadapi kaum musyrikin yang sudah memusatkan kekuatan di Uhud, pasukan muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW menuju ke tempat itu, dengan melalui jalan singkat sehingga gunung Uhud berada di belakang mereka. Kemudian Rasulullah SAW mula mengatur barisan. 50 orang pasukan pemanah ditempatkan di sebuah lembah di antara dua bukit. Kepada mereka diperintahkan supaya menjaga pasukan yang ada di belakang mereka. Ditekankan jangan sampai meninggalkan tempat, walau dalam keadaan apa sekalipun. Sebab hanya dengan senjata panah sajalah serbuan pasukan berkuda musuh dari belakang dapat ditahan.<br />Thalhah Ibn Abi Thalhah adalah seorarng pendekar perang dari bani Abdud Dar (al-Abdari), yang oleh kaum musyrikin Quraisy dijuluki dengan nama “Kabsyul-Katibah” (Bandut pasukan, yang dimaksud ialah orang terkuat dalam peperangan) mati ditangan Ali dalam perang Uhud tersebut. Dengan matinya Thalhah Ibn Abu Thalhah sebagai pemegang panji kaum musyrikin, jatuh pula panji-panji kebanggaannya. Kemudian panji-panji tersebut diambil alih secara berturut-turut oleh 12 orang tokoh kaum musyrikin, yang kemudian mati juga di tangan Ali Ibn Abi Thalib.<br />Namun dalam catatatan sejarah, perang Uhud ini dimenangkan oleh kaum musyrikin dengan sebab kelengahan kaum muslimin sendiri. Setelah pasukan kaum musyrikin telah mulai melemah, ternyata kaum muslimin menganggap enteng pasukan kaum musyrikin tersebut dan tujuan berikutnya hanya terfokus pada pengambilan harta yang telah ditinggalkan kaum kafir Quraisy yang ketika itu telah terdesak. Pasukan kaum muslimin telah tergoda dengan harta rampasan perang yang banyak. Pasukan memanah telah melupakan pesan Rasulullah SAW agar tidak meninggalkan posisi mereka. Mereka turun dari bukit untuk mengambil harta-harta yang ditinggalkan tentara musyrikin. Waktu itulah pihak musuh kembali menyusun barisan dan memulai kembali serangan ke atas tentara Islam. <br /><br />C. MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH ALI IBN ABI THALIB.<br /> Setelah Usman Ibn Affan wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali Ibn Abi Thalib sebagai khalifah yang ke empat . Namun, ternyata Ali memerintah hanya selama enam tahun. Tidak ada sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil . Masa pemerintahannya empat tahun diawali dengan perang dan diakhiri dengan perang pula. <br /> Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali Ibn Abi Thalib memecat para gubernur yang diangkat oleh khalifah Usman. Ia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Oleh sebab itu, ia mengangkat Utsman Ibn Hanif sebagai amir Bashrah untuk menggantikan Ibn Amir; Qais dikirim ke Mesir untuk menjadi amir sebagai pengganti dari Abd Allah Ibn Abi Syarh; dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan menolak untuk diganti . Selain itu, Ali Ibn Abi Thalib juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatan kepada negara , dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.<br />Pada masa pemerintahan Ali Ibn Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Ketika berkobar peperangan antara Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiyah Ibn Abu Sufyan (khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin. Mendengar ucapan itu, Ali sangat marah dan berkata: “Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan dengan kezaliman? Demi Allah, aku tidak akan melakukannya selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit .<br /> Ali Ibn Abi Thalib menghadapi perlawanan dari Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah ditumpahkan secara Zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Ia mengirimkan surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan itu ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dasyatpun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama “perang Jamal” (unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan kemudian dikirim kembali ke Madinah.<br /> Selain perlawanan dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah, Ali Ibn Abi Thalib juga menghadapi perlawanan dari gubernur di Damaskus yang bernama Muawiyah Ibn Abi Sofyan, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Maka dari itu, setelah memadamkan perlawanan Zubair, Thalhah, dan Aisyah, Ali bergerak dari Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Siffin. Pertempuran terjadi disini yang dikenal dengan nama perang Siffin. Perang kemudian diakhiri dengan tahkim (arbitrase) . <br /> Pada saat perang Siffin tersebut, sebenarnya pasukan Ali Ibn Abi Thalib hampir berhasil mematahkan pertahanan pasukan Muawiyah. Dalam situasi demikian, pasukan Muawiyah yang berasal dari Syam telah mengangkat mushhaf al-Quran sebagai tanda bahwa perang harus diakhiri dengan melakukan perdamaian yang dikenal dengan tahkim . Ali Bin Abi Thalib dan kelompoknya telah sepakat untuk mengutus Abu Musa al-Asy’ari sebagai wakil dari tahkim tersebut. Sedangkan pihak Muawiyah Bin Abi Sofyan dan kelompoknya telah memilih Amr Bin al-‘Ash sebagai wakil dalam tahkim tersebut. Selama menunggu hasil perdamaian yang dilakukan oleh masing-masing utusan, Ali Ibn Abi Thalib kembali ke Kufah dan Muawiyah kembali ke Syiria . <br />Setelah terjadi kesepakatan dua utusan tersebut, kemudian hasilnya disampaikan kepada khalayak ramai di Adzrah. Pertemuan ini disaksikan oleh sejumlah sahabat seperti Sa’ad Ibn Abi Waqash dan Ibn Umar. Dalam penyampaian tersebut, Abu Musa al-Asy’ari terlebih dahulu menyampaikan hasil tahkim tersebut kepada masyarakat, yang isinya menurunkan Ali Ibn Abi Thalib dari jabatannya sebagai khalifah. Sedangkan Amr Ibn al ’Ash dalam pidatonya telah menerima keputusan penurunan Ali Ibn Abi Thalib sebagai khalifah dan menetapkan Muawiyah Ibn Abi Sofyan sebagai penggantinya . Peristiwa ini merugikan pihak Ali dan menguntungkan bagi pihak Muawiyah. Namun demikian, hasil keputusan ini tidak diterima Ali, dan bahkan ia tidak mau melepaskan jabatannya hingga ia mati terbunuh . <br />Namun ternyata hasil tahkim tidak dapat menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, yakni orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, diujung masa pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut Ali), dan al-Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). <br />Munculnya kelompok al-Khawarij menyebabkan tentara Ali Ibn Abi Thalib semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan akhirnya pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. Ketika beliau sedang berjalan menuju ke masjid untuk sembahyang Subuh, tiba-tiba muncul Abdul Rahman Ibn Muljam dengan pedang terhunus. Pedang itu telah mencederakan Ali dengan parah. Ali kemudian telah diusung pulang ke rumahnya oleh para Sahabat. Ketika itu ramai yang ingin membalas dendam tetapi Ali sendiri dengan lapang dada dan ikhlas langsung tidak menyebut tentang balas dendam.<br /> Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya, Hasan, selama beberapa bulan. Namun karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, dibawah Muawiyah Ibn Abi Sofyan. Disisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41H (661 M) ialah tahun persatuan umat Islam, yang dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘am jamaah). <br /><br />D. WASIAT ALI IBN ABI THALIB YANG TERAKHIR <br /> Sebelum wafat, Ali Ibn Abi Thalib telah berwasiat kepada seluruh keluarganya dan kepada seluruh kaum muslimin. Adapun wasiat Ali Ibn Abi Thalib adalah sebagai berikut: <br /><br />“Aku perintahkan kamu, Hasan, dan semua anakku dan anggota keluargaku, juga siapa saja yang mendengar wasiat ini, untuk bertakwa kepada Allah, Tuhan kami dan kamu, dan janganlah “kamu mati kecuali sebagai muslim (QS al-Baqarah:132). “Dan berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah kamu berpecah belah” (QS. Ali-Imran: 103), karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “membuat kedamaian diantara masyarakat lebih utama ketimbang semua ibadah puasa dan shalat. Sungguh, dalam perselisihan dan konflik terdapat benih-benih keruntuhan agama”. Pikirkanlah dengan baik keluarga dekatmu dan perlakukan mereka dengan baik, karena dengan begitu Tuhan akan memudahkan perhitunganmu. Dengan nama Allah, jangan biarkan mulut anak yatim mengering dan berbau busuk akibat lapar. Dengan nama Allah, perlakukanlah tetanggamu dengan baik, karena mereka adalah tanggung jawab Rasulullah”.<br /><br /> Ali Ibn Abi Thalib kemudian memerintahkan kaum muslimin agar tunduk kepada al-Quran dan melaksanakan shalat secara teratur, dan menjalankan puasa ramadhan. Kemudian ia melanjutkan perkataannya dengan:<br />“Dengan nama Allah, berjuanglah (dijalan Allah) dengan harta dan jiwamu. Dengan nama Allah, bayarlah zakat karena itu akan menghapus murka Tuhan. Dengan nama Allah, waspadalah bahwa anggota keluarga nabimu tidak boleh tertindas diantara kamu. Dengan nama Allah, beranggapan baiklah terhadap sahabat nabimu, karena ia memerintahkan (menghormati) mereka. Dengan nama Allah, ingatlah kepada orang fakir miskin, bagilah hartamu bersama mereka. Dengan nama Allah, ingatlah terhadap orang-orang yang dimiliki oleh tangan (tanggunganmu), karena wasiat terakhir Rasulullah adalah “Aku memerintahkan kamu agar berbuat baik terhadap orang miskin, yaitu orang-orang yang dimiliki oleh tangan kananmu.<br /><br />Berbicaralah baik-baik dengan orang karena Tuhan telah memerintahkan kamu (Lihat QS. Al-Baqarah: 83). Janganlah berhenti melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, sebab jika tidak, (amanat) ini akan diberikan kepada orang lain. Lalu kamu berdoa, tetapi doamu tidak akan terkabul.<br /><br />Berjuanglah dengan kerendahan hati, tolong menolong dan jujur. Janganlah memutuskan diri (dari kerabatmu), menimbulkan perpecahan atau mundur dari komitmenmu. “Tolong menolonglah satu sama lain dalam kebaikan dan kesalehan, dan janganlah tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, karena Allah maha pedih siksa-Nya”. (QS. al-Maidah: 2). <br /><br />Selain wasiat tersebut di atas, ketika Ali Ibn Abi Thalib tahu bahwa sudah hampir masanya untuk beliau menyusuli Rasulullah SAW dan tiga orang Khalifah sebelumnya, ia sempat berwasiat dengan kata-kata sebagai berikut :<br />"Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah. Janganlah kalian mengejar-ngejar dunia walau dunia mengejar kalian dan janganlah menyesal jika ada sebahagian dunia itu terlepas darimu. <br />Hendaklah kalian mengatur baik-baik urusan kalian dan jagalah hubungan persaudaraan antara kalian. Ketahuilah, pertengkaran itu merosakkan agama dan ingatlah bahwa tidak ada kekuatan apa pun selain atas izin Allah. Perhatikan anak-anak yatim agar jangan sampai mereka kelaparan dan jangan sampai kehilangan hak. <br />Perhatikan Al Quran, jangan sampai kalian mendahulukan orang lain dalam mengamalkannya. Perhatikan tetangga kalian sebab mereka adalah wasiat Nabi kalian."<br /><br />Dengan berakhirnya masa khalifah Ali Ibn Abi Thalib, maka berakhirlah masa pemerintahan khulafa ar-Rasyidin. Pada masa khulafaar-Rasyidin ini, ekspansi Islam begitu cepat telah sampai keluar daerah semenanjung Arabia. Jadi, wilayah kekuasaan Islam sudah sangat luas pada saat itu. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mepunyai pengalaman politik yang memadai. <br /> Adapun hal-hal yang menyebabkan ekspansi Islam ke luar daerah semenanjung Arabia demikian cepat adalah :<br /> 1. Ajaran-ajaran dasar Islam tidak hanya menyangkut persoalan hubungan manusia dengan Tuhan dan soal hidup manusia sesudah hidup pertama sekarang saja, namun Islam juga mementingkan soal pembentukan masyarakat yang berdiri sendiri lagi mempunyai sistem pemerintahan, undang-undang dan lembaga-lembaga sendiri. <br /> 2. Dalam hati para sahabat nabi Muhammad seperti Abu Bakar, Umar,dan lain-lain terdapat keyakinan yang tebal tentang kewajiban menyampaikan ajaran-ajaran Islam keseluruh tempat. Dan pada suku-suku bangsa arab terdapat kegemaran untuk berperang. Karena mereka telah merupakan satu umat dibawah naungan Islam, peperangan antara sesama mereka, seperti yang biasa terjadi di zaman jahiliyah, tidak mungkin terjadi.<br />3. Negara Bizantium dan Persia pada saat itu telah memasuki masa kelemahan. Kelemahan itu timbul bukan hanya karena peperangan, tetapi juga karena faktor-faktor dalam negeri. Kalau di daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan Bizantium terdapat pertentangan-pertentangan agama, di Persia di samping pertentangan agama, terdapat pula persaingan antara anggota-anggota keluarga raja untuk merebut kekuasaan. <br />4. Dengan adanya usaha-usaha kerajaan Bizantium untuk memaksakan aliran yang dianutnya kepada rakyat yang diperintah, rakyat merasa kehilangan kemerdekaan beragama. Selain itu, rakyat juga dibebani dengan pajak yang tinggi guna menutupi belanja perang kerajaan Bizantium dengan kerajaan persia. Hal ini membuat rakyat-rakyat yang berada didaerah-daerah yang dikuasai Bizantium tidak senang dengan kerajaan ini.<br />5. Islam datang ke daerah-daerah dengan tidak memaksakan rakyat untuk mengubah agamanya dan kemudian memaksakan kehendak untuk masuk Islam. <br />6. Bangsa Sami di Suria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa Bizantium yang memerintah mereka.<br />7. Daerah-daerah yang dikuasai Islam seperti Mesir, Suria, Irak, dan lain-lain penuh dengan kekayaan. Kekayaan yang diperoleh umat Islam di daerah-daerah itu membuat ekspansi seterusnya mudah mendapat bea yang diperlukan.<br /><br /> Setelah Usman Ibn Affan meninggal, maka kekhalifahan diganti oleh Ali Ibn Abi Thalib. Namun, masa pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib hanya sekitar 6 tahun selama dia menjabat. Hal ini tidak sesuai dengan masa pemerintahan selama 6 tahun dengan dengan berbagai permasalahan-permasalahan yang ia hadapi. <br /> Terjadi perlawanan-perlawanan yang Ali Ibn Abi Thalib hadapi, dan lebih mengherankan para penentang tersebut adalah para sahabat nabi sendiri, yaitu Zubair dan Thalhah, dan bahkan Isteri nabi saw sendiri yakni Aisyah. Ditambah lagi dengan sikap Muawiyah Ibn Abi Sofyan, seorang gubernur Damaskus yang tidak mau tunduk pada pemerintahan pusat, membuat masa pemerintahan Ali begitu sulit dan rumit. <br /> Timbulnya perpecahan antara umat muslim diawali dengan peperangan antara Ali Ibn Abi Thalib dengan Muawiyah Ibn Abu Sofyan yang berakhir dengan peristiwa tahkim, yang telah melahirkan golongan-golongan tertentu. Seharusnya tahkim diharapkan dapat mendamaikan diantara kedua belah pihak yang bermasalah, tetapi kenyataannya malah menambah masalah baru. <br /> Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sejarah Ali Bin Abi Thalib. Pembahasan ini penulis batasi hanya pada sejarahnya mulai dari silsilah keluarganya, pengalaman dalam berbagai peperangan, masa pemerintahan khalifahnya, serta wasiatnya yang terakhir.<br /> Penulis sadari, ke empat topik bahasan tersebut di atas tidaklah memuat seluruh sejarah Ali Ibn Abi Thalib. Dalam pembahasan mengenai silsilah keluarganya misalkan, tidak penulis jelaskan secara mendetail nama-nama seluruh istrinya serta anaknya. Dalam peperangan, tidak penulis jelaskan pengalaman Ali dalam semua peperangan yang ia hadapi. Walaupun hanya sekilas penulis paparkan mengenai sejarahnya, namun diharapkan dapat memberikan gambaran riwayat Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dapat membaca sejarah Ali bin Abi Thalib melalui berbagai sumber yang lebih lengkap. <br /><br />KESIMPULAN<br /><br /> Kepribadian Ali Ibn Abi Thalib yang begitu mantap membuat masa pemerintahannya selalu diatasi dengan penuh bijaksana. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Ali Bin Abi Thalib dilakukan demi untuk kemashlahatan manusia. <br /> Sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan, Ali Ibn Abi Thalib juga telah melakukan suatu kebijakan yang telah merugikan pemerintahannya sebagaimana dalam peristiwa tahkim. Namun menurut hemat penulis, sebenarnya keinginan Ali Ibn Abi Thalib untuk melakukan perdamaian dengan cara tahkim ini telah membuktikan bahwa Ali Ibn Abi Thalib adalah khalifah yang selalu cinta rakyatnya, bukan pemerintahan yang selalu mementingkan kepentingan pribadi. Dalam tahkim (arbitrase), Ali Ibn Abi Thalib telah memikirkan dengan matang resiko akibat yang ditimbulkan jika keputusan ini dilakukan. Disini, Ali telah meninggalkan bahaya lebih besar diantara bahaya-bahaya lain. <br /> Perselisihan yang terjadi antara Ali Ibn Abi Thalib dengan Aisyah, Thalhah, Zubair serta dengan Muawiyah Ibn Abu Sofyan, bukanlah perselisihan mengenai bidang agama, namun hanya perselisihan dalam bidang politik. Namun, telah terjadi pergeseran pada perselisihan Ali Ibn Abi Thalib dengan Kaum Khawarij, yang semula pada bidang politik lalu menggeser pada penafsiran-penafsiran kaum Khawarij mengenai nash. Konsep kaum Khawarij tentang “laa Hukma illa lillah” adalah interpretasi mereka untuk melegalkan usaha-usaha yang mereka lakukan demi untuk mencapai apa yang mereka maksudkan. <br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />http://www.ikhwan-global- locus.info/?module=serba&act=detail&id=60, diakses pada tanggal Tgl 10-10-2008 pkl. 13.18 <br />http://www.gaulislam.com/sejarah-ringkas-baitul-mal, diakses pada tanggal 10 Oktober 2008 pkl. 13. 28 <br />http://media.isnet.org/islam/Etc/Ali.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2008 pkl. 13.18 <br />M. Ayoub, M. Ayoub, The Crisis Of Muslim History: Akar-Akar Krisis Politik dalam Sejarah Muslim, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004.<br />Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008.<br />Muhtadin, Imamul, Kisah Suka dan Duka Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, Terj. Al-Hamid al-Husaini, Singapura: Pustaka Nasional, 1995<br />Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid I, Edisi kedua, Jakarta: UI-Press, 2005<br />Yatim, Badri, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-7910704473702706192010-01-24T02:46:00.000-08:002010-01-24T02:47:57.650-08:00SEJARAH PERADABAN DINASTI SAFAWIYAHA. Latar Belakang Dinasti Safawi<br />Nabi Muhammad SAW telah megirim surat kepada raja Kisra dari dinasti Sasan di Persia (8 H/630 M). Islam masuk ke Persia pada zaman khalifah Abu Bakar dan berhasil menaklukkan Qadisiah, ibukota dinasti Sasan (637 M). Melalui Persia, tentara Islam melanjutkan penaklukan ke Sind (India). Dinasti Umayah kemudian menaklukkan wilayah-wilayah di Persia sehingga luas wilayahnya hampir menyamai luas kekuasaan kemaharajaan Persia yang sebelumnya ditaklukkan Iskandar Agung. Pada zaman dinasti Bani Abbas unsur-unsur Persia mewarnai berbagai kegiatan ilmiah.<br />Sisa-sisa dinasti Sasaniah, yaitu Baduspaniah bertahan hingga masa Syah Abbas dari Safawiyah berakhir (abad 16 M). Disamping itu sebelum Safawi, di Persia terdapat sejumlah kerajaan lokal (semacam distrik) yang berada dibawah dinasti yang lebih besar. Dinasti-dinasti tersebut adalah: (a) Dinasti Bawandiah di Tabaristan, (b) dinasti Rawadiah di Tabarisatan, (c) dinasti Thahiriah, (d) dinasti Safariah, (e) Buwaihi (932-1062), (f) setelah Buwaihi hancur, muncul dinasti Kakuniyah (1008-1119 M), dari Ibn Sina (filosof) diangkat menjadi menteri dinasti ini. Kemudian dinasti ini menjadi bawahan dinasti Saljuk (1119 M), (g) Tahiriyah di Kurasan diganti oleh dinasti Samaniah (900), (h) Tahiriyah ditaklukan oleh saljuk. Akhir dinasti Ini Saljuk ditandai dengan dinsti-dinasti yang lebih kecil lagi (Atabek). <br />Salah satu dinasti kecil itu adalah Il Khaniyah (1256-1353 M) dengan ibu kota Tabris dan Maragha. Dinasti Saljuk telah mewariskan pola-pola yang khas yaitu iqtha’ (penyebaran pasukan dengan memberi hak pengelolaan tanah kepada panglima) kepada II Khaniyah. Dinasti ini juga berkali-kali menghadapi serangan Mongol. Salah satu kemajuannya adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh al-Juwaini (1247-1318 M) yang menuliskan buku Futuh al-Buldan dan Rasyid al Din (1247-1318 M) yang menulis buku Jawami al-Tawarikh. <br />Dinasti Il Khaniyah berakhir karena terpecah-pecah menjadi dinasti-dinasti yang lebih kecil lagi. Dinasti-dinasti kecil itu kemudian ditundukkan oleh Timur Lenk yang dikenal dengan dinasti Timuriah pecah menjadi dua: pertama, Ulugh Bek (1404-1449M) menguasai Transoxiana dan sekitarnya (Samarkand, Bukhara, dan Balkh) dan kedua Sultan Husen (1441-1501) menguasai Herat. <br />Dinasti ini berjalan tidak stabil karena serangan Mongol dan campur tangan Turki. Oleh karena itu, kelompok yang tidak puas mencoba mengubah pola kekuasaan dengan melakukan gerakan-gerakan. Salah satunya adalah gerakan tarekat Safawiyah yang yang dipimpin oleh Syaih Safi al Din (1252-1334 M). <br /><br /><br />B. Pendirian Dinasti Safawi<br />Safi al-Din (pendiri tarekat Safawiyah)- menurut satu riwayat- adalah keturunan Musa al-Kazhim, imam ketujuh Syi’ah Itsna Asyariah. Tarekat ini mengubah gerakan dari gerakan keagamaan menjadi gerakan politik. Gerakan politik yang pertama dilakukan oleh Isma’il Ibn Haidir (1501 M) dengan menaklukan Anatolia (ketika itu berada di bawah kekuasaan Qara Qayunlu dan Aq Qayunlu dari Turki). Ismail Ibn Haidir (Ismai’il I) adalah khalifah pertama dinasti Safawi. Ismail Khaidar mengklaim dirinya sebagai titisan para Imam Syi’ah penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari Imam yang tersembunyi dan Imam Mahdi. <br />Persaingan antara Safawi dengan Turki Usmani ditandai dengan perang berkepanjangan. Perang berlangsung selama kepemimpinan Ismail I (1501-1524 M). Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad Khudabanda (1577-1587 M). Akhirnya Abbas I (1588-1628 M) melakukan perjanjian dengan Turki Usmani dan dengan perjanjian itu Abbas I harus menyerahkan Azerbaijan, Georgia, dan sebagian Khuziztan kepada Turki Usmani dan kepemimpinan Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam khutbah Jumat. Abbas I merupakan zaman keemasan dinasti Safawi.<br /><br />C. Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia<br />Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani . Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini .<br />Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan (Holt dkk, 1970:394). Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid’ah (Hamka, 1981:79). Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.<br />Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.<br />Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK- Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.<br />Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut .Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma’il yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijadikan mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran . Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.<br />Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).<br /><br />Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah).<br />Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibukota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.<br />Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .<br /> <br />Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.<br />Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan suku- suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash .<br />Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara duakerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.<br />Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :<br />1. Isma’il I (1501-1524 M)<br />2. Tahmasp I (1524-1576 M)<br />3. Isma’il II (1576-1577 M)<br />4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)<br />5. Abbas I (1587-1628 M)<br />6. Safi Mirza (1628-1642 M)<br />7. Abbas II (1642-1667 M)<br />8. Sulaiman (1667-1694 M)<br />9. Husein I (1694-1722 M)<br />10.Tahmasp II (1722-1732 M)<br />11.Abbas III (1732-1736 M)<br />D. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi<br />Kondisi kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:<br />1. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.<br />2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbah- khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara <br />sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.<br />Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.<br />Kemajuan yang di capai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, melainkan bidang lainnya juga mangalami kemajuan. Kemajuan-kemajaun itu antara lain :<br />1. Bidang Ekonomi<br />Kemajuan ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sektor perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille Crescent).<br />2. Bidang Ilmu Pengatahuan<br />Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah.<br />3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni<br />Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya.<br />E. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi<br />Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.<br />Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan- kemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya (Abbas I). Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.<br />Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut<br /> <br />aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi.<br />Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi.<br />Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan .<br />Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia.<br />Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:<br />1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.<br />2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.<br />3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.<br />4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Brokelman,Carl,History of the Islamic Peoples,London : Routledge and kegan paul, 1949<br /><br /><br />Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997<br /><br />Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah dan kebudayaan Islam,yogyakarta : kota kembang h. 256-257<br /><br />Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, j.VIII, h. 97<br /><br />Lapidus Ira M,” Sultanates and Gunpowder Empires The Midle East” dalam john L.Esposito, The oxford History of Islam,New york:Oxford University Press, 1999,h. 278-279<br /><br />Siti Maryam dkk, Sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga modern, Yogyakarta : Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga dan LESFI 2003, h. 333Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-61896492518872768602010-01-24T02:45:00.000-08:002010-01-24T02:46:26.370-08:00KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAMA. Pendahuluan<br />Pendidikan adalah upaya manusia untuk “memanusiakan manusia”. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi di bandingkan dengan makhluk lainnya di sebabkan memiliki kemampuan berbahasa dan akal fikiran/rasio, sehingga manusia mampu megembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudaya. Dan kemampuan untuk mengembangkan dirinya adalah dengan melalui intraksi dengan lingkungannya. Lebih jauh daripada itu pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan/potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu faktor yang sangat menunjang dalam proses pendidikan dan pengajaran adalah kurikulum, karena kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan arah, isi, peroses pendidikan dan tujuan pendidikan pada semua jenis dan tingkat pendidikan. <br />Tujuan pendidikan di suatu Bangsa atau Negara di tentukan oleh falsafah dan pandangan hidup Bangsa atau Negara tersebut. Berbedanya falsafah atau pandangan hidup suatu Bangsa atau Negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak di capai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh pula terhadap kurikulum. Begitu pula dengan perubahan politik pemerintahan suatu Negara mempengaruhi pula bidang pendidikan, oleh sebab itu kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi . Setiap pendidik harus memahami setiap perkembangan ataupun perubahan kurikulum , karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan dalam membantu siswa dalam mengembangkan potensinya, berupa fisik, intelektual, emosional dan sosial keagamaan.<br />Begitu pentingnya memahami dan menguasai kurikulum bagi seorang pendidik agar dapat meyajikannya dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi siswa, lebih jauh dari itu agar tercapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan ini S. Nasution mengatakan pada hakekatnya setiap kurikulum formal yang di keluarkan oleh Pemerintah hanya dapat di realisasikan berkat usaha guru dan karena itulah kurikulum seperti yang di wujudkan dalam kelas tak dapat tiada selalu mengandung unsur keperibadian guru .<br />Dengan memahami kurikulum para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, tehnik, media pengajaran dan alat evaluasi pegajaran yang tepat. Untuk itu dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistim pendidikan ditentukan oleh tujuan yang realistis, dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha untuk mengembangkannya. Memang menarik untuk di bicarakan karena kurikulum sering mengalami suatu pergeseran maupun perubahan sesuai dengan tuntutan dan tujuan pendidikan yang akan di capai, maka dalam makalah ini akan di bahas lebih jauh tentang kurikulum pendidikan Islam.<br /><br />B. Kurikulum Pendidikan Islam<br /> 1. Pengertian kurikulum<br />Dalam masalah ini dapatlah kita katakan bahwa pendidikan Islam sepanjang masa kegemilangannya memandang kepada kurikulum pendidikan sebagai alat untuk mendidik generasi dengan baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, kekuatan-kekuatan, dan keterampilan mereka dengan baik untuk menjalankan hak-hak dan kewajiban, memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat bangsa dan turut serta aktif untuk kemajuan bangsa dan negaranya. Dari pernyataan ini, secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa yunani yaitu, curir yang artinya pelari dan curare berarti tempat berpacu . Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis star sampai garis finis.<br />Dalam bahasa arab kata kurikulum agaknya dapat diterjemahkan dengan istilah “manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya . Istilah ini nampaknya lebih luas bila di bandingkan dengan kurikulum tersebut diatas. Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum maka dapatlah dirumuskan tentang teori kurikulum yaitu sebagai perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum di sekolah makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan, dan evaluasi kurikulum . <br />Pengertian kurikulum banyak dikemukkan oleh para ahli diantaranya pendapat Kamil dan Sarhan menekankan pada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olehraga, dan seni yang di sediakan oleh sekolah bagi para peserta ddiknya didalam dan luar sekolah dengan maksud mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan . Sedangkan Hasan Langgulung mengatakan kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang di sediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan luar sekolah dengan maksud untuk menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tinkah lau mereka sesuai dengan tujuan pendidikan . <br />Demikian pula definisi yang di kemukan oleh Sisdiknas No 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman peyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” <br />Mengikuti konsep-konsep yang luas dan menyeluruh yang merupakan puncak dari kurikulum pada zaman modern ini , maka kurikulum itu mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu sendiri, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data-data, kegiatan-kegiatan, metode dan cara mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh murid-murid untuk mendorong mereka belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki dan tujuan yang telah direncanakan dan cara penilaian yang di gunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum dan hasil peroses pendidikan keseluhannya dan menentukan sampai dimana kejayaan maksud yang telah di rencanakan bagi kurikulum dan bagi peroses pendidikan keseluruhannya . <br />Dari sudut pandang yang lain pengaruh pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum bahwa kurikulum di nyatakan sebagai “subject matter”, atau bahkan “transfer of culture” . Khusus yang mengatakan kurikulum sebagai transfer of culture adalah dalam pengertian kelompok ahli yang memiliki pandangan filosofi yang di namakan perenialisme . Filsafat ini memang memiliki tujuan yang sama dengan esensialisme dalam hal intelektualitas. Seperti yang di katakan oleh Tanner dan Tanner kedua pandangan filosofi itu berpendapat bahwa tugas kurikulum untuk mengembangkan intelektulitas .<br /> <br /> 2. Komponen Kurikulum<br />Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, bahwa hal ini berarti bahwa sebagai alat, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat medukung operasinya dengan baik. Bagian-bagian ini disebut komponen yang saling berkaitan, berintraksi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu kurikulum pendidikan Islam haruslah bersifat fungsional yang tujuannnya mengeluarkan dan membentuk manusia muslim yang kenal agama dan Tuhannya, berakhlak mulia al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat itu dan mendorong mengembangkan kehidupan melalui pekerjaan tertentu yang di kuasainya . <br />Lebih lanjut menurut Hasan Langgulung sebagaimana di kutip oleh Ramayulis bahwa ada 4 komponen utama kurikulum yaitu:<br />a. Tujuan-tujuan yang ingin di capai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dalam kurikulum itu. <br />b. Pengetahuan, informasi-informasi data-data, akitivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang di sebut dengan mata pelajaran.<br />c. Metode dan cara-cara mengajar yang di pakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka kearah yang di kehendaki oleh kurikulum.<br />d. Metode dan cara penilaian yang di pergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil peroses pendidikan yang di rencanakan kurikulum itu .<br />Kemudian selanjutnya Ramayulis menyatakan bahwa komponen kurikulum itu terdiri dari; Tujuan, Isi kurikulum, Media dan strategi . Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ahmad Tafsir, kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan hidup anak-anak kita dan juga menjadi tujuan hidup kita, oleh sebab itu beliau menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen yaitu; tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar, evaluasi .<br />Setiap komponen tersebut diatas saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain, karena masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum yang saling mendukung. Apabila semua komponen-komponen diatas kurang saling mendukung atau memiliki peran yang oftimal didalam proses belajar mengajar maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan secara epektif dan efesien. <br /> <br /> 3. Kerangka dasar kurikulum<br />Kurikulum yang baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam adalah bersifat intergerated dan komperhensif serta menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber yang utama dalam penyusunannya. Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber yang utama pendidikan Islam berisi kerangka dasar yang dapat di jadikan acuan operasional dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam. Dalam al-Qur’an dan hadits ditemukan kerangka dasar yang dapat di jadikan sebagai pedoman operasional dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam, kerangka dasar tersebut adalah, (1) Tauhid, (2), Perintah membaca.<br />1. Tauhid<br />Tauhid sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan semenjak bay yaitu dimulai dengan memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid di telinga mereka seperti lapaz azan dan iqamah terhadap anak yang baru di lahirkan. Apabila di analisis tentang materi tersebut azan dan iqamah merupakan pendidikan Islam yang paling awal yang di berikan kepada seorang anak dalam transpormasi maupun internalisasi pendidikan Islam. <br />Dengan pembekalan modal iman dan taqwa seperti yang dimaksud maka di harapkan anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang taat beribadah terlebih mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi. Dalam kaitannya dengan ini Ahmad Tafsir mengatakan “Jadikan iman dan taqwa sebagai inti pendidikan nasional, Ingat “tidak Kujadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah Kepadaku”, maka kualitas manusia dalam pandangan Allah semata-mata di tentukan oleh ketaqwaanya dan ketaqwaan merupakan nilai tertinggi dalam tataran norma agama Islam yang menjadi payung bagi semua tata nilai Islami lainnya , begitu juga dengan ungkapan yang senada dalam tujuan sistim pendidikan nasional kita. Sehubungan dengan itu maka tugas dan fungsi lembaga pendidikan Islam haruslah di arahkan untuk mengembangkan iman, sehingga melahirkan amal shalih dan ilmu yang bermanfaat .<br />2. Perintah membaca<br />Kerangka dasar yang berikutnya adalah perintah “membaca” ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat yaitu, (a) ayat-ayat Allah berdasarkan wahyu, (b) ayat-ayat Allah yang ada pada diri manusia, (c) Ayat Allah yang terdapat dialam semesta diluar diri manusia . Dalam Qur’an surah al-Alaq apabila di tinjau dari segi kurikulum pendidikan Islam firman Allah tersebut merupakan pedoman atau bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang di butuhkan manusia. <br />Membaca selain melibatkan peroses mental yang tinggi, juga pengenalan, pengamatan, ingatan, pengucapan, pemikiran, daya cipta, juga sekaligus menjadi bahan pendidikan itu sendiri. Pada dasarnya dalam surah al-Alaq tersebut telah mencakup kurikulum pendidikan Islam dan yang paling penting adalah bagaimana penjabarannya maupun mendesainnya dengan sedemikian rupa sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat pendidikan sehingga menghasilkan tujuan pendidikan yang di harapkan. Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan kerangka dasar kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum pertama yang harus diterapkan sebagai langkah awal terhadap anak adalah membaca, menulis, berhitung, bahasa dan sajak-sajak yang mengandung akhlak . <br /> <br />4. Dasar kurikulum pendidikan Islam<br />Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan yang di harapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama dalam mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisai kurikulum. Herman H. Hom memeberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam yaitu: (1) Dasar psikologis, (2) Dasar Sosiologis dan (3) Dasar Filosofis . Demikian halnya dengan Iskandar Wiryokusumo menawarkan dasar-dasar kurikulum yang sama atau senada dengan dasar-dasar tersebut diatas.<br />Dari dua pendapat tersebut diatas nampaknya belum lengkap bila di jadikan acuan dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam karena dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk menteransformasikan sekaligus menginternalisasikan nila-nila agama sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan Islam. Oleh sebab itu yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah: (1) Dasar agama, (2) Dasar falsafah, (3) Dasar Psikologis, (4) dasar sosial, (5) Dasar organisatoris .<br />Berdasarkan semua dasar diatas memberikan kontribusi dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam karena dasar yang satu dengan lainnnya tidak bisa di pisahkan terkait dengan apek-aspek dalam penyusunan program kurikulum.<br /> <br /> 5. Prinsip-prinsip Penyusunan Kurikulum<br />Dalam penyusunan atau pembuatan kurikulum pendidikan Islam haruslah memperhatikan perinsip-prinsip berikut ini yang akan dijadikan pegangan atau landasan dalam penyusunan kurikulum dan prinsip-prinsip tersebut berbeda-beda menurut analisis para pakar. Dalam merumuskan kurikulum pendidikan Islam akan di ambil pemikiran para pakar yang kemudian di tambah dan di sesuaikan dengan esensi kurikulum pendidikan Islam yaitu :<br />(a) Prinsip berasaskan Islam termasuk ajaran-ajaran dan nilainya. (b) Prinsip mengarah kepada tujuan. (c) Prinsip (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. (d) Prinsip relevansi adanya kesesuaian dengan lingkungan, kehidupan masa sekarang dan akan datang dan tuntutan dengan pekerjaan. (e) Prinsip pleksibilitas, adalah terdapat ruang dan gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik pada pemilihan program maupun mengembangkan program pengajaran. (f) Prinsip integritas yaitu kurikulum tersebut mengembangkan manusia seutuhya, manusia yang mampu mengintegrasikan potensi fakultas zikir dan fakultas fikir serta menghasilkan manusia yang dapat menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. (g) Prinsip efesiensi, kurikulum yang dapat mendayagunakan waktu, tenaga , dan sumber secara cermat dan tepat. (h) Prinsip kontinuitas. (i) Prinsip Individualitas, bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembwaan anak didik dan lingkungan pada umumnya. (j) Prinsip kesamaan dalam memperoleh kesempatandan demokratis. (k) Prinsip kedinamisan artinya kurikulum dapat megikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial. ((l) Prinsip keseimbangan artinya bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi peserta didik secara harmonis. (m) Prinsip efektivitas, agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar.<br />Dari semua lingkup penjelasan di atas secara garis besar tentang kurikulum pendidikan Islam maka orientasinya (kurikulum pendidikan Islam) sebenarnya adalah dalam upaya pelestarian nilai yang terdapat dapat wahyu Allah dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia. Kemudian juga orientasi yang tertuju pada peserta didik dan pada sosial demand sekaligus masa depan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tenaga kerja dan yang tidak kalah pentingnya penciptaan lapangan kerja. Oleh sebab itu dalam upaya menciptakan dan menghasilkan output yang berkualitas dalam pendidikan Islam sudah saatnya kita bangkit menginovasi dan merekstrukturisasi.<br /><br />6. Evaluasi Kurikulum<br />Evaluasi kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam dunia pendidikan, karena pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah selesai/berakhir demikian pendapat Olivia , sebagaimana yang dikutip oleh Asep Sudarsyah dalam manajmen pendidikan. Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Merujuk pada pendapat tersebut dalam konteks pengembangan kurikulum evaluasi merupakan bagian yang tidak bisa di pisahkan dari pengembangan kurikulum itu sendiri.<br />Dalam evaluasi dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakan suatu kurikulum dapat di pertahankan atau tidak serta bagian-bagian mana yang harus di sempurnakan. Disamping itu pula evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapain tujuan. Demikian halnya dalam konteks pengembangan kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk memberikan informasi dan pertimbangan yang berkenaan dengan upaya untuk memperbaiki suatu kurikulum . Oleh sebab itu dalam evaluasi kurikulum inilah dapat dilihat apakah tujuan yang diharapkan telah tercapai atau tidak atau dengan kata lain evaluasi kurikulum digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.<br /><br />C. Kesimpulan<br />Dari beberapa penjelasan tentang kurikulum pendidikan Islam, maka dapatlah di tarik suatu kesimpulan yaitu : <br />1. Pendidikan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang dewasa untuk memberikan bimbingan kepada anak didik dalam rangka membuat ia menjadi dewasa dan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam arah dan tujuan pendidikan adalah kurikulum. Dalam tatanan operasionalnya, keperibadian guru menjadi faktor utama dalam pelaksanaan kurikulum formal, pada hakekatnya pemerintah hanya merealisasikan atau mendelegasikan dan guru faktor penentu keberhasilannya, oleh sebab itu setiap pendidik harus mengerti dan memahami kurikulum.<br />2. Kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dalam kurikulum memiliki bagian-bagian penting sebagai penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Dan komponen-komponen tersebut saling berkaitan, berintraksi satu sama lain dalam mencapai tujuan. Dalam komponen kurikulum pendidikan Islam haruslah bersifat fungsional yang tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia muslim yang kenal agama dan Tuhannya, berakhlak mulia al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat itu dan mendorong mengembangkan kehidupan melalui pekerjaan tertentu yang di kuasainya<br />3. Dalam penyusunannya, kurikulum pendidikan Islam haruslah memperhatikan dasar-dasar yang menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi dan membentuk materi, susunan serta organisasi kurikulum. Disamping itu juga dalam pola penyusunannya harus memperhatikan prinsip-prinsip yang akan dijadikan landasan utama. Sebenarnya secara garis besar pola penyusunan kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pelestarian nilai-nilai yang terdapat dalam wahyu, nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui peradaban manusia, kemudian berikutnya kurikulum harus berorientasi pada aspek peserta didik dan terkait dengan aspek penciptaan dunia lapangan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Selanjutnya untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses pelaksanaan program pendidikan maka langkah yang harus di tempuh adalah dengan evaluasi karena itu evaluasi merupakan komponen yang sangat penting untuk melihat pencapaian tujuan.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Al-Toumy Al-Syaibani Omar Muhammad, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. <br />Athiyah Al-Abrasyi Muhammad, 2003, At-Tarbiyah Al-Islamiyah, terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Bandung: Pustaka Setia.<br />D. Tanner and Tanner L, 1980, Curriculum Development, Theory into Practice, New York.<br /> Hamid S. Hasan, 2008, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Rosdakarya.<br />Langgulung Hasan, 2000, Asas-Asas Pendidikan Islam, Cet. 1, Jakarta: Alhusna Zikra.<br />______________, 1990, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna Zikra.<br />______________, 1986, Teori-Teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al Husna.<br />Nasution S., 1999, Kurikulum dan Pengajaran, Cet. 3, Jakarta: Bumi Aksara.<br />Nana H. Sudjana, 2008, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Cet. 6, Bandung: Sinar Baru Algensindo.<br />Muhaimin, 2007, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.<br />Ramayulis, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2, Jakarta: Kalam Mulia.<br /> Riduan, (ed), 2009, Manajemen Pendidikan, Alfabeta, Bandung: Alfabeta.<br />Jalaludin Rahmat Jalaludin, 1991, Islam Alternatif, Cet. 3, Bandung: Mizan.<br />Syaodih Sukmadinata, 2008, Pengembangan Kurikulum Teori dan Peraktik, Bandung: Remaja Rosdakarya.<br />Tafsir Ahmad, 1994, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya.<br />___________, 2008, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama, Bandung: Maestro.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-79557275991789050172010-01-24T02:42:00.000-08:002010-01-24T02:44:44.091-08:00Book Repot Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu MiskawaihBAGIAN PERTAMA<br />Pendahuluan<br /><br />Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 di jelaskan bahwa pendidikan Nasional bertujuan “Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. <br />Dalam konsep tujuan tersebut terbentuknya akhlak mulia inilah yang sebenarnya menjadi tujuan pendidikan Islam, apapun materi yang diajarkannya. Karena itu setiap guru harus mampu menjelaskan ruh Islami yang relevan dan atau terkandung dalam setiap materi yang diajarkannya, dengan demikian murid tidak hanya menerima konsep yang semata bersifat ilmu pengetahuan murni tetapi juga memperoleh perspektif agamawi.<br />Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mengglobal memberikan dampak bagi dunia semakin global, selain berdampak positif, golobalisasi dunia juga akan berdampak negatif. Diantara dampak negatif globalisasi dunia adalah semakain banyaknya alternatif bagi ukuran akhlak manusia yang cendrung bermuatan materialistik dan intlektualistik semata, maka akibatnya hal-hal yang bersifat spiritualitik diabaikan begitu saja. Dengan demikian, pendidikan akhlak bagi setiap manusia sangat diperlukan demi untuk mengimbangi arus informasi ilmu pengetahuan dan teknologi dunia yang semakin mengglobal dewasa ini.<br />Berkaitan dengan penomena tersebut diatas, penulis sengaja untuk memuat dalam tugas laporan buku ini memilih kajian atau judul buku”Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih” yang merupakan study Doktoral hasil penelitian dari bapak Prof. Dr. Suwito, seorang guru besar Sejarah Pemikiran dan pendidikan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan di terbitkan oleh Blukar Yogyakarta tahun 2004, edisi pertama dengan jumlah halaman 199 serta dimuat dalam VI bab.<br />BAGIAN KEDUA<br />Isi<br /><br />BAB I Pendahuluan<br />A. Dasar pemikiran<br />Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia sepanjang sejarahnya. Sejarah-sejarah bangsa yang baik di abadikan dalam al-Qur’an sperti kaum “Ad, Samud, Madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku sejarah, ini menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh demikian pula sebaliknya suatu bangsa akan runtuh apabila akhlaknya rusak. Nabi Muhammad diyakini oleh ummat Islam sebagi pembawa risalah Tuhan yang terakhir, sudah sejak abad ke 7 masehi menyatakan dengan tegas bahwa beliau tidak diutus kedunia melainkan dengan menyempurnakan akhlak yang mulia. Kebesaran Nabi Muhammad ternyata memperolah pengakuan dunia sebagi tokoh urutan pertama yang paling berpengaruh dalam sejarah dari seorang non muslim, Michael H. Hart melalui bukunya yang berjudul The 100, a Ranking of the Most Influential Person in History.<br />Dalam cacatan sejarah yang merupakan binaan Nabi Muhammad pernah mengalami masa keemasandan masa kemunduran, akan tetapi sesudah masa ini di landa peperangan dan kejumudan akhirnya membawa kemunduran. Kemunduran tersebut menyadarkan para tokoh muslim untuk berpendapat mengenai faktor-faktor utama apa saja yang menyebabkan kemunduran ummat Islam masa lalu, masing-masing ahli nampaknya berbeda pendapat sesuai dengan keahliannya, baik di bidang teologi, ahli fiqih, politisi, ekonomi, pendidik bahkan para ahli di bidang ilmu lain tentu mempunyai pendapat yang berbeda. <br />Dalam konteks permasalahan tersebut diatas, ummat Islam klasik patut menjadi acuan untuk memberikan acuan pada pendidikan masa sekarang dan yang akan datang, karena pendidikan masa tersebut mampu memberikan dorongan terwujudnyta masa keemasan Islam, oleh sebab itu banyak terdapat buku-buku dan artikel tentang berbagai ilmu diantaranya karya pendidikan akhlak , pengungkapan akhlak kembali pemikiran filosof di bidang akhlak dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan barang kali di jumpai pendapat lain dihidupkan kembali untuk pendidikan akhlak masa sekarang dan masa yang akan datang. Adapun yang menjadi alasan pentinya pemikiran akhlak pemikiran Ibnu Miskawaih di bidang pendidikan ahklak diungkap kembali berdasarkan beberapa pertimbangan, Pertama, salah satu karangan Ibnu Miskawaih yang berjudul “Tahzib al Akhlaq wa Tathhir al- A’raq di jadikan pegangan oleh Muhammad Abduh (w. 1905), Kedua, Diasumsikan bahwa pemikiran akhlak Ibnu Miskawaih tidak merintangi tetapi bahkan mungkin mampu memberikan motivasi bagi adanya pemimikran pembaharuan dalam Islam.<br /><br />B. Permasalahan<br />1. Indentifikasi masalah<br />Permasahan yang ada terkait dengan penelitian dalam buku ini adalah banyak hal yang dapat mempengaruhi konsep di antaranya menyangkut jumlah dan nama sumber karya tulis. Diasumsikan bahwa adanya perbedaan jumlah dan nama sumber karya tulis yang dijadikan bahan penelitian dapat mempengaruhi perbedaan pemahaman untuk mengetahui suatu konsep. Konsep pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih akan berbeda pula apabila ditinjau dari sudut pandang situasi sosial pada saat karya tulis disusun, pada sis yang lain dapat berpengaruh pada konsep pendidikan akhlak yang diketemukan adalah apabila tinjauannya sampai kepada cara mengevaluasi pendidikan akhlak, kurikulumya alat, dan atau media yang di gunakan.<br /><br />2. Rumusan masalah<br />Masalah penelitian dalam buku ini adalah sebagai berikut:<br />• Apa (ontologi) pendidikan akhlak menurut pemikiran Ibnu Miskawaih?<br />• Bagaimana metodologi (efistimolgi) pendidikan akhlak menurut pemikiran Ibnu Miskawaih?<br />• Apa nilai (aksiologi)pendidikan akhlak menurut pemikiran Ibnu Miskawaih?<br />• Apa semangat (spiritualitas) pendidikan akhlak menurut pemikiran Ibnu Miskawaih?<br /><br />3. Ruang lingkup<br />Ruang lingkup penelitian dalam buku ini adalah konsep manusia, pokok keutamaan manusia, dan pendidikan ahklak.<br /><br />4. Penegasan Istilah<br />• Konsep dan konsepsi. Sebagaimana penjelasan Harsja W. Bachtiar, ada perbedaan penggunaan konsep dan konsepsi. Konsepsi adalah pengertian terhadap sesuatu yang terkait dengan sesuatu tertentu pula, sedangkan konsep berlaku lebih luas.<br />• Akhlak. Akhlak adalah jama dari khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabi’at, watak, adab/sopan santun dan agama. Menurut para ahli masa lalu, akhlak adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan sesuatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. Sering pula yang dimaksud dengan akhlak adalah semua perbuatan yang lahir atas dasar dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau buruk. Akhlak juga disebut dengan ilmu tingkah laku, maksudnya pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolenya, agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan untuk mensucikannya. Dan lain-lain.<br />• Pendidikan akhlak. Hakekat pendidikan akhlak adalah inti pendidikan semua jenis pendidikan karena ia mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir batin manusia sehingga menjadi manusia yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya.<br /><br /><br />BAB II Tinjauan Pustaka<br />A. Kerangka Teori<br />1. Hakekat manusia<br />Perihal hakekat mausia, dapat dperolah bebrapa konsep. Konsep materialistis lebih cenderung pada pendapat bahwa manusia hanya memiliki satu unsur yakni jasad, dalam konsep ini yang berfikir dari diri manusia bukanlah akal yang bersifat immateri melainkan otak yang berbentuk fisik. Adapun konsep intelektulistik memang mengakui bahwa manusia memiliki dua unsure yakni jasad dan ruh. Akan tetapi ruh dalam konsep ini diberi pengertian hanya daya berfikir. Daya rasa yang berpusat di dada yang erat kaitannya dengan hati nurani tidak di tonjolkan.<br />Dalam dunia pendidikan konsep pertama lebih mementingkan kemajuan material dan konsep kedua lebih mementitingkan kemajuan intelektual. Kemajuan hati nurani yang mampu member keseimbangan kemajuan materi dan intelektual tidak di perhatikan.<br />Sedangkan konsep Islam berpendapat bahwa manusia memiliki dua unsur yakni jasad dan ruh, hal ini didapat dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits.<br /><br />2. Hakekat manusia<br />a. Aliran-aliran dalam pendidikan<br />Selain pendapat tersebut diatas, dalam dunia pendidikan umum dijumpai tiga aliran pendidikan sesuai dengan pandangannya tentang mausia, yaitu emfirisme, nativisme, dan konvergensi. Empirisme di pelopori oleh John Locke berpendapat manusia dilahirkan sebagai kertas kosong, putih bersih (tabularasa), Nativisme Arthur Schopenhauer (1768-1860) berpendapat bahwa manusia di lahirkan telah membawa bakat yang secara cepat atau lambat bakat tersebut akan terwjud. <br />Adapun Konvergensi yang dipelopori oleh William Stren (1871-1939) berpendapat bahwa merupakan perpaduan empirisme dan nativisme bahwa keperibadian seseorang dibentuk dan dikembangkan oleh faktor dasar dan faktor ajar.<br /><br />b. Persamaan dan Perbedaan dengan Islam<br />Dalam kegiatan pendidikan, emfirisme memberi peran besar terhadap pendidik, nativisme member peran besar yang lebih besar terhadap peserta didik, sedangkan konvergensi member tanggung jawab bersama antara pendidik dan peserta didik . Apabila dibandingkan dengan manusia menurut konsep Islam, maka ketiga aliran pendidikan tersebut ada beberapa titik persamaan dan perbedaan.<br />Baik Islam maupun empirisme berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan suci bersih. Diantara persamaan nativisme dengan Islam adalah keduanya mengakui pentingnya pembawaan. Keduanya mengakui bahwa pendidik lebih identik berfungsi sebagai fasilitator, hanya saja dalam Islam pendidik mempunyai tugas yang lebih. Adapun sisi persamaan dan perbedaan dengan konvergensi dan Islam diantaranya mengakui bahwa faktor dasar dan faktor ajar penting bagi pembentukan dan pengembngan kepribadian anak didik, sementara itu konvergensi lebih dikenal dengan kesejahteraan duniawi karena landasan filsafatnya anthropocentric maupun theocentric mengakui adanya kebebasan dan sekaligus keterikatan.<br />c. Unsur-Unsur Pendidikan<br />Pada initinya, suatu sistem pendidikan memiliki dua unsur pokok, yaitu 1) unsur pelaku (organik) seperti pendidik, anak/peserta didik atau pelaksana lainnya; 2) unsur lain yang bukan pelaku (anorganik) berupa piranti keras maupun piranti lunak seperti tujuan , filsafat, sarana, dan lingkungan dan hubungan masing-masing unsur tersebut merupakan satu kesatuan, saling melengkapi dan antara satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkan. Karenanya keberhasilan pendidikan banyak dipengaruhi oleh berbagai unsur tersebut.<br /><br />3. Pendidikan Ahklak<br />Berbeda dengan pendidikan secara umum, pendidikan akhlak terbagi kedalam dua aliran: rasional dan mistik. Apabila dilihat dengan uraian sebelumnya, pembagian aliran-aliran dalam pendidikan akhlak ini hanya melihat manusia dari sisi immateri. Uraian sebelumnya menyatakan bahwa unsur immateri dalam Islam terbagi dua: unsur rasio dan unsur rasa. Oleh sebab itu yang dimaksud dengan pendidikan akhlak rasional disini adalah pendidikan ahklak yang memberikan porsi lebih kuat kepada pendidikan daya fikir (rasio) manusia, sedangkan pendidikan akhlak mistik memberikan porsi lebih kuat kepada pendidikan daya rasa pada diri manusia.<br />Dalam Islam, kedua aliran ini berangkat dari dua sumber yang sama, yaitu ajaran Islam. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan filosofis dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam. Perbedaan tersebut pada dasarnya berpulang pada persoalan teologi.<br /><br />B. Penelitian yang Sudah Ada<br />Diakui bahwa telah ada kajian terhadap sebahagian pemikiran Ibnu Miskawaih. M. S. Khan, Badruddin, Bhat, B. H. Siddqui dan Muhammad Arkoun telah mengkaji beberapa pemikiran Ibn Miskawaih di bidang sejarah. Adapun pemikirannya dibidang fisafat akhlak sudah dikaji antara lain ‘Abd Al-‘Aziz’Izzat, Richard Walzer, Majid Fakhry, Ibrahim Abu Bakar dan lain-lain<br />Kajian khusus mengenai pemikiran pendidikan sosial Ibnu Miskawaih dilakukan oleh ‘Abd al-Jabbar Majid Jamin. Ia berkesimpulan bahwa Ibnu Miskawaih memberikan dorongan kuat agar manusia hidup bermasyarakat. Ahmad Abd Al-Hamid Al-Syair dan Taufiq Al-Thawil juga didapati memberi komentar tentang pemikiran ahklak Ibnu Miskawaih, keduanya berpendapat bahwa corak Ibnu Miskawaih adalah rasional. Rasionalitas pemikiran akhlak Ibnu Miskawaih menurut analisis Ahmad Abd Al-Hamid Al-Syair didsarkan pada dua hal pokok yaitu 1) jiwa manusia yang di analisis secara filosofis, 2) analisis doktrin jalan tengah dalam akhlak.<br />Karya Ibnu Miskawaih di bidang akhlak seperti di asumsikan diatas merupakan pendidikan akhlak rasional. Terhadap rasionalitas pemikiran akhlak Ibnu Miskawaih terdapat berbagai komentar. De Boer menyatakan bahwa Ibnu Miskawaih gagal dalam usaha mengkombinasikan pemikiran akhlak Yunani dengan hukum Islam, sedangkan Ahmad Fu’ad Al-Ahwani menyatakan bahwa Ibnu Miskawaih lebih terpengaruh oleh filsafat dibanding agama. Sementara itu Abd Al-Aziz Izzat menyatakan bahwa Ibnu Miskawaih adalah pemikir Islam pertama di bidang akhlak karena itu ia dapat digolongkan sebagai guru ketiga setelah Al-Farabi dan Ariestoteles.<br /><br />BAB III Metodologi Penelitian<br />A. Obyek dan Sumber Penelitian<br />Obyek penelitian dalam buku ini diarahkan kepada filsafat Ibnu Miskawaih di bidang pendidikan akhlak yang dapat dipahami dari sebagian karyanya. Falsafat pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih yang di teliti menjangkau tiga hal: 1) konsep manusia. 2) konsep keutamaan akhlak. 3) konsep pendidikan akhlak. Penelitian ketiga hal tersebut diatas diarahkan untuk memperoleh jawaban mengenai ontologi, epistimologi, aksiologi, dan spiritualitas pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih. Selain itu penelitian ini diarahkan untuk memperoleh jawaban apakah terdapat keselarasan antra konsep pendidikan akhlak dengan konsepnya tentang manusia dan pendapat apa saja yang masih relevan untuk dikembangkan atau bahkan sebaliknya ditinggalkan pada era globalisasi ini. <br />Adapun sumber pemikiran Ibnu Miskawaih yang dijadikan penelitian dalam penelitian buku ini adalah sembilan (9) karya tulisnya dibidang fisafat. Kesembilan karya tersebut adalah 1) Tahdzib Al-Ahklaq wa Tathir Al- Araq. 2) Kitab Al-Sa’aadat. 3) Al-Hikmat Al- ‘Araq. 4) Kitab Al- Fauz Al- Ashghar. 5) Maqalat fi Al- Nafs wa Al- ‘Aqi. 6) Risalat fi Al-Laz- zat wa Al-Alam. 7) Risalat fi Mahiyyat Al- Adl. 8) Kitab Al-Aqi wa Al- Ma’qil. 9) Washiyyat Ibn Miskawaih.<br /><br /><br /><br />B. Pendekatan Fisafat<br />Semua karya yang dijadikan sumber utama penelitian buku ini adalah naskah/teks falsafat yang dihasilkan seorang filosof Ibnu Miskawaih yang hidup tahun 932-1030 M. Karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat.<br />Penelitian inipun tidak memandang pemikiran Ibnu Miskawaih menurut arti sosiologis, budaya, dan politik.<br /><br />C. Metode Hermeneutik<br />Penelitian ini pada hakekatnya berupaya memahami teks/naskah falsafah karya Ibnu Miskawaih melalui inter-pretasi. Karena itu metode yang tepat untuk ini adalah metode hermeneutik. Adapun teknik analisis yang dilakukan untuk menerapkan metode ini adalah: 1) teks diperlakukan sebagai sesuatu yang mandiri tidak terikat oleh pengarangnya, waktu penciptaannnya dan konteks kebudayaan pengarang maupun kebudayaan yang berkembang di tempat dan waktu teks tersebut di ciptakan. 2) melakukan intraksi dengan teks sehingga terjadi asosiasi antara peneliti dengan dunia teks. 3) proses interpretasi.<br /><br />BAB IV Riwayat Hidup Ibnu Miskawaih<br />Dalam sejarah pemikiran Islam, Ibnu Miskawaih dikenal sebagai intelektual Muslim pertama di bidang fisafat akhlak. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Ya’qub ibn Miskawaih. Akan tetapi ada orang yang menyebut namanya dengan Ibnu Miskawaih dan ada pula orang yang menyebut dengan Maskawaih atau Miskawaih.<br />Ibnu Miskawaih lahir di Rayy dan meninggal di Isfahan. Tahun kelahirannya diperkirakan 320H/932M dan wafat 9 Shafar 421/16 Pebruari 1030. Ibnu Miskawaih sepenuhnya hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihi (320-450) yang berfaham syiah.Latar belakang pendidikannya secara rinci tidak diperolah keterangan. Akan tetapi ia didapati belajar sejarah kepada Abu Bakr Ahmad ibn Kamil Al-Qadi. Pelajaran fisafat ia peroleh dari ibn Al-Khammar dan pelajaran kimia didapat dari Abu Thayyib. <br />Pekerjaan utama Ibnu Miskawaih adalah bendaharawan, skretaris pustakwan, dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihi. Adapun karya tulisnya begitu banyak, diantaranya, Risalat fi Al-Lazzat wa Al-Alam, Risalat fi Al-Thabi’at, Risalat fi Jauhar Al-Nafs, Maqalat Al-Shuwar Al-Ruhaniyyat dan lain-lain.<br /><br />BAB V Hasil Penelitian<br />A. Kosep Manusia<br />1. Jiwa-Jasad dan Hubungan Keduanya<br />Pendapat Ibnu Miskawaih tentang jiwa dan jasad serta hubungan keduanya tidak akan dipahami secara baik bila tidak ditelusuri dari dasar pemikirannya tentang peroses kejadian ala mini. Ibnu Miskawaih, seperti halnya Al- Kindi, Al- Farabi dan Ibn Sina, mempunyai kesamaan pendapat bahwa munculnya materi yang banyak di alam semesta ini terjadi karena pancaran (emanasi) dari Yang Maha Satu. Pancaran yang diartikan sebagai penjadian ini, secara sederhana di uraikan sebagai berikut.<br />Tuhan menjadikan akal- akal sebagai inti bagi dua alam; makrokosmos dan mikrokosmos. Kedudukan akal-akal ini adalah sebagai penguat dan pememlihara kedua alam tersebut. Ibn Miskawaih berpendapat bahwa masing-masing akal mempunyai obyek pemikiran: 1) berfikir tentang Pencipta-Nya, dan 2) berfikir tentang dirinya. Yang mula pertama dijadikan Tuhan adalah akal. Karena itu ia merupakan wujud kedua. Akal pertama merupakan Wujud Kedua ini berfikir tentang penciptaannya menimbulkan Wujud Ketiga/Akal Kedua dan seterusnya sampai kepada Wujud Kesebelas/Akal Kesepuluh ini, berhentilah timbulnya akal-akal. Menurut Ibnu Miskawaih kesepuluh akal tersebut hakikatnya adalah malaikat, hanya saja ia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang malaikat-malaikat yang dimaksud.<br />Penggerak jasad manusia bukanlah jiwa melainkan natur materi itu sendiri. Oleh sebab itu, gerak jasad manuisa bukanlah gerak melingkar tetapi berupa gerakan materi. Setelah diketahui persoalan mengenai jasad, jiwa sebagai natur jasad, dan jiwa dari pancaran Tuhan, maka berikutnya ada tiga persolan yang di bicarakan yaitu:<br />a. Hubungan Jiwa Sebagai Natur Materi dengan Jasad<br />Menurut Ibnu Miskawaih, hubungan jiwa al-bahimiyyat/al-syahmiyyat (bernafsu) dan jiwa al-ghadabiyyat/al-sabu’iyyat (berani) dengan jasad pada hakekatnya sama dengan hubungan saling mempengaruhi. Kuat atau lemahnya, sehat atau sakitnya tubuh berpengaruh terhadap kuat atau lemahnya dan sehat atau sakitnya kedua macam jiwa tersebut. Begitu pula sebaliknya<br />b. Hubungan Jiwa Sebagai Natur Materi dengan Jiwa Berasal dari Ruh Tuhan<br />Hubungan jiwa sebagai natur materi dengan jiwa yang berasal dari pancaran Tuhan oleh Ibnu Miskawaih sebagai hubungan ruhani yang tingkat penguasaanyapun ruhani juga. Kalau hubungan jiwa sebagai natur materi dengan jasad belum mampu melahirkan kesadaran diri sebagai manusia, maka dampak hubungan jiwa sebagai natur materi dengan jiwa yang berasal dari pancaran Tuhan, telah mampu melahirkan kesadaran sebagai manusia, seperti munculnya perasaan malu, sedih, senang, atau pendapat-pendapat yang mulia dan sebagainya.<br />c. Hubungan Jiwa yang Berasal dari Ruh Tuhan dengan Jasad<br />Berbeda dengan kedua jiwa sebelumnya, Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa jiwa yang berasal dari ruh Tuhan ini mempunyai aktivitas tersendiri secara khusus tanpa menggunakan alat yang terdapat dalam tubuh manusia. Alat-alat itu menurutnya justru akan menghalangi kesempurnaannya. Krena itu jiwa ini tidak menjadi kuat karena kuatnya tubuh dan sebaliknya tidak lemah karenanya.<br />Dari uraian tentang hubungan jiwa-jasad diatas dapat di simpulkan bahwa, menurut Ibnu Miskawaih ada dua jenis hubungan: 1) hubungan saling mempengaruhi, 2) hubungan gerak melingkar yang terjadi antara jiwa al-nathiqat dan jasad.<br />2. Sumber Perilaku dan Kualitas Mental<br />Yang dimaksud dengan sumber perilaku di sini adalah unsur pokok manusia yang menjadi sumber semua perilaku jasmani. Adapun kualitas mental, yang dimaksudkan adalah unsur pokok manusia yang merupakan asas sifat batin (spiritual).<br />Menurut Ibnu Miskawaih unsur-unsur pokok yang menjadi sumber perilaku dan kualitas mental manusia tidak berkembang secara serempak. Daya yang pertama kali tampak pada diri manusia adalah daya bernafsu. Daya ini terwujud dalam aktivitas jasmani untuk makan, minum, tumbuh, dan berkembang biak. Setelah itu muncul daya kebuasan/keberanian dan daya yang terakhir adalah daya berfikir karena daya ini merupakan daya kemanusiaan yang membedakannya dengan makhluk lain.<br />3. Manusia Ideal<br />Manusia yang ideal yang dimaksudkan Ibnu Miskawaih adalah sama dengan manusia yang mempunyai derajad yang tinggi, oleh sebab itu menurutnya manusia yang ideal adalah mereka yang mampu mencapai keutamaan masing-masing jiwa. Hasil dari semua keutamaan adalah keadilan pada diri dan orang lain. Menurut pandangan Ibnu Miskawaih manusia tersusun dari dua unsur pokok: jasad sebagai wawasan material dan jiwa sebagai wawasan spiritual.<br />Ibnu Miskawaih sangat memperhatikan adanya keseimbangan bagi semua unsure manusia dalam rangka pendidikan akhlaknya. Jadi nampaknya beliau lebih cendrung melihat manusia dari wawasan spiritualnya.<br /><br />B. Pokok Keutamaan Akhlak<br />Pokok keutamaan akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah:<br />1. Kebijaksanaan. Ibnu Miskawaih berpendapat kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa rasional yang mengetahui segala maujud, baik hal-hal yang bersifat ketuhanan maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Secara sederhana, maksud dari kebijaksaan di sini adalah kemampuan dan kemauan seseorang menggunakan pemikirannya secara benar untuk memperoleh pengetahuan apa saja sehingga mendapatkan pengetahuan yang rasional. Pengetahuan rasional tersebut kemudian diaplikasikan dalam wujud perbuatan berupa keputusan untuk wajib melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.<br />2. Keberanian. Keberanian merupakan keutamaan jiwa al-gadabiyyat/al-sabuiyyat. Keutamaan ini muncul pada diri manusia selagi nafsunya dibimbing oleh jiwa al-nathiqat, artinya ia tidak takut terhadap hal-hal yang besar jika pelaksanaannya membawa kebaikan dan mempertahankannya merupakan hal yang terpuji.<br />3. Menjaga kesucian diri. Pokok keutamaan akhlak yang ketiga ini adlah menjaga kesucian diri (al- iffat/temperance). Al-iffat merupakan keutamaan jiwa al-syahwaniyyat/al-bahimiyyat. Keutamaan ini akan muncul pada diri manusia apabila nafsunya di kendalikan oleh pikirannya, artinya ia mampu menyesuaikan pilihan yang benar sehingga bebas, tidak dikuasai dan tidak diperbudak oleh nafsunya.<br />4. Keadilan. Secara umum konsep keadilan menurut Ibnu Miskawaih tampak Platonik, akan tetapi kelihatan pula ia secara mudah mempertemukan perangkat-perangkat keadilan itu kedalam kerangka Aristotelian. Jadi keadilan tersebut didefinisikan sebagai kesempurnaan dan pemenuhan ketiga keutamaan yaitu kebijaksanaan, keberanian, dan menahan diri yang hasilnya adalah keseimbangan. Oleh sebab itu Ibnu Miskawaih membagi keadilan itu menjadi tiga macam: 1) keadilan alam, 2) keadilan menurut adat/kebiasaan, 3) keadilan Tuhan.<br /><br />C. Pendidikan Akhlak<br />1. Landasan. Landasan-landasan pemikiran Ibnu Miskawaih adalah al-Qur’an dan hadits yang dilengkapi dengan beberapa pemikiran-pemikiran filosof Yunani, Persia, India, sastrawan Arab, dan para filosof Muslim.<br />2. Tujuan. Tujuan pendidikan akhlak yang dirmuskan Ibnu Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara sepontan untuk melahirkan semua perbuatan bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.<br />3. Materi. Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibnu Miskawaih menyebutkan beberapa hal yang perlu dipelajari, diajarkan, atau diperaktikkan. Sesuai dengan konsepnya tentang manusia, secara umum Ibn Miskawaih menghendaki agar semua sisi kemanusiaan mendapatkan materi yang memberikan jalan bagi tercapainya tujuan. Materi-materi tersebut oleh Ibnu Miskawaih dijadikan pula sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah. Ibnu Miskawaih menyebut tiga hal pokok yan dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlaknya yaitu, 1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh, 2) hal-hal yang wajib bagi jiwa, 3) hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia.<br />4. Pendidik dan Anak Didik. Menurut Ibnu Miskawaih, orang tua tetap merupakan pendidik yang mula-mula bagi anak-anaknya. Materi utama yang perlu dijadikan acuan pendidikan dari orang tua kepada anaknya adalah syariat.<br />5. Lingkungan Pendidikan. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa usaha untuk mencapai al-sa’adat tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus bersama atas dasar saling tolong menolong dan saling Melengkapi. Kondisi demikian akan tercipta kalau sesama manusia saling mencintai.<br />6. Metodologi<br />a. Perubahan Akhlak. Menurut Ibnu Miskawaih akhlak manusia terdapat dalam ketiga jiwa manusia. Karena itu ia berpendapat bahwa adanya manusia itu atas kehendak Tuhan, tetapi urusan perbaikannya di serhkan kepada manusia sendiri. Barangkali dari sisi ini, Ibnu Miskawaih ingin menyatakan bahwa perbuatan manusia dan akibatnya merupakan tanggung jawab manusia itu sendiri. Dari pernyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak merupakan urusan manusia sendiri, artinya baik buruk, terpuji atau tercelanya akhlak seseorang tergantung kepada orang itu sendiri.<br />b. Perbaikan Akhlak. Metode perbaikan akhlak dapat diberi dua pengertian, Pertama, metode mencapai akhlak yang baik. Kedua, metode memperbaiki akhlak yang buruk. Ada beberapa metode yang dimajukan Ibnu Miskawaih dalam mencapai akhlak yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus dan menahan diri untuk memperoleh keutamaan dan sopan santun yang sebenarnya sesuai dengan keutaman jiwa. Kedua, Melakukan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya. Ketiga, introspeksi/mawas diri. Keempat, metode oposisi.<br />c. Sumber dan Sifat Buruk dan Lawannya. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa sumber dari sifat buruk adalah marah, takut mati dan sedih. Marah dinilai Ibnu Miskawaih sebagai penyakit hati yang paling serius, walaupun pada situasi tertentu tidak tercela. Penyakit jiwa yang dianggap serius oleh Ibnu Miskawaih adalah takut mati, menurutnya orang yang takut mati dapat terjadi karena beberapa sebab, setidaknya ada tujuh sebab yang menjadikan sseorang takut mati karena, 1) tidak mengetahui hakekat kematian, 2) tidak mengetahui kesadaran jiwa, 3) tidak mengetahui kekekalan jiwa, 4) adanya dugaan bahwa mati merupakan sakit yang amat berat, 5) keyakinan adanya siksa, 6) tidak tau apa yang akan dialami setelah kematian dan 7) adanya perasan berat untuk berpisah dengan keluarga, harta, dan kenikmatan dunia lainnya.<br />d. Pendidikan Akhlak untuk Anak dan Remaja. Perkembangan jiwa manusia merupakan landasan bagi Ibnu Miskawaih untuk menyusun konsep pendidikan akhlak anak dan remaja. Perhatian Ibnu Miskawaih terhadap pendidikan akhlak untuk anak dan remaja adalah menyiapkan secara dini ketangguhan mereka untuk memperlemah sumber penyakit jiwa yang telah diuraikan sebelumnya, yakni marah, takut mati, dan kesedihan.<br /><br /><br /><br /><br />BAB VI Kesimpulan dan Implikasi<br />A. Kesimpulan<br />Dari uraian sebelumnya, penelitian ini dapat di simpulkan sebagai berikut:<br />1. Pendidikan akhlak menurut Ibnu Miskawaih didasarkan pada konsep tentang manusia. Tugas pendidikan akhlak adalah memperkokoh daya-daya positif yang dimiliki manusia agar mencapai tingkatan manusia yang seimbang/harmonis sehingga perbuatannya mencapai tingkat perbuatan ketuhanan. Perbuatan yang demikian adalah yang semata-mata baik dan yang lahir secara spontan.<br />2. Pendekatan yang dipergunakan Ibnu Miskawaih untuk mencapai manusia yang seimbang/harmonis adalah:<br />a. Daya bernafsu diarahkan agar mencapai tingkat” mampu menjaga kesucian diri” yakni tidak tenggelam dalam kenikmatan dan melampui batas, bukan pula tidak mau berusaha untuk memperoleh kenikmatan sebatas yang diperlukan.<br />b. Daya berani diarahkan untuk mencapai tingkat “keberanian” yakni tidak takut terhadap sesuatu yang seharusnya tidak ditakuti dan bukan pula berani terhadap sesuatu yang seharusnya tidak diperlukan sikap ini.<br />c. Daya pikir diarahkan untuk mencapai tingkat “kebijaksanaan” yakni memiliki kemampuan rasional untuk membuat keputusan antara yang wajib dilakukan dan yang wajib ditinggalkan.<br />3. Nilai yang terkandung dalam konsep pendidikan akhlak menurut Ibnu Miskawaih terletak pada penempatan syariat dan falsafat. Syari’at dan filsafat di tempatkan pada posisi penting masing-masing. Syari’at penting pada tempatnya dan filsafat juga penting pada tempatnya<br />4. Spiritualitas pendidikan akhlak menurut konsep Ibnu Miskawaih terletak pada akhlak moderasi. Akhlak moderasi intinya mengandung makna jalan lurus, benar, selamat, adil, harmonis, seimbang dan utama. Akhlak yang demikian tidak hanya mengandung arti etos kerja yang tinggi dan nuansa dinamika individu dan sosial melainkan juga selalu relevan dengan tantangan zamannya, tanpa menghilangkan nilai-nilai esensial dari pokok keutamaan akhlak.<br /><br />B. Implikasi<br />Dalam taraf yang lebih operasional, kesimpulan diatas membawa beberapa implikasi. Diantaranya adalah sebagai berikut:<br />1. Pendidikan akhlak yang berfungsi untuk memperkokoh daya-daya positif yang dimiliki manusia menghendaki adanya sistem pendidikan akhlak yang didasarkan pada perkembangan jiwa manusia.<br />2. Pendekatan pendidikan akhlak yang mengarah pada tercapainya keutamaan jiwa bernafsu dan jiwa berani memerlukan adanya pendidik yang mampu memahami spirit syariat sehingga patut menjadi teladan yang baik. Adapun pendekatan pendidikan akhlak yang mengarah pada tercapainya jiwa berfikir memerlukan adanya pendidik bijaksana yang mampu memahami spirit falsafat sehingga ia dapat mengaktualisasikan semangat penyadaran dan pemberdayaan daya al-natthiqat.<br />3. Nilai pendidikan akhlak yang menempatkan syari’at dan falsafat pada posisi penting masing-masing menghendaki adnya keterpaduan logis dan proporsional antara berbagai materi pendidikan<br />4. Spirit akhlak moderasi menurut kemampuan pendidik untuk mengantisipasi perubahan nilai sosial budaya akibat kemajuan ilmu dan teknologi. Kemampuan antisipatif ini perlu diwujudkan daam bentuk penghayatan agama yang dinamis, pemikiran strategis dan logis, dan karya-karya berikut tindakan nyata yang sosialis agamis sehingga semua itu dapat membuahkan akhlak sosial yang rasional.<br /><br /><br /><br />BAGIAN KETIGA<br />Kesimpulan<br />A. Kesimpulan<br />Dari uraian penjelasan buku ini tentang Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih dapat di simpulkan sebagai berikut:<br />1. Setelah penulis membaca secara seksama tentang isi buku ini, sungguh sangat menarik untuk di simak dan dibaca, sebab pendidikan akhlak merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap Muslim dalam menata hidup dan kehidupan sehari-hari baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang. Realitas menunjukkan bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis multidimensi yang tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya, akibatnya meraja lela perbuatan-perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan seperti korupsi yang lagi marak dan boleh dibilang sudah mentradisi dilingkungan masyarakat. Di Negara kita banyak orang yang mempunyai intelektualitas tinggi, mengetahui teori dan konsep akan tetapi dalam internalisasinya lebih di pengaruhi oleh hawa nafsu semata, bukankah Rasulullah bersabda” Kalau engkau tidak mempunyai rasa malu maka perbuatlah sekehendakmu” (Al-Hadits).<br />2. Adapun pendekatan dalam penulisan buku ini sudah jelas, karena pemaparannya dari hasil penelitian maka tekniknya dengan memakai dua metode yaitu: 1) pendekatan filsafat, yang pendekatannya secara menyeluruh, mendasar, serta spekulatif karena ketiga hal ini merupakan karaktristik berfikir filsafat dan 2) metode hermeneutik yakni dengan memahami teks/naskah filsafat karya Ibnu Miskawaih melalui interpretasi. <br />3. Menurut hemat penulis selama membaca buku ini, gaya bahasa dan pencetakan serta kapr yang indah dengan warna biru putih kehitam-hitaman sungguh sangatlah mudah dipahami dan siapapun akan mampu untuk berintraksi dengan buku ini. Walaupun dalam buku ini masih banyak di cantumkan istilah-istilah ilmiyah, namun ini adalah sebuah pembelajaran yang patut untuk direspon secara positif.<br />B. Saran<br />1. Buku yang berjudul “Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih” menurut hemat penulis merupakan hasil karya yang sangat bagus, namun gaya bahasa dan teknik-teknik penegasan ilmiyah perlu di sederhanakan kembali agar lebih mudah di pahami serta dimengerti.<br />2. Dalam penulisan footnote sebaiknya dituangkan langsung di bawah tidak di sendirikan dalam halaman lain, maksudnya adalah agar para pembaca lebih mudah memahami sumber-sumber rujukan sekaligus sebagai reverensi pembaca selanjutnya guna menambah khazanah ilmu pengetahuan. <br />3. Buku-buku tentang masalah akhlak dari tokoh-tokoh Muslim masa lalu perlu di kaji lewat penelitian-penelitian dan dikembangkan kembali lewat penulisan dan karya-karya dengan maksud ummat Islam belajar dari peristiwa sejarah Islam pada waktu mencapai puncak kejayaan serta keemasannya dan tidak menutup kemungkinan bisa di kembangkan pada masa kini dan masa yang akan datang.<br />4. Penulis memberikan masukan kepada kita dalam rangka menanggulangi krisis multidimensi yang di alami bangsa Indonesia baik dimasa kini dan masa mendatang hendaknya pemerintah mengkaji ulang undang-undang sistem tujuan pendidikan Nasional, dalam internalisasinya menurut hemat penulis Pemerintah hanya mementingkan nilai intelektualitas semata dan tidak begitu memperhatikan nilai-nilai agama maka akibatnya saat ini terjadi krisis di bidang moral yang berkepanjangan, dan tentunya berbagai pihak menginginkan adanya keseimbangan antara keduanya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-41669947009773264062010-01-24T02:40:00.000-08:002010-01-24T02:42:00.136-08:00PERBUATAN BAIK DAN BURUK MENURUT PANDANGAN ILMU KALAMA. PENDAHULUAN<br /> Dalam perilaku kehidupan manusia selalu terdapat dua sisi yang berlawanan, yaitu perilaku baik dan perilaku buruk. Seseorang dikatakan melakukan perbuatan baik, apabila tindakan yang dilakukan sesuai dengan tata nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat dimana ia berada. Demikian sebaliknya, seseorang dikatakan melakukan perbuatan buruk apabila tindakannya tidak sesuai dengan nilai dan pandangan masyarakat yang bersangkutan. Pandangan tentang nilai yang terdapat dalam masyarakat beraneka ragam dan tata nilai tersebut menjadi norma atau patokan berperilaku bagi setiap individu atau kelompok. Patokan perilaku bagi setiap individu dalam masyarakat adalah berupa norma kesopanan, norma hukum, norma susila, dan norma agama. <br /> Dalam kehidupan masyarakat yang sangat memegang teguh tata nilai agama, selalu mengukur perbuatan baik atau buruk dari aspek nilai agama yang dianutnya. Bagi masyarakat yang beragama Islam mungkin akan selalu mengukur suatu perbuatan berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Namun dalam suatu komunitas sosial tidak semua individu dalam masyarakat memiliki akidah yang sama. Di dalam masyarakat selalu terdapat budaya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manusia. Perspektif budaya melahirkan nilai yang berdasarkan tradisi, dan kebiasaan tradisi terbangun berdasarkan pola-pola hubungan antara individu. Sehingga patokan terhadap perbuatan baik dan buruk bercampur antara norma sosial dan norma agama. <br />Allah SWT. menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk mengatur dan memakmurkan apa yang ada di bumi, itulah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, yaitu Ia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk bila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, adapun kelebihan manusia adalah Ia di berikan akal fikiran yang dipergunakan untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, sekaligus dengan akal, manusia dapat menaklukkan apa yang ada di bumi . <br /> Kalau ditinjau dari segi ajaran agama, banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an maupun hadits yang menerangkan tentang manfaat akal manusia akan tetapi pendapat akal sangatlah terbatas ketimbang dengan wahyu, bukankah Allah SWT. memberikan manusia ilmu melainkan sedikit, walaupun demikian Allah SWT. menantang manusia lewat wahyu bagaimana supaya manusia memanfaatkan akalnya agar ia mampu untuk berinteraksi baik di langit maupun di bumi. Namun yang dikehendaki oleh Islam adalah penggunaan akal yang berbasis wahyu atau yang berdimensi Al-Qur’an dan sunnah Rasul berupa ijtihad . Tapi sungguh berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh ajaran agama, dimana manusia justru sebaliknya, yaitu ada sebagian faham yang sangat mendewakan pendapat akalnya bila dibandingkan wahyu, telah terbukti dengan munculnya berbagai aliran-aliran teologi Islam dengan berbagai macam pendapat, seperti Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Ahlussunnah wal jama’ah dan lain-lain . <br /> Tindakan mengenai perbuatan baik dan buruk dalam pandangan para penganut aliran teologi Islam, masing-masing berbeda. Di antara penganut aliran kalam memiliki persepsi yang berbeda terhadap perbuatan baik dan perbuatan buruk. Perbedaan tersebut terletak pada sebab, cara pelaksanaan dan pencegahan. Di dalam teologi Islam terdapat beberapa aliran yang mengkaji masalah perbuatan baik dan perbuatan buruk, yaitu: (a) aliran Mu’tazilah; (b) aliran qadariyah; (c) aliran jabariyah; (d) aliran Ays’ariyah (ahli sunnah wal jama’ah) Pada prinsipnya bahasan yang dipertentangkan dalam ilmu kalam adalah berkisar pada persoalan akidah Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an yang kemudian dianalisa lebih lanjut dengan menggunakan logika untuk mendapatkan kebenaran dan keyakinan yang lebih kokoh . <br /> Kebaikan dan keburukan dalam penilaian akal (husn wa qubh ‘aqli) merupakan salah pembahasan klasik dan rumit dalam teologi Islam dan menjadi diskusi yang berkepanjangan para ilmuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “bagaimana pandangan teologi Islam terhadap perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia?”. Tulisan ini hanya mengetengahkan pandangan 4 aliran dalam teologi Islam, yaitu : aliran Mu’tazilah; aliran; Qadariyah; aliran Jabariyah dan aliran Ays’ariyah (ahli sunnah wal jama’ah).<br /><br />B. PERBUATAN BAIK DAN BURUK DALAM PANDANGAN ILMU KALAM<br />1. Pengertian perbuatan baik dan buruk<br />Dalam Islam perbuatan baik dan buruk itu sering di sebutkan dengan’amar ma’ruf nahi munkar’(Perbuatan yang baik dan dan perbuatan yang buruk)yang dilakukan manusia dalam selurah kehidupannya, manusia itu dikatakan berbuat baik apabila dia dapat melaksanakan ajaran agama secara’’ kaffah’’(keseluruhan) manusia di katakan berbuat yang tidak baik apabila ia melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan yang telah di perintahkan oleh Allah SWT. <br />Pada dasarnya tugas dan tanggung jawab manusia adalah untuk mengabdi kepadanya, dalam peroses pengabdiannya manusia harus mengetahui atau memiliki dasar yang hakiki untuk di jadikan landasan yang utama dalam hidupnya agar dalam menjalani kehidupan dunia ini lebih bermakna, adapun yang landasan yang dimaksudkan adalah sumber-sumber ajaran Islam yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT., sesama manusia, sesama alam atau lingkungannya.<br /> Mengabdikan diri dalam Islam erat kaitannya dengan pendidikan akhlak, kemudian konsep mengabdikan diri dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan taqwa dan taqwa itu sendiri berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, perintah Allah itu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang baik sedangkan yang berkaitan larangan adalah dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik . <br /> Adapun lapaz al-hasanah dan as-sayyiah dalam Al-Qur’an memiliki berberapa makna, seperti yang di jelaskan dalam QS. 3:120, QS.9:50, QS.7:164 dan QS.42:48. Dengan demikian dalam ayat tersebut secara pasti mengandung makna bahwa al hasanah dan as sayyiah berarti segala kenikimatan dan musibah demikian pula yang dikatakan oleh para Mufassir, oleh sebab itu As-Sadiy menyatakan bahwa al Hasanah adalah kemakmuran sedangkan as Sayyiah adalah kemudhadaratan yang terjadi pada harta mereka .<br /> Dengan demikain akan menjadi jelas bahwa kebaikan dan keburukan dalam ajaran Islam merupakan dua bahasa yang berbeda akan tetapi memiliki keterkaitan antara keduanya, yaitu kalau tidak berbuat baik maka berbuat buruk, maka manusia tinggal memilih pada posisi mana ia harus berbuat karena kebaikan dan keburukan itu sudah jelas di atur dalam ajaran agama .<br /> Sebenarnya makna kebaikan dan keburukan itu sudah sangat jelas bagi setiap orang dan tidak perlu diberikan definisi, yang penting di sini adalah penggolongan pengaplikasian kedua makna itu sehingga menjadi jelas hubungan pembahasan kebaikan dan keburukan perspektif akal dengan bagian yang mana dari penggunaan makna-makna tersebut. Dengan menelusuri item-item penggunaan dua kata tersebut, maka kita dapat mengidentifikasi empat penggunaan asli dari makna keduanya: <br />Pertama,Terkadang kebaikan dan keburukan bermakna kesempurnaan (kamâl) dan kekurangan (naqsh) yang berhubungan dengan jiwa manusia. Dalam pengaplikasian ini, termasuk seluruh perbuatan manusia, apakah perbuatan itu berdasarkan ikhtiar manusia ataukah di luar ikhtiar manusia seperti sifat dasar manusia. Sebagai contoh dikatakan, ”Pengetahuan itu ialah suatu kebaikan” atau ‘’Belajar ilmu pengetahuan merupakan sebuah perbuatan baik,’’ dan juga dikatakan, “Kebodohan itu adalah suatu keburukan” atau “Meninggalkan pencarian ilmu merupakan suatu perbuatan buruk”; pengetahuan dan mencari ilmu pengetahuan merupakan sifat kesempurnaan bagi jiwa manusia, sementera kebodohan dan meninggalkan pencarian ilmu merupakan kekurangan baginya. Berdasarkan hal tersebut, maka sifat-sifat seperti berani dan dermawan merupakan bagian dari sifat-sifat baik, sementara sifat penakut dan kikir termasuk dari sifat-sifat jelek. Yakni, yang menjadi tolok ukur adalah kesempurnaan dan ketidak sempurnaan pada jiwa manusia.<br />Kedua,Terkadang aplikasi makna kebaikan dan keburukan berdasarkan kemaslahatan dan ke-mafsadah-an (tak berfaedah) sebuah perbuatan atau sesuatu, dan terkadang maslahat dan mafsadah berhubungan dengan unsur individu atau berhubungan dengan unsur masyarakat..Sebagai contoh, setiap peserta yang menang dalam pertandingan adalah maslahat baginya (bagi peserta yang menang itu), akan tetapi kontradiksi dengan kemaslahatan para peserta lain yang kalah dalam pertandingan. Sebaliknya, menyebarkan keadilan dalam masyarakat merupakan suatu perkara yang dapat dipandang sebagai maslahat bagi seluruh masyarakat. <br />Ketiga, Aplikasi dari makna baik dan buruk adalah pada tinjauan kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan perbuatan ikhtiar manusia. Aplikasi ini, perbuatan yang menurut akal manusia layak untuk dilakukan dan pelakunya mendapatkan pujian, maka perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik. Sebaliknya, perbuatan yang semestinya ditinggalkan dan pelaku perbuatan tersebut menjadi tercela, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang buruk. <br />Berdasarkan pandangan ini, “Keadilan itu adalah sebuah kebaikan” dan ‘’Kezaliman itu ialah sebuah keburukan”, yaitu akal memandang keadilan itu adalah layak dan baik serta pelakunya (orang adil) berhak mendapatkan pujian dan sanjungan, sementara kezaliman itu merupakan perbuatan yang tidak layak dan orang yang melakukannya seharusnya mendapatkan celaan. Perlu diketahui bahwa akal yang dimaksud di sini adalah akal praktis, yang obyeknya adalah perbuatan ikhtiar manusia dari segi kelayakan (keharusan) untuk dilaksanakan atau kelayakan (keharusan) untuk ditinggalkan etika kita mencoba memikirkan pengaplikasian ketiga makna tersebut maka akan sangat jelas perbedaannya. perbuatan-perbuatan pelaku selain manusia dan bahkan perbuatan-perbuatan Tuhan.<br /><br />2. Pandangan ilmu kalam tentang perbuatan baik dan buruk<br />2.1 Pandangan Mu’tazilah<br /> Pada dasarnya mu’tazilah adalah merupakan aliran yang mngetengahkan pendapatnya-pendapatnya yang rasionalistis tentang berbagai macam masalah, sungguh menurut mereka akallah yang sangat berperan ketimbang wahyu, salah satu pendapatnya yang rasionalistis adalah pandangannya tentang perbuatan baik dan buruk manusia, pada prinsipnya masalah ini berkaitan erat dengan perinsip keadilan dmana Tuhan Maha adil yang menunjukkan kesempurnaan pada segala hal pada manusia ajaran ini bertujuan ingin menunjukkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia karna alam semesta ini diciptakan untuk kepentingan manusia.<br /> Ajaran tentang keadilan ini terkait erat dengan perbuatan manusia, manusia menurut mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan baik secara langsung atau tidak . Perbuatan apa saja yang di lahirkan adalah perbuatan manusia itu sendiri kecuali dalam mempersepsi warna, bau, dan sesuatu lainnya yang dialaminya tidak diketahui manusia. Pemahaman dan pengetahuan yang timbul dengan selain melalui informasi dan instruksi itu diciptakan sendiri oleh Allah dan bukan perbuatan manusia. Kalau dilihat pendapat ini memang Allah maha adil atas segala makhluknya karna alam ini berserta isinya diciptakan untuk manusia tapi dalam masalah perbuatan, sudah pasti ada campur tangan Tuhan karena apapun yang dikerjakan oleh manusia bukan karena kehendaknya sendiri akan tetapi ada yang menggerakkan sehingga ia berbuat . <br /> Kalau manusia berbuat baik dan buruk sudah pasti ada konsekwensi logis yang harus di terima, karna konsep ajaran Islam yang dijelaskan oleh wahyu bahwa kebenaran dan kesesatan itu sudah jelas, jadi manusia tinggal memilih mana perbuatan menurut kehendaknya yang harus di laksanakan, akan tetapi didalam masalah pemberian ganjaran Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan wajib memberikan ganjaran kepada seseorang yang berbuat baik dan member hukuman kepeda seseorang yang salah, Asy’ari berkata urusan ganjaran dan hukuman itu terserah kepada Allah semata-mata .<br /> Akal memang merupakan media yang paling istimewa yang diberikan Tuhan kepada manusia. Anugrah akal inilah yang menjadi ukuran seseorang untuk menerima taklif dalam syariat Islam. Akal ditinjau dari sudut pandang fungsi dan tugasnya dapat dibagi menjadi dua bagian, berurusan dengan pencerapan universal dan berkaitan dengan urusan partikular.<br />Dengan akal universalnya manusia dapat menconcludekan bahwa setelah menciptakan manusia, Tuhan menurunkan kitab dan mengutus nabi untuk memberikan penjelasan dari apa yang terkandung di dalam kitab tersebut. Karena dalam pandangan akal (universal), sangat tidak fair Tuhan menciptakan manusia lalu membiarkannya tanpa petunjuk visual dan eksternal yang dapat mengantarkanya meraih kesempurnaan insaniah. Dengan akal universal, ia mampu dengan lantang mengatakan bahwa dua hal yang kontradiktif tidak akan pernah bersatu pada ruang dan waktu yang bersamaan.<br /> Atau menerapkan segala yang universal lebih besar dari yang partikular. di balik fungsi universal ini, akal dalam beberapa hal tertentu akal tidak mampu menerapkan secara pasti sejarah nabi diutus, menikah dengan beberapa orang, usia berapa, Dan juga hukum-hukum praktis, seperti jumlah rakaat, bagaimana melaksanakan shalat dan sebagainya. Ia perlu bimbingan seorang Nabi yang bertugas memapaparkan secara elaboratif masalah-masalah partikular ini. Maksudnya adalah untuk menduduk-jelaskan perkara dan fungsi akal sehingga tidak secara general memandang akal sebagai media tunggal dalam beragama,akan tetapi harus melalui dua sumber naql (Qur’an dan hadis) dan aqli (akal).<br /><br /> 2. 2. Pandangan Qadariyah<br /> Ada hal yang berbeda dengan paham Qadariyah dimana aliran ini mengatakan bahwa dalam masalah perbuatan baik dan buruk manusia, manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya dan mereka menolak adanya qada’ dan qadar . Menurut paham ini perbuatan manusia merupaka hasil usaha manusia itu sendiri dan bukan perbuatan Tuhan, artinya manusia mempunyai kemampuan untuk mengerjakan dan meninggalkan suatu perbuatan tanpa campur tangan kehendak dan kekuasaan Tuhan .<br /> Dalam menanggapi masalah ini Abd Jabbar mengemukakan bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan oleh Tuhan akan tetapi pada manusia, manusia sendirilah yang mewujudkannya . Keterangan-keterangan telah jelas mengatakan bahwa kehendak untuk berbuat adalah kehendak manusia, tetapi tidak jelas apakah daya untuk mewujudkan perbuatan itu daya manusia sendiri ataukah bukan dan dalam hubungannya dengan ini perlu kiranya di tegaskan bahwa dalam menlaksanakan perbuatan itu harus ada kemauan atau kehendak dan daya untuk meleksanakan kehendak itu dan barulah perbuatan itu dilaksanakan. Karena manusia bebas, merdeka, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya, maka ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT., jika ia banyak berbuat kebaikan, maka ia akan mendapat balasan berupa nikmat dan karunia yang besar dan sebaliknya apabila ia lebih banyak melakukan perbuatan yang tidak baik maka ia akan mendapatkan ganjarannya Karen perbuatan itu sendiri diwujudkan oleh manusia itu sendiri dan merupakan suatu kewajaran apabila Tuhan menyiksa atau memberikan pahala .<br /> <br /> 2.3. Pandangan Jabariyah<br /> Paham jabariah merupakan pecahan dari aliran Qadariyah dimana manusia mewujudkan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan akan tetapai dalam paham aliran jabariayah maka manusia tidak berkuasa atas perbutannya, yang menetukan perbuatan itu adalah kehendak Allah .<br /> Dalam paham Jabariyah bahwa perbuatan manusia dalam hubunganya dengan Tuhan sering di gambarkan bagai bulu ayam yang di ikat dengan tali digantungkan di udara, kemana angin itu bertiup, maka ia akan terbang ia tidak mampu menetukan perbuatanya sendiri tapi teserah angin dan apabila perbuatan manusia itu diumpamakan seperti ayam maka angin itu adalah Tuhan yang menetukan kearah mana dan bagaimana perbuatan itu di lakukan . <br /> Paham jabariyah sebagaimana dikemukakan diatas adalah paham yang di lontarkan oleh Jaham bin Shofwan, tokoh utama Jabariyah yang ekstrim sebab dalam paham tersebut manusia tidak punya andil sama sekali dalam menentukan perbuatannya semua ditentukan oleh Tuhan, di samping paham ini ada paham kelompok Jabariyah yang di anggap moderat . Menurut paham Jabariayah yang moderat perbuatan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan, tetapi manusia punya andil juga dalam mewujudkan perbuatannya seolah-olah ada kerja sama Tuhan dengan manusia dalam mewujudkan perbuatannya sehingga manusia tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatanya <br /> Kalau dilihat dari pendapat diatas bahwa disatu sisi perbuatan manusia itu di tentukan oleh Tuhan dan disisi lain perbuatan manusia itu tidak sepenuhnya campur tangan Tuhan akan tetapi manusia juga punya andil untuk mewujudkan perbuatanya, dalam hal ini Asy’ari membantah pernyataan ini lewat argumentasinya<br /><br /> 2.4. Ays’ariyah (ahli sunnah wal jama’ah)<br /> Berbicara tentang aliran Asy’ari pada dasarnya merupakan pecahan dari aliran Mu’tazilah yang mendewakan akal, rasionalistis dan filosofis . Dimana Asy’ariyah menganut paham ini selama 40 tahun, namun setelah itu menyatakan dirinya keluar dan mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan Mu’tazilah yang kemudian dikenal dengan Asy’ariyah .<br /> Pandangan Asy’ariyah mengenai perbuatan baik dan buruk, sungguh sangatlah berbeda dengan aliran-aliran yang lain, aliran ini sangat menolak keras bahwa perbuatan baik dan buruk yang berasal dari akal, Asy’ariyah mengemukakan argumentasinya untuk membenarkan atas konsep kebaikan dan keburukan yang berasal dari akal, yaitu jika akal yang menetukan kebaikan dan keburukkan, maka tidak akan pernah perbuatan buruk itu menjadi baik .<br /> Di dalam menyikapi masalah ini, sangatlah jelas bahwa kemampuan akal dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan tidak memiliki independensi sama sekali, dan meyakini bahwa yang ada hanyalah baik dan buruk yang ditentukan agama. Dengan demikian perbuatan dikatakan baik menurut Asy’ariyah, apabila dihukumi oleh syariat adalah baik dan perbuatan dikatakan buruk, jika dikatakan oleh syariat ialah buruk . Kalau manusia dalam konteks ini tidak mampu mendeteksi dan menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan, bahkan yang menjadi syarat keutamaan suatu perbuatan tersebut adalah kebergantungannya pada perintah dan larangan Tuhan . <br /> Masalah perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia aliran Asy’ariyah berada pada posisi tengah antara aliran Jabariyah dengan Mu’tazilah, menurut Mu’tazilah manusia itulah yang mengerjakan perbuatannya dengan sesuatu kekuasaan yang diberikan Tuhan kepadanya, begitu pula dengan Jabariyah manusia tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan atau memperoleh sesuatu, bahkan ia ibarat bulu yang bergerak menurut arah angin yang meniupnya, maka datanglah Asy’ari yang mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan .<br /> Berdasarkan pendapat di atas Asy’ariyah juga mengatakan: "Akal tidak dapat menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan, dan kewajiban mengetahui yang baik dan yang buruk hanya diketahui lewat wahyu dan tidak dapat menentukan apakah suatu perbuatan mendatangkan pahala atau siksa . Dengan demikian kalau dianalisa pendapat Asy’ariyah perbuatan baik dan buruk dalam arti yang sebenarnya adalah yang bersifat syar’i (wahyu) bukan aqli, artinya suatu perbuatan hanya bisa dipandang baik, jika terdapat dalil syar’i yang menunjukkan bahwa perbuatan itu baik dan demikian pula suatu perbuatan hanya dapat dipandang buruk jika terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan itu buruk .<br /><br />C. KESIMPULAN <br /> Berangkat dari berbagai macam persoalan yang ada dalam teologi Islam tentang perbuatan baik dan buruk manusia dapat di ambil beberapa kesimpulan, di antaranya: <br />1. Bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk ciptaan Allah SWT. yang memiliki sifat kesempurnaan bila di bandingkan dengan makhluk lainnya dan sifat kesempurnaan itu menghasilkan beraneka ragam manfaat diambil oleh manusia sebagai khalifah di bumi, diantara sifat kesempurnaan yang di miliki oleh manusia ialah akal yang dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran dari apa yang telah di turunkan oleh Allah SWT. Namun perlu di ingat bahwa peran akal sangatlah terbatas bila di bandingkan dengan wahyu karena itu sangatlah tidak rasional apabila manusia apabila manusia mendewakan akalnya bila dibandingakan dengan wahyu sebab dalam ajaran Islam dengan tegas dikatakan bahwa manusia itu diberikan ilmu pengetahuan melainkan sedikit .<br />2. Dalam masalah perbuatan baik dan buruk manusia merupakan kajian yang sangat sentral dalam dunia sejarah teologi Islam dimana semua aliran atau firqah memunculkan berbagai macam pendapat yang berbeda-beda yang dapat diambil sebagai landasan berfikir untuk memperkuat argumentasinya dalam upaya untuk memperkuat aliran-aliran mereka, namun dalam tulisan makalah ini hanya membahas sebagian aliran-aliran dari sekian banyak aliran yang berkembang dalam teologi Islam yang dapat diambil sebagai bahan perbandingan untuk mengkajinya lebih lanjut.<br />3. Di antara aliran-aliran teologi Islam yang membahas tentang perbuatan baik dan buruk manusia ialah aliran Mu’tazilah, dimana aliran ini terkenal dengan pendapat rasionalnya, mereka mengatakan bahwa masalah perbuatan baik dan buruk manusia yang terkenal dengan perinsip keadilan sedangkan ajaran tentang keadilan ini terkait erat dengan dengan perbuatan manusia, jadi manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan . Kemudian Qadariyah mengatakan bahwa dalam masalah perbuatan baik dan buruk manusia, manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya dan mereka menolak adanya qada’ dan qadar. Menurut paham ini perbuatan manusia merupakan hasil usaha manusia itu sendiri dan bukan perbuatan Tuhan artinya manusia mempunyai kemampuan untuk mengerjakan dan meninggalkan suatu perbuatan tanpa campur tangan kehendak dan kekuasaan Tuhan . Sementara jabariyah mengatakan bahwa manusia mewujudkan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan akan tetapai dalam paham aliran jabariayah maka manusia tidak berkuasa atas perbutannya, yang menetukan perbuatan itu adalah kehendak Allah. Sedangkan Asy’ariyah dalam menampilkan pendapatnya tentang perbuatan baik dan buruk ia berada pada posisi tengah mereka mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan .<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /> Asmuni Muhammad,1993, Ilmu Tauhid, Grapindo Persada: Jakarta<br />Abdul Karim Syahrastani bin Muhammad, 2004, Sekte-Sekte Islam, Pustaka: Bandung<br />Afrizal.M, 2006, Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam, Erlangga: Jakarta<br />Abdul Rozak, Rosihon Anwar, 2007, Ilmu Kalam, Pustaka Setia: Bandung<br />Abdullah Sufyan Raji, 2007, Mengenal Alikran-Aliran Dalam Islam Dan Cirri-Ciri Ajarannya, Pustaka Riyadl: Bandung <br />Hanafi, 2003, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al Husna Baru: Jakarta<br />Ibn Taimiyyah Syaikh, 2008, Misteri Kebaikan Dan Keburukan, Pustaka Hidayah: Bandung<br />Ismail Abul Hasan al-Asy’ari, 1999, Prinsip-prinsip dasar Aliran-Aliran Theology Islam, Pustaka Setia: Bandug<br /> Jaih Mubarok,Hakim, 2007, Metodologi Setudy Islam, Remaja Rosda Karya: Bandung<br />Karman, Supiyana, 2004, Materi Pendidikan Agama Islam, Remaja Rosda Karya: Bandung<br />Muhammad Afif, 2004, Dari Teologi Ke Ideology Telaah Atas Metode Dan Pemikiran Teologi Sayyid Quthb, Penamerah: Bandung<br />Nasution Harun, 2008, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI: Jakarta<br />________________, 1995, Gagasan Dan Pemikiran Harun Nasution, Mizan: Jakarta <br />Nasir.M, 1998, Kebudayaan Islam Dalam Persepektif Sejarah, Giri Mukti Pasaka: Jakarta<br /> Saleh abu bakar,2008 Responses To “Baik dan Buruk Dalam Perbuatan Tuhan, Februari: Bandung <br />Syam Firdaus, 2007, Pemikiran Politik Barat, Sejarah, Filsafat,Ideology, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, Bumi Aksara: Jakarta<br />Yunan Yusuf.M, 2004, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Penanadani, BandungUnknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-37900379363067891042010-01-24T02:38:00.000-08:002010-01-24T02:40:04.394-08:00ISRA’ILIYAT DALAM TAFSIRA. Pendahuluan<br /> Dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an banyak dijelaskan tentang masalah bani israil, dimana orang-orang bani israil adalah orang-orang yahudi yang mempunyai kebudayaan yang sangat kuat terutama berkaitan dengan agamanya berdasarkan dengan Taurat dan begitu pula dengan orang-orang Nasrani mempunyai kebudayaan yang berkaitan dengan kitab Injil dan setelah lahirnya Islam kebanyakan orang-orang yahudi dan nasrani bernaung di bawah panji-panji Islam, namun pada hakekatnya mereka masih memakai sistim kebudayaan yang berkaitan dengan agamanya.<br /> Sejarah ummat masa lalu yang terdapat dalam Taurat dan Injil diungkapkan kembali dalam Al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan kisah-kisah para Nabi-nabi dan berita-berita umat dahulu. Tapi kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an itu, ungkapan maupun bahasanya luar biasa dan dapat dijadikan i’tibar dan pelajaran, namun tidak menyebutkan dengan terperinci bagian demi bagian seperti tanggal terjadinya, nama-nama negeri dan perorangan. Adapun Taurat mengemukakan dan menguraikan dengan terperinci, begitu juga Injil.<br /> Israiliyat dalam pada mulanya menunjukkan kisah yang diriwayatkan dari sumber Yahudi, akan tetapi dipergunakan juga oleh ulama tafsir dan hadits dengan membenarkan sebagian cerita-cerita Yahudi bahkan lebih luas daripada itu kemudian cerita-cerita tersebut dimasukkan ke dalam Tafsir yang kira-kira memiliki sumber di percaya dan sebagian dari besar dari golongan Yahudi yang masuk Islam, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in dan mereka inilah di sebut sumber-sumber primer dari Israiliyat. <br /> Kalau dilihat dari sisi sejarah bahwa pada masa sahabat tidak ada yang mengambil berita-berita dari Ahlul Kitab sekalipun ada sangatlah sedikit jumlahnya, akan tetapi pada masa Tabi’in semakin banyak orang Yahudi yang masuk Islam dan semakin besar keinginan ahli-ahli Tafsir mengisi tafsirnya dengan kisah-kisah Isra’iliyat .<br /> Dengan masuknya ahli kitab itu ke dalam Islam, maka terbawa pulalah bersama mereka kebudayaan tentang berita-berita dan kisah-kisah agama. Ketika mereka membaca kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, maka mereka itu mengemukakan pula dengan terperinci uraian-uraian yang terdapat dalam kitab-kitab mereka .<br /> Sahabat-sahabat Nabi tertegun mendengar kisah-kisah yang di kemukakan oleh ahli kitab. Namun mereka tetap menurut perintah Rasulullah SAW.’’ Jangan benarkan Ahli Kitab dan jangan kamu dustakan dan katakanlah’ Kami percaya kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan kepada kami’’. kadang-kadang terjadi diskusi antara sahabat dengan dengan ahli Kitab mengenai uraian yang terperinci, adakalanya sahabat menerima sebagian dari apa yang di kemukakan oleh ahli kitab selama masalah ini tidak menyangkut akidah dan tidak berhubungan dengan hukum-hukum . Berangkat dari permasalahan di atas maka dalam tulisan ini akan mencoba membahas mengenai, pengertian Israiliyat, Sumber-sumber Israiliyat dalam dimensi sejarah, kelaripikasi Israiliyat dalam Tafsir, Hukum meriwayatkan Israiliyat, Dampak Israiliyat dalam tafsir serta Pandangan para Ulama mengenai Israiliyat dalam Tafsir.<br />B. Isra’illyat Dalam Tafsir<br />1. Pengertian <br /> Ditinjau dari segi bahasa, kata ‘’Israiliyat‘’ (bentuk jamak dari kata Israiliyat) yang berarti “Hamba Tuhan”. Kata ini merupakan nama lain dari Yakub saat itu, kemudian istilah ini berkembang menjadi kata “Israil”. Kata Israil adalah menunjukan suatu kaum yang berbangsa yahudi. Sejarah perubahan makna istilah ini adalah, Yakub As. memiliki putra sebanyak dua belas orang, salah satu yang menonjol dari sekian banyak anaknya bernama yahuda. Bangsa yahudi adalah keturunan dari Yakub As. Oleh karena faktor keturunan tersebut, sehingga bangsa yahudi disebut dengan Israil, kata ini mengambil nama sebutan dari Yakub sebagai nenek moyang mereka .<br /> Kata Israiliyah mengalami perkembangan dalam pengertiannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Azhabi dalam Rosihan Anwar. Menurutnya bahwa definisi Israiliyah memiliki dua pengertian, yaitu: (1) Israiliyah adalah kisah dan dongen kuno yang disusupkan dalam tafsir yang dikembalikan pada sumbernya, yaitu yahudi, nasrani atau yang lainya; (2) Israiliyah adalah cerita-cerita yang disusupkan ke dalam tafsir dan hadist oleh musuh-musuh islam. <br /> Kemudian Amin khuli mengemukakan pendapatnya tentang Israiiliyah adalah imformasi-imformasi yang berasal dari Ahli Kitab yang menjelaskan tentang nas-nas Al-Qur’an atau Hadits . Depinisi-depinisi yang di kemukan oleh para ahli ini sangat berbeda dari segi redaksinya dan berbeda pula dari segi isi, perbedaan itu terutama pada materi dan sumber Israiliyat, para ulama sepakat bahwa Israiliyat berisi unsure-unsur luar yang masuk kedalam Islam akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang isi materinya, yaitu ada yang menyebutnya secara umum yaitu yang berupa apa saja dan ada yang menyebuitnya secara khusus yang berupa kisah-kisah, dongeng-dongeng dan khurapat.<br /> Berdasarkan pernyataan diatas ternyata materi Israiliyat bersipat netral yaitu bias berpa kisah-kisah atau dongeng-dongeng ada juga yang sejalan dengan Islam dan ada juga yang tidak sejalan dengan Islam, namun perlu diingat bahwa pada umumnya kisah-kisah Israiliyat cerita-cerita dan dongeng-dongeng buatan non muslim yang masuk kedalam Islam . <br />2. Sumber–sumber Israiliyat dalam Tafsir <br /> Kalau kita membaca dan memahami ayat-ayat suci al-Qur’an banyak ditemukan didalamnya kisah-kisah orang-orang pada zaman terdahulu yang menjadi pelajaran berharga bagi ummat Islam, kisah yang terdapat dalam kitab suci tersebut bukan hanya menerceritakan tentang kisah para Nabi atau Rasul akan tetapi ada juga yang bukan dari Nabi dan Rasul yaitu kisah Zulqarnain, Ashabul Kahfi dan lain-lain, dan begitu pula dengan kitab-kitab sucinya orang Nasrani yang terdiri dari kitab perjanjian lama dan baru menceritakan hal yang sama . <br /> Dalam menceritakan kisah tersebut Al-Qur’an memiliki pola yang berbeda yaitu hanya mengambil bagian-bagian kisah yang membawa pelajaran dan nasehat dan tidak mengungkapkan permasalahan secara terperinci . Dan disinilah awal mulanya kisah-kisah Isra’illiyat masuk kedalam tafsir pada zaman sahabat oleh orang yahudi, setelah mereka masuk Islam ada beberapa orang yahudi yang menjadi sumber masuknya Isra’illiyat kedalam tafsir yaitu Abdullah Ibn Salam, Ka’ab Ibn Al-Ahbar dan lain-lain yang pada umumnya mempunyai pengetahuan yang luas tentang kebudayaan Yahudi .<br /> Berdasarkan uraian diatas maka jelaslah bahwa sumber masuknya Isra’illiyat kedalam Tafsir sebenarnya berasal dari literatur ahli Kitab yang kebanyakan kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah memeluk agama itu. Beberapa di antara shahabat Nabi memang ada yang dahulu berasal dari agama itu, Misalnya Abdullah Ibn Salam, Ka'ab Al-Ahbar dan Wahab ibn Munabbih.<br /> Barangkali para Sahabat yang masuk Islam tidak bermaksud menyampaikan cerita-cerita bohong, sebab selama mereka memeluk agama Islam, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Ketika ada ayat Al-Quran menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberi komentar berdasarkan apa yang mereka baca di kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalau pun ada kebohongan atau dusta, bukan terletak pada shahabat, melainkan dusta itu sudah ada sejak lama dalam agama mereka sebelumnya. Mereka hanya mendapatkan imbas yang tidak enak dari agama lama mereka.<br />3. Klarifikasi Israiliyat dalam Tafsir.<br /> Mengingat kisah Israiliyat adalah berita-berita yang diambil dari Bani Israil, Yahudi atau dari kalangan orang-orang Nashrani, berita-berita ini terbagi menjadi 3 kategori: Pertama, Israiliyat yang sejalan dengan Islam. Kedua, Israiliyat yang tidak sejalan dengan Islam, Dan Ketiga Israiliyat yang tidak masuk pada keduanya (maukuf) . Dalam klaripikasi ini mengacu pada pada keterangan Nabi .<br /> Dalam kontek ini bisa saja Nabi tidak secara langsung memberikan keterangan seperti itu akan tetapi pemahaman para ulama’ terhadap keterangan Nabi, karena pada kenyataanya tidak semua imformasi sejalan dengan syariat Islam melainkan ada pemalsuan dan pemalsuan ini terjadi di dalam tafsir seiring dengan tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, sama halnya seperti pemalsuan yang terjadi pada Hadits Rasulullah SAW. <br /> Muhammad Husain al-Dzahabi, mengkelaripikasikan Isra’illiyat dengan tiga sudut pandang :<br />a. Sudut pandang kualitas sanad<br /> Sudut pandang ini memperlihatkan dua bagian yaitu Isra’illiyat yang shahih dan Isra’illiyat yang dhaif, adapun Israiliyat yag shahih seperti riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Katsir, dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir al-Thabari, dari Al-Mutsanna, dari Utsman Ibn Umar, dari Fulaihah, dari Hilal Ibn Ali, dari Atha Ibn Abi Rabbah, Atha berkata;<br />‘’Aku bertemu dengan Abdullah Ibn Umar Ibn Ash dan bertanya, ‘’Ceritakan olehmu kepadamu tentang sifat Rasulullah SAW.yang diterangkan dalam Taurat.’’Ia menjawab, ‘’Tentu demi Allah, yang diterangkan dalam Al-Qur’an.’’ Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar genbira, pemberi peringatan dan pemelihara yang ummi; Engkau hambaKu; Namun dikagumi; Engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawamu sebelum agama tegak lurus, yaitu setelah diucapkan Tiada Tuhan yang patut di sembah selain Allah, dengan perantara engkau pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, dan membuka mata yang buta’’ .<br /><br />Kemudian Isra’illiyat yang dhaif, seperti lapaz Qaf pada Qur’an Surat Qaf Ayat 1 yang di sampaikan oleh Ibnu Hatim dari ayahnya, dari Muhammad Ibn Ismail, dari Lait Ibn Abi Salim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menyebutkan sebagai Berikut :<br />Dibalik bumi ini, Allah menciptakan sebuah lautan yang melingkupinya dibalik lautan itu Allah telah menciptakan pula gunung-gunung yang bernama Qaf langit dan bumi ditegakkan diatasnya. Dibawahnya Allah menciptakan langit yang mirip dengan bumi ini yang jumlahnya tujuh lapis . Kemudian, dibawhnya lagi, Allah menciptakan gunung yang bernama Qaf. Langit keduantya ini ditegakkan diatasnya . Sehingga jumlah semuanya tujuh lapis bumi, dan tujuh lapis lautan, tujuh lapis gunung dan tujuh lapis langit .<br /><br />b. Sudut pandang kaitannya dengan Islam<br /> Sudut pandang kaitannya dengan Islam memperlihatkan tiga bagian Pertama, Isra’illiyat yang sejalan dengan Islam yang menjelaskan tentang sifat-sifat para Nabi adalah tidak kasar dan tidak keras, Kedua, Isra’illiyat yang tidak sejalan dengan Islam yang menggambarkan tentang kekuatan yang tidak layak dilakukan oleh seorang Nabi seperti meminum arak,dan Ketiga, Isra’illiyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua seperti yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dari Kaab al-Akhbar dan Qatadah dari Wahab Ibn Munabbih tentang orang yang pertama kali membangun Ka’bah yaitu Nabi Syit as .<br />c. Sudut pandang materi <br /> Dalam sudut pandang ini memperlihatkan beberapa bagian, yaitu Pertama, Isr’illiyat yang berhubungan dangan materi akidah, contohnya Isra’illiyat yang menjelaskan firman Allah :<br />“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya.Dan Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan. (QS.al-Zumar/39:67)<br /> Israiliyat ini menjelaskan bahwa seorang ulama Yahudi datang menemui Nabi dan mengatakan bahwa langit diciptakan diatas jari. .<br />Kedua, Israiliyat yang berhubungan dengan hukum, contohnya adalah israiliyat berasal dari Abdullah Ibn Umar yang berbicara tentang hukum rajam dalam Taurat. Ketiga, Isra’illiyat yang berhubungan dengan kisah-kisah.<br />4. Hukum meriwayatkan kisah Israiliyat<br />Adapun hukum meriwayatkan israiliyat para ulama menimbulkan pendapat yang kontradiktif yaitu ada ulama yang membolehkan dan yang ada yang melarang.<br />a. Dalil-dalil yang melarang<br />(1). Dalil-dalil dari Al-qur’an <br />Pertama, Berkenaan dengan orang-orang Yahudi, Allah telah berfirman dalam Qur’an :<br /> <br /><br />Artinya: “…..dan (juga diantara) orang-orang Yahudi amat suka mendengar(berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan, “Jika diberikan ini (yang diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka berhati-hatilah…”(QS.Al-Maa’idah/5:41) <br /><br />Kedua, Allah secara tegas mengungkapkan perilaku orang-orang Nasrani dalam Al-Qur’an:<br /> <br /><br />Artinya:“Dan di antara orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang telah mereka peringatkan dengannya, maka timbullah permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan”. (Q.S.Al-Maa’idah/5:14) <br /><br />(2) Dalil-dalil dari Hadts dan Atsar Sahabat.<br />Pertama, Dalil dari hadits Nabi SAW.<br />Abu Hurairah r.a telah berkata, “Sesungguhnya Ahli Kitab itu membaca kitab Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya untuk umat Islam dengan bahasa Arab.”Lalu Rasulullah SAW.bersabda:<br /><br />لا تُصَدِّ قُوُااَهْلَ الْكِتَابِ وَلا تُكَذِّ بُوْهُمْ وَقُوْالُوْ آمَنَّا بِاللهِ وَمَا اُنْزِلَ اِلَيْنَا...(رواه البخاري) <br /> Artinya: Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab, dan jangan pula mendustakannya dan katakanlah olehmu, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami…(HR.Bukhari)<br />Hadits ini memberikan pengertian, hilangnya kepercayaan terhadap apa yang diriwayatkan oleh Ahli Kitab tentang kitab Taurat dan sesuatu yang tidak dapat dipertcaya, tentu tidak boleh pula meriwayatkannya.<br />Kedua, Dalil dari Atsar Sahabat<br />Umar Ibn Khattab r.a. telah melarang Ka’ab al-Ahbar berkisah tentang ummat dahulu dan mengancam akan memulangkannya ke negerinya.’Umar berkata kepadanya:<br />لَتَتْرُكَنَّ الْحَدِيْثَ عَنِ اْلاَوَّلِ أَوْلألْحِقَنَّكَ بِأَرْضِ الْقِرَدَةِ.<br /> Artinya:“Akankah engkau tinggalkan berkisah tentang ummat dahulu, atau akan kupulangkan engkau ketanah kera!”<br /><br />Ramzi Na’naah berkata,” Yang dimaksud dengan tanah kera ialah negeri Yaman .<br /> Atsar Umar Ibn Khattab terkesan cukup keras, itu memberi pengertian bahwa apa yang diceritakan oleh Ahli Kitab seperti Ka’ab al-Ahbar yang berasal dari agama Yahudi itu tidak dipercaya<br />b. Dalil-dalil yang membolehkan<br />(1) Dalil-dalil dari Al-Qur’an<br /> Ayat-ayat Al-Qur’an ada yang menunjukkan kebolehan megembalikan persoalan kepada kitab Taurat dan memutuskan hukum dengannya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 94:<br /> <br /><br />Artinya: “Jika kamu(Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu…”(Q.S.Yunus/10:94) <br /><br />(2) Dalil-dalil dari Hadits dan Atsar Sahabat<br />Pertama, Dalil dari Hadits<br />عَنْ عَبْدِا للهِ بْنِِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ¬¬بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ وَلاَ حَرَجَ وَمِنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَارِ. (رواه البخارى)<br />Dari’ Abdullah Ibn’Amr r.a. ia mengatakan bahwa Nabi SAW.telah bersabda,’’ Sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapat dariku walaupun satu ayat. Ceritakan tentang Bani Israil dan tidak ada dosa padanya. Barang siapa yang sengaja berbohong kepadaku maka bersiaplah dirinya untuk mendapatkan tempat didalam Neraka” (H.R. Bukhari) <br /> Hadits di atas dengan tegas menjelaskan bahwa kita ummat Islam dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Untuk menceritakan Bani Israil dan dinyatakan bahwa itu tidak berdosa dengan demikian berarti kita boleh meriwayatkan kisah-kisah Israiliyat.<br />Kedua, Dalil dari Atsar Sahabat<br />“Abdullah Ibn Salam telah datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata:<br /> إِنِّيْ قَرَأْتُ الْقُرْآنَ وَالتَّوٍرَاةَ فَقَالَ: إِقْرْأْ هَذَا لَيْلَةً وَهَذَا لَيْلَةً.<br />“Saya suka membaca Al-Qur’an dan Taurat. Lalu Nabi SAW.bersabda,Bacalah Al-Qur’an pada malam ini dan baca pula Taurat pada malam berikutnya.” <br />Riwayat tersebut menunjukkan bolehnya membaca kitab Taurat sekalipun hanya untuk menambah wawasan.<br />5. Dampak Isra’illiyat dalam Tafsir <br /> Telah dijelaskan sebelumnya bahwa munculnya Isra’iliyyat (terlebih pada zaman Tabi’in dan setelahnya) telah menghilangkan ke-tsiqah-an pada banyak kitab Tafsir. Karena yang demikian dapat merusak kekayaan khazanah Tafsir Al-Qur’an, dan mencoreng muka sebagian Shahabat yang mulia, dan para Ulama terkemuka, karena sebagian riwayat Isra’iliyyat ini disandarkan kepada mereka, atau (dengan dalih) bahwa merekalah yang menukilkan dari Ahli Kitab. Dan juga dapat memberikan kesempatan musuh-musuh Islam untuk mencela agama Islam dan Kaum Muslimin, bahwasanya umat ini tidak dapat mengklarifikasi suatu khabar yang datang dan tidak dapat membedakan antara khabar yang benar maupun yang dusta. <br /> Menurut al-Dzahabi jika Isra’illiyat itu masuk dalam dalam khazanah tafsir Qur’an, maka akan dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu :<br />Pertama, Dalam Israiliyat terdapat unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan pada Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung unsur tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang yang adil, terlebih sebagai Nabi, kalau masalah ini tidak di antisipasi berdasarkan akidah yang kuat maka akan merusak akidah kaum muslimin.<br />Kedua, Isra’illiyat akan memberi kesan bahwa Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada sumbernya dan ini sudah jelas akan memojokkan dan merusak citra Islam. <br />Ketiga, Isra’illiyat menghilangkan kepercayaan pada ulama’ Salaf, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in .<br />Keempat, Isra’illiyat dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.<br /> Oleh karena itu wajib bagi para Mufassir untuk memiliki kepekaan ketika membaca riwayat-riwayat yang dinisbahkan kepada para tabi’in, terlebih ketika menganalisa riwayat dari Ahli Kitab. Dan hendaklah menjauhi tafsiran-tafsiran yang tidak masuk akal dan menyalahi nash-nash yang shahih. Dan jika memungkinkan, sebaiknya menjauhi khabar atau riwayat yang dinukil dari Bani Isra’il, karena yang demikian itu lebih utama dan lebih selamat, daripada terpuruk ke dalam kehinaan.<br />6. Pandangan para ulama tentang Israiliyat <br /> Di dalam menyikapi masalah Isra’illiyat dalam Tafsir ada beberapa pendapat para ulama’ yang bisa diambil sebagai bahan perbandingan walaupun cerita-cerita atau kisah-kisah Isra’iliyat dalam kitab tafsir diantara mereka memiliki pemahaman dan pandangan yang kontadiksi artinya ada Ulama yang membolehkan ada pula yang menolak cerita-cerita itu, namun minimal kita sudah memiliki pandangan tentang masalah ini kalau cerita-cerita Isra’illiyat yang bertentangan dengan syari’at maka kita boleh tidak mngambil pelajaran didalamnya kemudian sebaliknya kalau cerita-cerita Isr’illiyat itu tidak sesuai dengan syariat Islam maka dengan sendirinya kita berhak untuk tidak mengambil pelajaran didalamnya.<br /> Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi ushul al-Tafsir, Isra’iliyat dapat dibagi menjadi tiga bagian, Pertama, cerita isra’illiyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Isra’iliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaanya karena bertentangan dengan syari’at maka itu harus ditolak,. Ketiga, isra’iliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan, itu didiamkan dan tidak juga dibenarkan. Jangan memgimami dan jangan pula mendustakannya.<br /> Sedangkan menurut Subhi Ash Shalih, kisah-kisah Isra’iliyat dalam tafsir kebanyakan lemah, kelemahanya tegasnya bukan karena isra’iliyat itu kebanyakan mawukuf, yaitu tidak menyebutkan apa-apa tentang Nabi, tetapi karena isi pokok israiliyat itu ganjil, cacat <br /> Sementara itu, Ibn Al-Arabi memandang perlu membedakan anatara isra’iliyat yang berkenaan dengan Ahli Kitab dan tidak berkenaan dengannya, Jenis pertama, dapat diterima karena dianggap sebagai pengakuan seseorang terhadap dirinya, yang tentu lebih mengenal dirinya sendiri dan jenis Kedua, dapat diterima dengan syarat pembawa berita (rawi) dan materinya diteliti terlebih dahulu .<br /> Namun dalam masalah isra’illiyat apakah diterima atau tolak cerita itu menurut jumhur ulama’ berpendapat Pertama, mereka dapat menerima isra’iliyat selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits. Kedua, mereka tidak menerima kisah tersebut selama bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Ketiga, tawaqquf, atau mendiamkannya (tidak menolak dan tidak membenarkannya) berdasarkan hadits yang di rwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut ini, “ Janganlah kalian menganggap benar keterangan Ahli Kitab itu tetapi jangan pula menganggapnya bohong. Katakanlah, “ Kami Beriman kepada Allah dan kepada Kitab yang ditunkan kepada Kamu .<br /> Dari beberapa pendapat diatas, ada beberapa ukuran atau pedoman yang bisa kita terapkan sebagai standar untuk menerima atau menolak kisah israiliyat. Yang utama adalah bila kisah itu bertentangan dengan kisah yang ada dalam Al-Quran atau hadits nabi SAW. baik bertentangan dari alur cerita, logika maupun dasar-dasar aqidah maka kita harus menolaknya, sebab dari segi aqidah agama kita relatif agak sama dengan agama mereka. Seperti tentang Allah, rasul, kitab dan hari akhir. Perbedaan yang mendasar ada pada masalah teknis ibadah ritual. Sementara masalah aqidah tetap sama.<br /> Karena kita bisa menjamin seratus persen kebenaran aqidah kita, maka bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai penyelewengan aqidah agama Islam. Bila dari segi aqidah Islam terlihat jelas pertentangannya, maka kita bisa pastikan bahwa kisah israiliyat itu bohong dan dusta serta tidak bisa diterima. Atau bila dari segi iman kepada Nabi bahwa Nabi itu adalah hamba yang taat, lalu kita terima kisah dari mereka menceritakan bahwa ada Nabi yang mabok, berzina, stres dan lainnya, sudah bisa kita pastikan bahwa kisah dari mereka itu tidak benar.<br />7. Kesimpulan<br /> Israiliyat adalah berita-berita yang diambil dari Bani Israil, yahudi (kebanyakannya) dari kalangan orang-orang Nashrani, berita-berita ini terbagi menjadi 3 kategori: Pertama, Berita yang diakui Islam dan dibenarkannya (ini adalah haq) Kedua, Berita yang di ingkari Islam dan didustakan (ini adalah bathil) berita yang tidak diakui Islam dan tidak pula di ingkarinya (ini wajib untuk berhenti membicarakannya). Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Ahli Kitab biasanya membaca taurat dengan bahasa Ibrani lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam. Maka Rasulullah SAW berkata, ‘Janganlah kalian benarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya tapi katakanlah (firman Allah SWT).<br /> Begitu pula dengan pendapat ulama mereka juga memberikan kontribusi pemikiran yang kontradiksi, dimana ada yang mengatakan isra’iliyat dalam kitab tafsir boleh diterima asalkan sesuai dengan syariat dan sebalikya kalau isra’iliyat tersebut tidak sesuai dengan syariat maka ditolak, namun ada juga yang mengatakan kisah-kisah Isra’iliyat dalam tafsir kebanyakan lemah, kelemahanya tegasnya bukan karena isra’iliyat itu kebanyakan mawukuf, yaitu tidak menyebutkan apa-apa tentang Nabi, tetapi karena isi pokok israiliyat itu ganjil, cacat dan tidak konsisten.<br /> Mengingat dalam kisah isra’iliyat ini beberapa pendapat menimbulkan kontradiksi yang berbeda-beda, maka perlu sikap kehati-hatian dalam melihat sekaligus memahami kisahnya karena kalau tidak akan memberikan pengaruh yang besar bagi eksistensi ajaran Islam, karena dalam Israiliyat terdapat unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan pada Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung unsur tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang yang adil, terlebih sebagai Nabi, kalau masalah ini tidak di antisipasi berdasarkan akidah yang kuat maka akan merusak akidah kaum muslimin. Kemudian Isra’iliyat juga akan memberi kesan bahwa Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada sumbernya dan ini sudah jelas akan memojokkan dan merusak citra Islam serta dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.<br /><br />DAFTAR KEPUSTAKAAN<br /><br /><br />Anwar Rosihan, 1999, Melacak Unsur-Unsur Israiliyah Dalam Tafsir Athabaari Dan Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Pustaka<br />Badruzzaman, 2005, Dimyathi, Ahmad, Kisah-kisah Isra’illiyat Dalam Tafsir Munir. Bandung: Sinar Baru <br />Ichwan, Nor, Mohammad, 2008, Studi Ilmu Al-Qur’an, Bandung: RaSail Media Grup<br />Juynboli, A, H-, 1999, Kontroperesi Hadits di Mesir(890-1960). Bandung: Mizan<br />Qathan, Manna’, Al-, 1999, Pembahasan Ilmu Al-Qu’an jilid 2, Bogor: Rineka Cipta<br />________, 2007, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bandung: Lentera Antar Nusa<br /><br />Supiana-Karman, M, 2002, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika<br /><br />Syadali, Ahmad- Rofi’I, Ahmad, 2006, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka SetiaUnknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-43302229688892451272010-01-24T02:34:00.000-08:002010-01-24T02:38:10.326-08:00RIWAYAT PERAWI HADITS DARI KALANGAN TABI’INA.PENDAHULUAN <br /> Hadits dan sunnah baik secara struktural maupun fugsional disepakati oleh mayoritas muslim dari berbagai mazhab, sebagai sumber ajaran Islam karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan sepesifik. Sepanjang sejarahnya hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab hadits yang ada telah melalui peroses penelitian ilmiyah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits yang di inginkan oleh para penghimpunnya . Untuk megetahui hadits-hadits yang benar-benar berkualitas dan dapat dipercaya maka tidak terlepas dari perso’alan siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan hadits bahkan sampai kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan hadits.<br />Kalau dilihat dari silsilah sejarah penghimpunan hadits, maka pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para sahabat . Artinya para Sahabat yang sudah belajar kemudian menyampaikan ucapan-ucapannya kepada para Tabi’in . Dengan kata lain para tabi’in menempuh jalan yag pernah dilalui oleh para sahabat, mengikuti jejak langkah mereka, meniru langkah-langkah kehidupan mereka sekaligus berpegang teguh pada apa saja yang pernah mereka lakukan. <br />Semua itu dilakukan oleh para tabi’in karena mereka memperlakukan para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah sehingga para tabi’in mengambil pengetahuan dan perilaku dari mereka . Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga jelas mengikuti jejak para sahabat sebagai guru mereka hanya saja persoalan yang mereka hadapi agak berbeda dengan kondisi yang dialami oleh para sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah di kumpulkan dalam satu mushab, dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa Khulafurrasyidin, khususnya pada masa kehalifahan Utsman para sahabat ahli hadits menyebar kebeberapa wilayah dan kepada merekalah para tabi’in belajar hadis .<br />Sungguh suatu hal yang sangat menarik di bicarakan apabila membahas masalah riwayat perawi hadits baik di kalangan para sahabat, tabi’in maupun tabi’it tabi’in karena masalah ini akan mengulas riwayat-riwayat perawi hadits, sejarah hidup mereka, bagaimana mereka meriwayatkan hadits, bahkan sampai kepada berapa banyak hadits yang mereka riwayatkan, utamanya biografi perawi hadits dari kalangan tabi’in yaitu generasi setelah para sahabat.<br />Para ulama memberikan batasan bahwa yang di katakan tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat dan beriman kepada Nabi SAW. Serta meninggal dunia dalam keadaan beiman kepada Islam . Kemudian dalam hal ini pula Al-khatib Al-bagdadi bahwa yang di katakan Tabi’in adalah perlu adanya persahabatan dengan sahabat jadi bukan hanya bertemu . Disamping itu pula ada yang mengatakan bahwa Tabi’in itu adalah orang yang berjumpa dengan sahabat, muslim dan meninggal dalam keadaan Islam, maka dia adalah teman para sahabat . Maka jelaslah didalam tiga pendapat diatas bahwa yang dikatakan Tabi’in itu bukan hanya pernah bertemu akan tetapi terjalin sebuah ikatan persahabatan diantara mereka .<br />Selanjutnya Tabi’in yang dikehendaki oleh Ilmu hadits adalah ‘’Orang-orang Islam yang bertemu dengan sahabat-sahabat Nabi SAW. Dan mati dalam keadaan beragama Islam . Dengan kata lain tabi’in-tabi’in itu adalah pengikut sahabat beragama Islam sampai mereka meninggal dunia . Oleh sebab itu dalam makalah ini akan di bahas secara ringkas beberapa riwayat perawi hadits dari kalangan tabi’in.<br /><br /> B. RIWAYAT PERAWI HADITS DARI KALANGAN TABI`IN<br />1. Sa’id ibn Al Mussaiyab<br />Sa’id ibn Al Musaiyab ialah Abu Muhammad Sa’id ibn Al Mugirah ibn Huzn ibn Abdul Wahab ibn Amr ibn A idz ibn Imran ibn Mahzum Al Qurasyi. Beliau adalah pemuka tabiin yang terkenal, salah satu fuqaha tujuh di Madinah yang telah dapat mengumpulkan hadits, fiqih, zuhud dan wara’. Beliau adalah salah seorang tabaqat tabi’in yang memiliki kelebihan dalam penyebaran ajaran Islam keberbagai penjuru dunia dan beliau juga sebagai salah satu tabi’in senior yaitu fuqaha tujuh dari ahli Madinah . Beliau hidup dari usaha berdagang minyak zaitun, beliau adalah seorang tabi’in yang sangat terkenal dalam menghafal hukum-hukum dan putusan-putusan yang di putuskan oleh Umar , oleh karenanya beliau terkenal dengan rawiyah Umar.<br />Beliau meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Utsman, Ali, Sa’ad ibn Abi Waqqas, Hakim ibn Hizam, Ibn Abbas, Ibn Amr ibn Ash, ayahnya sendiri Al Mussyyab Ma’mar ibn Abdillah, Abu Darda, Hasan ibn Tsabits, Zaid ibn Tsabits, Abdullah ibn Zaid Al Madan, Attab ibn Al Sid, Abu Qatadah, Abu Hurairah, Aisyah, Ummu Salim, Ibn Umar dan lain sebagainya.<br />Kata Ma’mar ibn Mahnun ibn Mahram, bahwa ayahnya berkata, ‘’Saya datang di Madinah dan bertanya siapa orang yang paling alim diantara penduduk Madinah ?. Mereka membawa saya kepada Said ibn Musaiyah. Kemudian berikutnya ibn Al Madaniy berkata Saya tidak mengetahui ada orang yang lebih luas ilmunya dari kalangan tabi’in selain Said ibn Musyyab, Maka apabila Said berkata ‘’ Demikianlah sunnah pegangilah dia dan dialah sebesar-besar tabi’in menurut pendapatku . <br />Kata ibn Hibban ‘’Said adalah orang kepercayaan masuk golongan pemuka-pemuka tabi’in dalam bidang fiqih, agama, wara, ibadah, keutamaan, Dialah yang paling pandai dalam ilmu fiqih diantara ulam-ulama’ Hijaz dan dia juga seorang ta’bir mimpi, empat puluh tahun lebih beliau berada dalam masjid setiap kali azan disuarakan‘’ . Kata ibn Hatim, tak ada dalam kalangan tabi’in orang yang lebih bangsawan dari padanya beliau pernah dipenjarakan oleh Abdul Malik karena tidak mau membai’atkan anaknya Al Walid . Beliau lahir pada tahun 13 H 634 M dan wafat dimasa pemerintahan Al Walid ibn Abdul Malik pada tahun 94 H. 713 M dalam usia 79 tahun .<br /><br />2. Urwah ibn Al Zubair .<br />Urwah ibn Az Zubair ialah Abdillah Urwah ibn az Zubair ibn Al Awwam ibn Khuwailid ibn As’ad ibn Abdil Uzza ibn Qussai al Asadiy Al Quraisyi, salah seorang fuqaha 7 di Madinah, seorang yang ahli agama yang benar-benar shalih lagi sangat murah hatinya, beliau tidak dmencampuri kekacauan-kekacauan dalam Negara yang terjadi antara sesam sahabat. Ayahnya Az Zubair ibn Al Awwam adalah salah seorang putra dari makcik Nabi SAW. yang bernama Shafiah binti Abdul Muttalib dan beliau juga adalah seorang Hawary Rasulullah, salah seorang sahabat 10 yang mendapat syurga dan salah seorang sahabat 6 yang di tunjuk menjadi ‘’asy Habusy Syura’ .<br />Beliau menerima hadits dari dari ayahnya, makciknya Aisyah saudaranya Abdullah, ibunya Asma, Ali ibn Abi Thalib, Sa’id ibn Zaid ibn Nufail, Hakim ibn Hizam, Abdullah ibn Jafar dan lain-lain, hadits-haditsnya diriwayatkan oleh putra-putranya sendiri yaitu Abdllah, Ustman, Hisyam, Muhammad dan Yahya .<br /> Al Ajali berkata, Urwah adalah seorang tabi’in yang kepercayaan, seseorang yang shalih yang tidak mencampuri kekacauan politik dimasanya . Selanjutnuya Qabisyah berkata, Urwah melebihi kami karena beliau selalu mengunjungi ‘Aisyah untuk belajar dan Aisyah adalah orang yang sangat alim dan begitu pula dengan Ibn Saad memasukkan Urwah seorang kepercayaan, banyak menghafal hadits, dan terkemuka dalam ilmu fiqih. Beliu dilahirkan pada akhir masa pemerintahan ‘Umar (tahun 22 H) dan wafat dalam keadaan berpuasa pada tahun 93 H.<br /><br />3. Al-A’Raj.<br />Al-A’raj ialah Abu Daud Abdurrahman bin Humuz Al Madani yang di beri julukan Al-A‘raj yakni mawalli bani Hasyim, di katakan kritikus hadits Al-A’raj menguasai ansab (pertalian keturunan) dan bahasa arab, banyak mengafal hadits, tsiqat dalam periwayatan, beliau termasuk kalangan sahabat Abu Hurairah sesudah ibn Musayyad dan beliau juga mengetahui jujur tidaknya para sahabat yang meriwayatkan hadits Abu Hurairah. Al-Raj menerima hadits dari Abu Hurairah, Abi Said, Ibnu Abbas, Muhammad bin Maslamah Al Anshari, Muawiyyah bin Abi Sufyan, Muawwiyah bin Abdillah bin Ja’far, Abi Salamah dan Abi Rafi .<br />Dan hadits-hadits beliau diriwayatkan oleh Zaid bin Aslam, Shalih bin Kaisam, Az Zuhri, Yahya bin Said, Musa bin Uqbah, Abu Al-Zinad, Abdullah bin Dzakwan, Ja’far bin Rubaiah dan lain-lain dan Beliau meninggal dan dimakamkan di kota Iskandariyah Mesir tahun 117 H.<br /><br />4. Nafi Al Adawiy<br />Nafi Al Adawiy adalah Abu Abdillah Al Madani maula Ibnu Umar, beliau berasal dari dailam dan tidak di ketahui asal usulnya, beliau di jumpai oleh Ibnu Umar dalam salah satu peperangan karena itu beliau terkenal dengan maula Ibnu Umar. Beliau pernah dikirim oleh Umar ibn Abdul Aziz ke Mesir untuk menjadi guru besar disana . Para keritikus bersepakat bahwa Nafi merupakan tsiqat dan dipercaya, Abu Ya’la Al Halili berkata Nafi merupakan seorang Imam tabi’in di Madinah dan ulama’ besar dalam bidang agama dan periwayatannya di sepakati keasahihannya <br />Sebagian para ulama’ ada yang menilainya lebih diatas Salim bin Abdillah bin Umar dan sebagian ulama’ lain bahwa Nafi sejajar dengan Salim ‘’ tidak ada kesalahan pada seluruh hadits yang diriwayatkannya, beliau pernah di uji oleh teman-teman semasanya dan lolos dalam ujian itu . Beliau adalah seorang yang kukuh dan kuat dan figur yang luar biasa, hal ini di ungkapkan oleh Imam Isma’il bin Umayah dengan mengatakan, ‘’Kita semua menghendaki bahwa Nafi akan mengalami kekeliruan, tetapi ia dapat menyelesaikan ujian itu dengan baik, oleh sebab itu ia menjadi orang kepercayaan Khalifah Umar bin Abdil Aziz, bahkan beliau pernah di kirim ke Mesir oleh Umar bin Abdil Aziz untuk menjadi pengajar hadits di sana.<br />Dikatakan oleh Bukhari Allah telah memberikan anugrah kepada kita tentang Nafi , beliau meniggal sekitar tahun 117 H. atau 120 H. Beliau menerima haditas dari Ibnu Umar, Maulanya, dari Abu Hurairah, Abu Lubabah bin Abdil Munzir, Abu Said Al-Khudri, Ubaidillah, Salim, Zaid dan Abdullah ibn Muhammad bin Abi Bakar dan lain-lain. Hadits-haditsnya di riwayatkan oleh putra-putranya sendiri, Abu Umar dan Umar, Abdillah bin Dinar, Shalih bin Kaisan, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan kedua putra Yahya bin Sa’id Al’Anshari, yakni Abdul Rabbah dan Yahya, Ibnu Thahran, Ibnu Juraij, Al Auza’i, Malik bin Anas dan lain-lain.<br />5. Hasan Al Bishri<br />Nama lengkap Hasan Al Bishri ialah Abu Said Al Hasan bin Abi Al Hasan bin Yasar Al Bishri adalah Maula Al Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang di merdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah lagi pula fasih bicaranya . <br />Beliau salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah . Beliau menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawwiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka <br />Beliau adalah ulama ternama di Basrah, Imam Al Bagir ra. Mengatakan,’’ Jika di sebutkan tentang ketokohan Al Hasan artinya yang dimaksud ucapan Al Hasan menyerupai ucapan para Nabi, Beliau wafat tahun 110 H. dalam usia 88 tahun dan kemudian hadits-hditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain .<br /><br /> 6. Muhammad bin Sirin<br />Nama lengkap Muhammad bin Sirin adalah Abu Bakr Muhammad bin Sirin Al Anshari yaitu seorang tabi’in terkemuka dalam ilmu agama di basrah, beliau merupakan seorang tokoh pada zamanya sebagai ahli fiqih, di sebutkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya, terkenal dalam bidang fiqih, seorang yang alim, wara’, ahli hadits dan mempunyai pengetahuan yang lebih faqih pada semasanya yang melebihi kefaqihannya. <br />Kata Muarriq,”Tidaklah saya melihat orang yang lebih pandai dalam bidang fiqih selain dari Muhammad ibn Sirin yang dilandasi oleh wara” . Beliau wafat pada tahun 110 H. dalam usia 77 tahun. Beliau menerima hadits dari Maulanya sendiri Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Junndub bin Abdillah Al Bajali, Huzaifah bin Al Yaman, Samurah bin Jundub, Imran bin Husen, Abu Hurairah dan Abu Darda.<br /><br /> 7. Muhammad ibn Muslim Az Zuhry <br />Muhammad ibn Muslim Az Zuhry ialah Abu Bakr Muhammad ibn Muslim Ubaidillah ibn Abdullah ibn Syihab al Quraisyi az Zuhry, beliau adalah ulama besar tabi’in yang mula-mula mentadwilkan hadits dari salah seorang hafids yang besar dari penduduk Madinah terkenal di seluruh Hijaz dan Syam .<br />Beliau menerima hadits dari Abdulla bin Ja’far, Rabiah ibn Abbad, Al Muswar ibn Mahramah, Abdurrahman ibn Azhar, Abdillah ibn Amr, Abu Umamah ibn Sahl Hanif, Malik ibn Aus, Amir ibn Saad ibn Abi Waqas, Al Hasan dan Abdullah dan lain-lain. Beliau meriwayatkan hadits secara asal dari Ubadah ibn Abi Rabah ibn Samit, Abu Hurairah, Rafi ibn Khadij, Al Bukhari berkata lebih kurang 2000 hadits yang diriwayatkan oleh Az Zuhry, beliau lahir 51 H. dan wafat pada tahun 124 H. dalam usia 73 tahun .<br /><br /> 8. Imam Abu Hanifah <br />Nama lengkapnya ialah An-Nu’man bin Tsabits bin Zutha, beliau bekas sahaya taimullah al-Kufi, ia berasal dari Persia dan beliau seorang tabi’in karena pernah melihat para sahabat Anas bin Malik, Sahl bin Saidi, Abdullah bin abi Aufa dan Abu Tufail Amir bin Watsilah, beliau meriwayatkan dari sebagian mereka bahkan ada lam’ yang mengatakan bahwa ia meriwayatkan dari mereka.<br />Para ulama memberi kesaksian akan keluasan pengetahuan fiqih dan kekuatan hujjahnya, Imam Syai’i berkata dalam hal ilmu fiqih, manusianya adalah keluarga Abu Hanifah dan begitu pula dengan pendapat, Al-Laits bin Saad bahwa ‘’Aku pernah menghadap Imam Malik di Madinah lalu aku berkata kepadanya ‘’Aku lihat anda mengusap keringat dari kening anda ‘’Malik menjawab ‘’Aku keringat bersama Abu Hanifah, dia benar-benar ahli fiqih hai orang Mesir, kemudian aku bertemu Abu Hanifah dan berkata kepadanya alangkah bagus ucapan orang tersebut tentang anda Abu Hanifah menyahut” tak pernah aku melihat orang secepat dia dalam menjawab dengan benar dan melontarkan keritik dengan sempurna” .<br />Imam Abu Hanifah seorang yang sangat takwa dan wara’ dan beliau anugrahi ketajaman berfikir dan kecerdasan luar biasa menjadi sangat terkenal dalam menterjemahkan dan mengungkapkan ajaran agama . Untuk membiayai hidupnya ia bekerja dan tidak mau menerima pemberian dari para ulama penolakan tersebut demi menjaga harga diri dan mengangkat kehormatan para ulama, agar tidak di rendahkan. Abu Ja’far pernah mencoba memaksanya menjadi qadi, ia memenjarakan dan mencambuknya sepuluh kali setiap hari supaya ia mau menerima jabatan tersebut tetapi Abu Hanifah tetap menolak dan pada ahirnya beliau meniggal di penjara pada tahun 150 H.<br /><br /> 9. Qatadah ibn Di’amah<br /> Qatadah ibn di’amah ialah Abu Al Khathab Qatadah ibn Di’amah ibn Qadatah ibn Aziz ibn Amr ass Sadusy al Basyri, beliau adalah seorang imam besar dan beliau meriwayatkan hadits dari Anas ibn Malik, Abu Ath Thufail, Said ibn Al Musayyab, Ikrimah, Muhammad ibn Abdir Rahman ibn Auf, Al Hasan Bisri, Muhammad ibn Sirrin, Atha ibn Abi Rabah, Abu Bakr dan Nadir dan kedua yang terahir ini adalah putra Anas ibn Malik .<br />Hadits-hadits beliau di riwayatkan oleh Sulaiman at Tamimiy, Jarir ibn Hazim, Syu’bah, Abu Hilal, Ar Rasiby, Humam ibn Yahya, Ammr ibn Al Harits Al Misry, Sa’id ibn Al Arubah, Al Laits ibn Sa’ad, Awanah dan lain-lain, kemudian selanjutnya Ibnul Musyaiyyad berkata’’ tidak pernah seorang yang datang kepadaku yang melebihi hapalan Qatadah. Beliau lahir pada tahun 61 H. dan wafat pada tahun 118 H. dalam usia 56 tahun.<br /><br />10. Sulaiman ibn Al Amasy<br /> Nama legkap Slaiman bin Mihram AL-Ma’masy ialah Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran Al-Kahili Al-Asadi, beliau adalah seorang tabi’in yang mashur, ulama yang terkenal dalam bidang Al-qur’an, hadits dan faraid dan berasal dari Tarbistan dan di lahirkan di Al-Kufi.<br />Dikatakan oleh Syu’bah,’’Saya tidak melihat seseorang yang memiliki reputasi di bidang hadits seperti yang di miliki Al-A’masy, Ibnu Ma’in menilai bahwa sanad Al-masy dari Ibrahim dari Al qamah dari Abdullah merupakan sanad yang terbaik dan ada sebagian orang menanyakan apakah reputasi Al-A’masy bias seperti Az-Zuhri ? Al-A’masy lebih bersih dari pada Az Zuhri sedangkan Az Zuhri masih memandang duniawi, menerima pemberian dan bekerja untuk bani ummayah, sedangkan Al-A’masy adalah seorang fakir, sabar, jauh dari penguasa, wara’ menjaga Al-qur’an dan menjaga ilmu ummat Muhammad SAW .<br />Beliau menerima hadits dari Anas, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa Al-A’masy tidak mendengar sendiri dari Anas, dari Zaid bin Wahab, Saad bin Ubaidah, Thalhah bin Nafi, dan Ibrahim An-Nahdi dan lain-lain, selanjutnya hadits beliau diriwayatkan oleh Al-Hakim bin Uyainah, Abu Al-Subai (salah seorang gurunya ), Abdullah bin Idris bin Mubarrak, Fudail bun Iyad . Beliau lahir pada hari wafatnya Al-Husen pada tahun 61 H. di Kufah dan beliau meniggal pada tahun 48 H. dalam usia 80 tahun.<br /><br />11. Mujahid ibn Jabir<br />Mujahid ibn Jabir adalah Mujahid ibn jabir Al-Makki Abu al Hujaj al-Makzumi al-Makari maula al-Saib ibn Abi al-Saib, seorang tabi’in dan seorang Imam yang di sepakati ketinggiannya. Beliau meriwayatkan hadits dari Abi bin Abi Thalib, Said ibn Abi Waqal, Abdullah yang empat, Rafi ibn Fadidj, Usai ibn Dhahir, Abi Sa’id al Hudri, Aisyah, Ummi Salamah, Juwairiyah, Abi Hurairah dan lain- lain.<br />Disamping seagi muhaddisin, beliau juga terkenal keahlianya dalam bidang tafsir, ia dipandang salah seorang sahabat ibn Abbas yang paling terpercaya, oleh karena itu tak heran kalau Imam Bukhari menempatkannya sabagai andalan tafair dalam kitab sahihnya, demikian pula dengan Imam Syafi’i menjadi saksi terpenting akan keutamaan dan keadilan imam mujtahid. Berdasarkan riwayat yang disampaikannya sendiri bahwa beliau berkata ‘’Aku pernah menyodorkan al-Qur’an kepada ibn Abbas sebanyak 30 kali . Jadi pada dasarnya semua ulama sepakat akan ketinggian, keluasan dan kedalaman ilmu serta pengalamannya, beliau lahir pada tahun 21 H. dan wafat pada tahun 103 H.<br /><br /> 12. Malik bin Anas <br />Nama lengkap Malik bin Anas ialah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashabahi Al Himyarim Al-Madani, merupakan salah seorang dari Imam Mazhab yang terkenal. Abu Hurairah berkata aku belum pernah melihat seseorang yang shalatnya lebih serupa dengan Nabi dari pada Anas bin Malik . Beliau mendapat sebutan Imam Darul Hijrah dan Imam Syafi’i menyipatinya sebagai hujjatullah sesudah makluknya sesudah generasi tabi’in. Para kritikus sepakat mengatakan bahwa imam Malik adalah seseorang hujjah dan siqat, An Nasai berkata sesudah generasi tabi’in kami tidak memiliki ulama sekaliber Imam Malik, tak ada seorang ulama’ yang lebih agung yang lebih siqat, dan terjalin hadits-haditsnya dan sangat jarang periwayatan hadits dhaifnya dari Imam Malik.<br />Imam Malik adalah seorang fuqaha pertama di Madinah yang menyaring perawi-perawi haditsnya dan meninggalkan perawi hadiits yang tidak di percaya dan beliau tidak meriwayatkan hadits kecuali yang benar-benar mahir atau ahli dalan bidang fiqih dan beliau juga pribadinya sangat rendah hati, zuhud dan sangat menjaga ucapannya dan beliau memiliki pendirian yang kokoh, beberapa hal yang menjadi bukti bahwa penolakan beliau untuk datang ke istana dan menjadi guru bagi keluarga mereka kemudian beliau pernah di cambuk 70 kali oleh gubernur madinah karena menolak mengikuti pandangan sulaiman . Karya beliau yang sangat gemilang dalam bidang ilmu hadits ialah Kitab “Al-Muaththa” ditulis pada tahun 144 H. atas anjuran Khalifah Ja’far al-Manshur sewaktu bertemu di saat-saat melakukan ibadah haji <br />Beliau menerima hadits dari Amir bin Abdillah bin Az-Zubair, Zaid bin Aslam, Nafi, Humaid Aat-Thawil, Abu Hazim, Salamah bin Dinar dan lain-lain, semmua ulama’ hadits mengakui ketinggian ilmu beliau dalam hadits dan dalam bidang fiqih dan beliau menempati kedudukan yang has diantara bintang-bintang ilmuan berbakat seperti penghimpun hadits terkenal Imam Bukhari dan Muslim , Malik bin Anas wafat 179 H. di Madinah .<br /><br /> 13. Muhammad ibn As Saib al-Kalby<br />Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn al-Saiib ibn Basyar ibn Amar ibn Abdal Aziz al-Kalbi Abu al-Nnadhir al-Kaufi, seorang yang di akui dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang tafsir dan menguasai silsilah Arab, namun dalam masalah periwayatan hadits ia pandang sebagai orang yang kurang dipercaya. Ia meriwayatkan hadits dari saudaranya, Sufyan, Salamah, Abi Shalih, Amir al-Sya’bi dan lain sebagainya. Beliau diakui sebagai seorang mufassir dan orang yang sangat luas ilmunya dalam bidang silsilah bangsa Arab namun beliau tidak dipandang sebagai seorang yang dapat dipercaya dalam bidang hadits .<br />Hadits-haditsnya banyak diriwayatkan oleh putranya, Hisyam, Sufyan al-Tsauri, Muhammad ibn Ishak, Hammad ibn Salamah ibn Mubarak, Ibn Juraij, Muhammad ibn Marwan al-Saddi al- Sagir Husyaim, Abu Awamah, dan lain-lain. Beliau wafat tahun 146 H. di Kufah, kemudian mengenai kapan tahun kelahirannya tidak ada yang mengetahuinya .<br /><br />14. Umar Ibn Abd al Aziz<br />Umar ibn al Aziz adalah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berkuasa pada tahun 99-101 H. Nama beliau menjadi masyhur karena kemampuan dan keampuhan dalam memimpin pemerintahan secara adil dan bijaksana serta sederhana selain itu ia menjadi terkenal karena berhasil menyandang reformasi dalam beberapa bidang seperti dalam bidang keilmuan, pemerintahan, sosial dan sebagainya . Beliaulah yang memerintahkan para ualama untuk mendirikan majlis-majlis hadits dan membukukan hadits tersebut, diantaranya as Syihab Az Zuhri, Amarah bin Abd al- Rahman dan Abi Bakar Ibn Hazm. <br />Nama lengkapnya adalah Umar Ibn al-Aziz Ibn Marwan Ibn al-Hakam al-Imam Amir al-Mu’minin Abu Hafsh al-Amawi al- Quraisyi. Ia lahir di Madinah pada masa Yaziz ibn Abi Syufyan dan di besarkan di Mesir pada masa kekuasaan ayahnya dan ibunya Ummu Ashim bin Ashim ibn Umar ibn al Khattab. Ia menerima hdits dari Abdulah ibn Ja’far, Anas ibn Malik , Abu Bakar ibn Abd al Rahman dan lain-lain.<br /> Umar ibn Al Aziz adalah seorang yang imam faqih, mujtahid, banyak mengetahui sunnah, hujjah, hufaz dan sebutan baik lainnya. Pertama kali memegang jabatan di pemerintahan, ia menjabat sebagai gubernur Madinah pada masa kehalifhan Al Walid, pada masa ini ia membangun dan memperbaiki masjid Nabawi dan menghiasinya secara sederhana . Beliau meninggal pada bulan Rajab tahun 101 Hijriyah dalam usia 40 tahun lebih enam bulan, Hisyam meriwayatkan dari Al Hasan bahwa ia berkata ketika kematian datang menemui Umar Abd Aziz ia meninggal sebaik baik orang meninggal .<br /><br /> 15. Al Hijazy<br /> Nama lengkap Al Hijazy adalah Ismail bin Ibrahim Al-Makzumi Al Madani Al-Hijazi yaitu seorang Imam, di katakan para kritikus bahwa Al Hijazi adalah seorang tsiqat artinya perawi yang sangat terpercaya mmeriwayatkan hadits dari yang siqah, hingga bersambung kepada Rasululah SAW . Di sebutkan Ibnu Hibban dua kali dalam kitab tsiqat bahwa beliau adlah tabi’in dan tabi’it tabi’in . <br /> Jadi jelaslah bahwa sosok Al Hijazy seorang perawi yang terkenal di kalangan tabi’in yang sangat dipercaya disamping seorang ulama, dan beliau menerima hadits dari ayahnya dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurtubi dan Hadits-haditsnya di riwayatkan oleh Atsauri, Waqi dan Fudail An-Namiri, beliau wafat tahun 164 H. <br /> <br /> C. KESIMPULAN<br /> Berdasarkan uraian makalah tentang riwayat-riwayat perawi Hadits dari kalangan tabi’in dapat di ambil kesimpulan bahwa di katakan tabi’in adalah satu periode yang dilihat dari segai pertemuan dan mengambil berita atau imformasi dari sahabat dan mereka beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Dan meninggal dunia dalam keadaan Islam , untuk mngetahui kesahihan dan kredibilitas hadits-hadits yang telah disampaikan oleh Rasulllah SAW. perlu lihat dan di tinjau kembali siapa perawinya, asal usulnya dan termasuk dari kalangan sahabat, tabi’in atau tabi’t-tabi’in sehingga dapat di pastikan bahwa hadits-hadits tersebut sahih atau tidak .<br /> Kalau dilihat dari silsilah sejarah penghimpunan hadits, maka pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para Sahabat. Artinya para Sahabat yang sudah belajar kemudian menyampaikan ucapan-ucapannya kepada para Tabi’in. Dengan kata lain para tabi’in menempuh jalan yag pernah dilalui oleh para sahabat, mengikuti jejak langkah mereka, meniru langkah-langkah kehidupan mereka sekaligus berpegang teguh pada apa saja yang pernah mereka lakukan. <br />Semua itu dilakukan oleh para tabi’in karena mereka memperlakukan para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah sehingga para tabi’in mengambil pengetahuan dan perilaku dari mereka. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga Sebab bagaimanapun juga mereka mengikuti jejak para Sahabat sebagai guru mereka hanya saja persoalan yang mereka hadapi agak berbeda dengan kondisi yang dialami oleh para Sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah di kumpulkan dalam satu mushab, dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para Sahabat, pada masa Khulafurrasyidin, khususnya pada masa kehalifahan Utsman para Sahabat ahli hadits menyebar kebeberapa wilayah dan kepada merekalah para tabi’in belajar Hadts.<br /> Sepanjang sejarah perjalanan Rasulullah meniggal dunia Hadits-hadits dari Beliau banyak yang dipalsukan atau di buat-buat demi kepentingan peribadi atau kelompok terbukti semenjak Abu Bakar ra. memangku sebagai kahalifah yang pertama tugas beliau memerangi orang yang murtad juga menumpas orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi dan bahkan sampai kepada perjalanan sejarah Ali bin Abi Thalib dingkat sebagai khalifah yang ke empat. <br />Diantara riwayat perawi hadits dari kalangan tabi’in cukup banyak dan tidak bisa disebutkan satu persatu akan tetapi yang bisa disebutkan diantaranya: Sa’id ibn Al Mussaiyab, Urwah ibn Az Zubair, Al-A’Raj, Nafi Al Adawiy, Hasan Al Bishri, Muhammad bin Sirin, Muhammad ibn Muslim Az Zuhri, Imam Abu Hanifah, Qatadah ibn Di’amah, Sulaiman ibn Al Amasy, Mujahid ibn Jabir, Malik bin Anas, Muhammad ibn Al-Si’ib al Kalbi, Umar ibn Abdul al Aziz, Al Hijazy. <br />Dengan melihat perjalanan sejarah hidup para perawi hadits dari kalangan tabi’in ternyata sebagian besar mereka adalah orang yang ahli dari berbagai ilmu, seorang ulama yang tinggi ilmunya, tahfiz Al-qur’an dan sebagaian juga yang ahli dalam bidang fiqih dan ada juga dari mereka yang berkerja di pemerintahan dan bahkan ada juga yang benar-benar wara’ dan takwa seperti Abu Hanifah beliau menolak untuk di angkat sebagai qadhi, beliau di penjarakan dan di cambuk setiap hari dan pada ahirnya beliau menghabiskan masa hidupnya di penjara kemudian meninggal dunia<br /><br />DAFTAR KEPUSTAKAAN<br /><br />Azami M.M, Menguji Keaslian Hadits-Hadits Hukum, Sanggahan atas The Origins of Muhamadan Jurisprudence Joseph Schacht, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004<br />Ahmad Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus,2003<br />Ali Fayyan Mahmud, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 1998<br />Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits ,Yogyakarta: Teras, 2003<br /> Hasan A.Qadir, Ilmu Mustholahul Hadits, Bandung: DiPonegoro, 2007<br /> ITR Nurudin, Ulum Al-Hadits, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994<br />Khairuddin Badri, Otentisitas Hadits, Studi Kritis Atas Kajian Hadits, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003<br />Muhammad Fuad Syakir, Ungkapan Popular Yang Di Anggap Hadits Nabi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001<br />Muhammad Hasbi Assiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rezki Putra, 1999<br />Majid Khon Abdul.H, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2008<br />Rahman Fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: Al-Ma’rif, 1970<br />Shadiq Arjun M., Sufisme Sebuah Refleksi Kritis, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003<br />Soetari Endang, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Bandung: Mimbar Pustaka, 2005<br />Suparta Munzir, Ilmu Hadits, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2007<br />Thahan Mahmud, Ilmu Hadits Peraktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,Haramain, 2006Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-49445677151087603442010-01-24T02:33:00.000-08:002010-01-24T02:34:27.338-08:00SEKULARISMEA. Menelusuri Gagasan Sekularisasi<br /><br /> Sekularisasi adalah gagasan yang berasal dari warisan sejarah perkembangan peradapan barat. Hal ini dapat ditelusuri mulai abad pertengahan (Middle ages) Barat ketika peradapan mereka ditandai dengan adanya dominasi gereja yang menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Penyebabnya adalah Bible mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Revolusi ilmiah (Scientific revolution) yang dirintis Coparnicus dengan teori heliosentrisnya dianggap bertentangan dengan ajaran Bible. Dalam Bible disebutkan bahwa matahari dan bulan diciptakan setelah Bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang system solar. <br /> Pertentangan antara akal dan dan Bible mulai mengkristal pada zaman modern. Orang barat menyebut sejarah zaman pertengahan itu sebagai zaman kegelapan (Dark ages). Saat itu, akal disubornasikan dibawah Bible. Karena itulah, mereka menamakan sejarah peradapan Eropa pada abad XV dan XVI sebagai zaman kelahiran kembali (Renaissance) karena saat itu akal terbebas dari Bible. Periode ini ditandai dengan semaraknya semangat rasionalisme oleh barat. Para filosof, teologi, sosiologi, psikologi, sejarawan, politikus dan lain-lainnya menulis berbagai karya yang menitik beratkan aspek kemanusiaan, kebebasan, dan keadilan.<br /> Kesimpulannya, gagasan sekularisasi muncul karena ketidak sanggupan doktrin dan dogma agama Kristen untuk berhadapan dengan peradapan barat yang terbentuk dari berbagai unsur. Hasilnya, para teolog Eropa dan Amerika dan beberapa lainnya, mengagas revolusi teologi radikal. Cox menggelari mereka sebagai para ”teolog kematian Tuhan” (Death of god thelogians). Mereka menegaskan bahwa untuk menghadapi sekularisasi, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup sains modern. <br /><br />B. Istilah Sekularisasi<br /> Harvay Cox pada th 1960-an telah menjelaskan secara rinci bahwa istilah inggris secular berasal dari bahasa latin saeculum yang berarti zaman sekarang (this present age). Menurut Harvey Cox, kata Dunia di dalam bahasa latin memiliki dua istilah berbeda, yaitu mundus dan saeculum, maka kata Dunia dalam bahasa latin menjadi suatu kata yang ambivalen. Bagi orang Yunani Dunia adalah sebuah ruang, sebuah tempat, sebaliknya dalam bahasa Ibrani, esensi Dunia adalah sejarah. Peristiwa yang terjadi secara berurutan, bermula dari penciptaan dan menuju kesempurnaan. Yahudi menganggap bahwa diniawi diciptakan oleh Tuhan agar manusia mencintainya dan membawa kesempurnaan. <br /> Cox menjelaskan bahwa pengaruh kepercayaan Ibrani terhadap dinia Hallenistik terjadi melalui perantara orang-orang Kristen awal, yaitu dengan cara menemporalisasikan realitas. Jadi, karena pengaruh Ibrani itu, konsep sekuler menunjukan kondisi (condicition)dunia pada zaman ini (this age) atau masa sekarang (now). Zaman ini atau masa sekarang berarti peristiwa-peristiwa di dunia ini. Jadi inti dari makna sekuler adalah bahwa konteks dunia berubah terus menerus. Akhirnya, berujung pada kesimpulan bahwa nilai-nilai kerohanian adalah relatif.<br /> Kata sekularisasi yang pada awalnya memiliki makna yang sangat sempit dan khusus, kemudian perlahan-lahan meluas. Sekularisasi yang awalnya bermakna proses pindahnya tanggung jawab pendeta yang agamis menjadi seorang parokia, semakin meluas menjadi pemisahan kekuasaan antara Paus dan Kaisar. Sekularisasi bermakna pembagian antara institusi spritual dan sekuler, sekularisasi bermakna pindahnya tanggung jawab tertentu dari gereja kepada kekuasaan politik.<br /><br />C. Perbedaan Sekularisasi dan Sekularisme<br /> Setelah melacak perubahan makna yang terjadi pada kata sekularisasi secara etemologis. Cox kemudian membedakan antara sekularisasi dan ssekularisme, menurut cox sekularisasi mengimplikasikan proses sejarah, hampir pasti tak mungkin diputar kembali. Masyarakat perlu dibebaskan dari kontrol agama dan pandangan hidup metafisik yang tertutup. Jadi intinya, sekularisasi adalah perkembangan yang membebaskan. Sebaliknya sekularisme adalah nama sebuah ideologi. Sekularisme adalah sebuah pandangan hidup baru yang tertutup yang fungsinya sangat mirip dengan agama. Selain itu, lanjut Cox, sekularisasi itu berakar dari kepercayaan Bible. Pada taraf tertentu, sekularisasi adalah hasil autentik dari implikasi kepercayaan Bible sejarah barat. Oleh karena itu, sekularisasi harus diawasi, diperiksa, dan dicegah untuk menjdi ideologi Negara. <br /><br />D. Bebas Agama<br /> Dunia menurut Cox, perlu dikosongkan dari nilai-nilai rohani dan agama. Sains akan berkembang dan maju jika dunia dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan adanya kekuatan supernatural yang menjaga dunia. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apapun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan acara apa pun, semua makna-makna rohani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Untuk itu, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (Divine entity). <br /> Konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan (desacralization of polities) yang bermakna bahwa politik tidaklah sacral. Jadi unsur-unsur rohani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh karena itu pula, peran ajaran agama kepada institusi politik harus disingkirkan. Hal ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah.<br /> Seperti halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekularisasi juga terjadi dalam kehidupan, yaitu dengan penyingkiran nilai-nilai agama atau dekonsekrasi nilai-nilai. Mereka mengatakan bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekuler harus dikosongkan dari nilai-nilai agama.<br /> Dengan konsep ini, manusia sekuler dapat tidak mengetahui kekebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap karena semua hal dianggap relatif. Makna kebenaran bagi mereka adalah ”segala yang berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam Al-Qur’an.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-68400235309803460692010-01-24T02:30:00.000-08:002010-01-24T02:32:42.021-08:00DINASTI SALJUKA. Pendahuluan<br /> Berakhirnya Dinasti Buwaihi menandai dibukanya babak baru dalam sejarah umat Islam, yaitu berdirinya Dinasti saljuk. Dinasti Saljuk berasal dari bangsa Turki, bagian Turkistan. Sumber lain menyebutkan bangsa Turki berasal dari sebuah rumpun bangsa yang terkenal dengan rumpun bangsa Ural Al-Taik, yang disebut sebagai bangsa yang berkulit kuning. Rumpun bangsa Altaik yang diduga sebagai asal bangsa Turki ini masih memiliki pola hidup yang berpindah-pindah, budaya mereka masih primitive, dan system kekuasaan mereka berdasarkan adat.Penopang kehidupan mereka adalah pengembalaan ternak dan melakukan penjarahan kepada suku-suku yang lebih lemah. Model kehidupan yan terakhir telah memupuk kegemaran untuk memiliki anak laki-laki. Sejak kecil anak-anak itu telah dilatih permainan untuk mengembangkan keberanian mereka dan pembentukan tubuh yang kuat. Mereka mengorganisasikan diri di bawah seseorang yang disebut Khan. Di negei-negeri muslim, kaum Saljuk terkenal dengan nama Turkuman. <br /> Di antara Dinasti bangsa Turki yang terkenal sebelum periode Mongol adalah Turki Saljuk. Seperti halnya bangsa Turki yang lain, Turki Saljuk berasal dari suku bangsa yan terbiasa hidup bebas.Berawal dari Asia tengah, mereka mengiring ternak menyebrang wilayah Persia menuju Anatolia dan Irak bagian utara serta siria.Bangsa Saljuk sebagaimana bangsa-bangsa Turki sesudahnya merupakan komonitas sunni yang militan, karena itu mereka kemudian menjadi pembela khalifah Islam Sunni dari kekuatan yang hendak menghancurkannya.Mereka mengenalkan Lembaga sultan (wazir) sebagai lembaga sekuler, sedangkan lembaga khalifah merupakan lembaga agama dan politik yang secara teoritis tidak boleh dipecah. <br />B. Dinasti Saljuk<br />1. Asal-usul Saljuk<br /> Abad kedua dan ketiga Hijriyah telah menyaksikan kelompok-kelompok dari suku-suku kaum keturunan Turki mengungsi dari pedalaman Turkistan karena tekanan politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekali, menuju kearah barat, dan mencoba menetap di kawasan seberangan sungai dan kawasan khurasan. Pada mulanya suku-suku kaum ini tidak mempunyai satu kepemimpinan, dan tidak juga dikenali berasal dari suatu nasab keturunan. Ketika Saljuk muncul pada pertengahan kedua abad ke empat, suku-suku kaum ini telah bersatu di bawah pimpinannya dan digelarkan dengan namanya serta terus tunduk di bawah pemerintahan anak cucunya. <br /> Dinasti Saljuk dinisbatkan kepada Saljuk Ibn Tuqaq. Tuqaq (ayah Saljuk) adalah pemimpin suku Oghus (Ghuss atau Oxus) yang menguasai Turkestan, tempat mereka tinggal. Saljuq Ibn Tuqaq pernah menjadi panglima imperium Ulghur yang ditempatkan di selatan lembah Tahrim dengan Kasghar sebagai ibu kotanya. Karena merasa tersaingi kewibawaan, permaisuri raja Ulghur merencanakan pembunuhan terhadap Saljuk. Akan tetapi, sebelum dapat direalisasikan, rencana itu sudah diketahui oleh Saljuk. Dalam rangka menghindari pembunuhan, Saljuk dan orang-orang yang setia kepadanya menyelamatkan diri dengan melarikan diri ke arah Barat, yaitu daerah Jundi (Jand), suatu daerah yang merupakan bagian dari Asia kecil yang dikuasai dinasti Samaniyah yang dipimpin oleh Amir Abd al-Malik Ibn Nuh (954-961 M). Amir Abd Malik Ibn Nuh mengizinkan Saljuk tinggal di Jundi, dekat Bukhara. Terkesan oleh kebaikan Amir Abd al-Malik Ibn Nuh, Saljuk dan pengikutnya memeluk Islam aliran sunni sesuai dengan aliran yang dianut oleh masyarakat setempat. <br /> Saljuk Ibn Tuqaq membalas jasa kebaikanAmir Abd al-Malik Ibn Nuh dengan membantunya mempertahankan dinasti Samani dalam menghadapi serangan-serangan dinasti Ulghur. Dalam salah satu perang tersebut, Saljuk mati terbunuh: dan ia meninggalkan tiga anak: Arselan, Mika’il, dan Musa. <br /> Saljuk telah meniggal dunia ketika berusia lebih kurang seratus tahun. Anaknya bernama Arselan telah menggantikan sebagai pemimpin baru bagi suku-suku kaum itu. Pemimpin kaum Ghasnah, sultan Mahmud mulai merasa curiga terhadap kekuatan yang baru muncul ini, namun ia berpura-pura bersikap cinta akan damai dan mengundang Arselan untuk berunding. Tetapi Arselan yang menyambut undanganya itu telah ditangkap dan dipenjarakan. Kaum Saljuk melantik pula saudara Arselan yang bernama Mikael untuk memimpin mereka. Mikael juga tertarik dengan sikap damai Sultan Mahmud, pemimpin kaum khasnah itu, lebih-lebih lagi merasa kaum kekuatan kaum saljuk tidak dapat menentang kekuatan kaum khasnah. Tetapi sikap berdamai ini tidak berkepanjangan, karena Sultan Mahmud telah menyerang kaum Saljuk dan memporak porandakan mereka pada tahun 418 H, dan Mikael telah meninggal dunia setelah itu. <br />2. Pendirian Dinasti Saljuk<br /> Sepeninggal Saljuk, Pimpinan suku dipegang oleh Mikael. Akan tetapi ia pun gugur ketika perang melawan dinasti Gaznawi yang hendak merebut Khurasan dari Samaniah. Setelah wafat, hal ihwal kaum Saljuk telah terserah kepada kedua-dua orang anak laki-laki Mikael, yaitu Jughri Bey dan tughrul Bey. Kemudian sultan Mahmud pula meninggal dunia, dan kematiannyatelah merintis jalan ke arah kejayaan kaum Saljuk, karena anaknya yang bernama Mas’ud gagal memenuhi kekosongan besar yang ditinggalkan olehnya, dan telah tewas di tangan kaum saljuk di medan pertempuran Sarakhs pada tahun 429 H, serta mundur ke India dengan meninggalkan Khurasan dan kawasan seberang sungai untuk dikuasai oleh kekuatan yang baru itu. Pada tahun itu juga Tughrul bey mengumumkan pendirian kerajaan Saljuk. Setelah kedudukan kerajaan Saljuk itu mantap, barulah diiktiraf oleh khalifah oleh khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H. <br /> Setelah itu kekuasaan kaum Saljuk terus meluas, khususnya dizaman Malik Syah yang menaklukkan wilayah Bukhara pada tahun 482 H, kemudian Samarkand, setelah mengenakan pengepungan di mana penduduk tempat sendiri turut memberikan kerja sama ke arah kejayaannya dengan menyumbangkan bekalan makanan dan senjata kepada tentara Saljuk, sebagai tanda mangelu-elukan kedatangannya untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman dan keganasan kaum khaznah yang memerintah mereka pada masa tersebut.<br /> Di negeri-negeri Islam, kaum Saljuk juga terkenal dengan gelaran Turkuman. Sesudah itu terjadi pula sengketa sesama kaum khaznah. Kaum Saljuk telah mengambil kesempatan dari keadaan ini, lantas menduduki Khuwarizm dan tabarestan, serta melancarkan beberapa serangan lagi dan dan berhasil menaklukkan Azarbaijan. Akhirnya mereka bergerak dengan penuh keazaman untuk menumpas sisa-sisa kaum khaznah di Parsi. Dengan ini mereka sudah berada di pintu masuk negeri Irak. <br />3. Saljuk Menguasai Baghdad<br /> Sementara bintang kaum saljuk mulai terang, bintang bani Buwaih mulai redup dan pudar. Keadaan-keadaan yang timbul semakin mempercepat lagi kaum saljuk tiba ke Baghdad. Sultan bani Bawaih, yaitu raja Rahim adalah seorang yan kurang berpengaruh. Orang yang benar-benar berpengaruh di Baghdad pada waktu itu ialah seorang panglimanya dari keturunan Turki bernama Nasairi. Panglima Turki ini telah memberontak menentang rajanya dan Khalifah Abbasiyah, serta mencoba berkuasa penuh dan berikrar taat setia kepada khalifah Fatimiyah al-Muntansir. Khalifah Abbasiyah al-Qa’im telah meminta pertolongan dari Tugrel Bek pemimpin kaum saljuk, dan Tugrel Bek telah mengambil kesempatan yang baik ini untuk memimpin bala tentaranya masuk ke Baghdad pada tahun 447 H. Khalifah telah mengelu-elukan ketibaanyadan memberi gelar Yamin Amiril Mu’minin serta meletekkan Raja Rahim di bawah kekuasaanya. Namanya disebut di dalam Khutbah-khutbah sesudah sebutan nama Khalifah, dan nama Raja Rahim disebutkan setelah itu sekali-kali. Tetapi Tugril Bek dengan segera menangkap Raja Rahim dan mengirimnya dengan Raiyi, sebagai tawanan untuk dimasukkan ke dalam penjara. Kekuasaan Dinasti Buwaihi berakhir dan selanjutnya Khalifah Dinasti Bani Abbas bekerjasama dengan Saljuk mulai tahun 1055 M. Sebagai kehormatan, Khalifah al-Qa’im memberikan gelar ”Raja Timur dan Barat”kepada Tugril Bek dan ia menikah dengan putri al-Qa’im. Pada tahun 455 H/1063 M, Tugrel Bek wafat dan digantikan oleh kemenakanya, Alp Arselan; karena Tugrel Bek tidak punya anak. <br />4. Hubungan antara Khalifah-Khalifah Abbasiyah dan Sultan Saljuk<br /> Hubungan antara khalifah-khalifah abbasiyah dan sultan-sultan Saljuk adalah berbeda dari hubungan yang terjalin di antara khalifah-khalifah tersebut dengan sultan-sultan Bani Bawaih. Ahli-ahli sejarah menyebutkan bahwa sebab yang paling penting sekali ialah persepakatan dalam pegangan mazhab. Kedua belah pihak, yaitu khlifah-khalifah Abbasiyah dan sultan-sultan Saljuk itu, sama-sama berpeegang kepada mazhab ahlis sunnah. Ini telah memudahkan kerjasama di antara kedua belah pihak dan telah mendorong kaum saljuk itu menyanjung dan menghormati dengan setinggi-tingginya khalifah-khalifah Abbasiyah. Di samping sebab yang disebutkan itu, bahwa Bani Bawaih adalah kaum yang bersifat kasar dan ganas, sementara kaum Saljuk tidak bersifat demikian. Dibalik perbedaan pegangan mazhab, bisa juga diwujudkan saling hormat menghormati dan saling kerja sama untuk kebaikan bersama dan keuntungan-keuntungan umum. <br />5. Cabang-cabang Kaum Saljuk<br /> Sejak didirikan, saljuk telah membagi kerajaan mereka menjadi beberapa wilayah kecil dengan masing-masin mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Bani Saljuk juga. Setiap pemerintah itu baergelar Syah, yaitu raja, dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerajaan yang diberi gelaran Sultan atau raja teragung.<br /> Kaum Saljuk telah mengamalkan sistem ini sejak zaman Tugrel Bek. Setiap pemerintah wilayah mempunyai kekuasaan otonomi berhubung dengan hal ihwal dalam wilayahnya, begitu juga berhak menaklukkan kawasan-kawasan berdekatan. Kekuasaan sultan-sultan adalah meliputi berbagai wilayah di masa kekuatannya, tetapi apabila kekuatannya merosot dan kerajaan berpecah belah, sultan-sultan mulai kehilangan kekuasaan tersebut dan pemerintah-pemerintah wilayah berkuasa penuh ke atas hal ihwal wilayah masing-masing. <br /> Sistem pemerintahan seperti demikian telah menanamkan bibit-bibit perpecahan yang dialami kemudiannya oleh kerajaan Saljuk, dan dari perpecahan ini lahir lima golongan Saljuk, yaitu kaum saljuk ’Izam, kaum Saljuk Syiria, dan kaum Saljuk Roma. Ternyata bahwa sebagian dari golongan ini berasal dari kaum Saljuk ’Izam, seperti kaum Saljuk Iraq, dan sebagiannya pula berada di kawasan yang baru dimasuki seperti kaum Saljuk Roma.<br /> Di antara sultan-sultan Saljuk terkemuka ialah Tugrel Bek, pendiri kerajaan Saljuk (meningal dunia pada tahun 455 H.), anak saudaranya Alb Arislan (meninggal pada tahun 465 H) dan Malik Syah bin Alb Arislan (meninggal pada 485 H). Semua mereka ini adalah dari kaum Saljuk ’Izam. Walaupun terjadi beberapa gerakan pemberontakan di zaman mereka, namun kedudukan mereka adalah lebih kukuh darpada gerakan-gerakan tersebut dan mereka lebih berhasil menumpasnya serta terus mengekalkan kekuasaan mereka ke atas semua wilayah-wilayah Saljuq. <br />6. Kemajuan Saljuk<br /> Dinasti Saljuk tercatat sebagai dinasti yang sukses dalam membangun masyarakat pada waktu itu. Di antara kegiatan yang dilakukannya adalah: (1) memperluas Masjid al-Haram dan masjid an-Nabawi; (2) Pembangunan rummah sakit di Naisafu; (3) pembangunan gedung peneropong bintang; dan (4) pembangunan sarana pendidikan.<br /> Pada zaman Alp Arselan dan Malik Syah terdapat seorang wazir (mentri) yang sangat terkenal, yaitu Nizham al-Muluk. Beliau adalah pemrakarsa berdirinya perguruan Nizhamiyah yang brpusat di Baghdad dan cabang-cabangnya di Balkh, Naisafur, Hirah, Isfahan, Bashrah, Merv, dan Mosul. Di perguruan ini muncul sejumlah ulama besar, di antaranya:<br /> Imam al-Haramyn al-Juwaini.<br /> Imam Al-Ghazali.<br /> Imam Fakhr al-Razi (ahli ilmu tafsir).<br /> Zamakhsyari (ahli ilmu tafsir).<br /> Imam al-Qusyairi (ahli ilmu tasawwuf).<br />Dalam bidang ilmu eksaskta, muncul sejumlah ulama. Di antara mereka adalah:<br /> Umar Ibn Khayyam (ahli astronomi dan ilmu pasti).<br /> Ali Yahya al-Haslah (ahli ilmu kedokteraan); beliau menulis kitab al-Manhaj fi al-Tib.<br /> Abu Hasan al-Mukhtar (ahli ilmu kedokteran); beliau menulis kitab Dakwat at-Tib.<br /> Muhammad ali al-Samarqandi (ahli ilmu kedokteran); beliau menulis kitab Aghziarat al-Mardha.<br />Salah satu pengikut al-Asy’ari adalah Muhammad Ibnu al-Thayyib Ibnu Muhammad Abu Bakar al-Baqilani (w. 1013 M). Ia belajar kepada dua murid imam al-Asy’ari: Ibn Mujahid dan Abu al-Hasan al-Bahili. Pengikut lainnya adalah abd al-Malik al-Juwaini. (419-478 H.). Abd Malik al-Juwaini guru besar di madrasah Nizhamiyah dan menhasilkan sebuah karya dalam bidang ilmu agama.<br />Salah satu murid Imam al-Juwaini di Madrasah Nizhamiyah adalah Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M../450-505 H.).Imam al-Ghazali memiliki sejumlah karya dalam berbagai bidang: akidah (ushul al-ddin), ushul fiqh, fiqh, manthiq filsafat, dan tasawwuf. <br />7. Pemicu Perang Salib<br /> Setelah berhasil menguasai Baghdad, dinasti Saljuk melakuan ekspansi hingga menguasai Asia Kecil (Turki sekarang) dan menguasai wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai Bizantium. Peran terjadi antara pasukan Saljuk dengan pasukan Bizantium. Apabila ada orang Bizantium dan Eropa yang hendak beribadah ke Bait al-Maqdis di Yarussalim; hartanya dirampas oleh Saljuk. Oleh karena itu, orang Bizantium dan Eropa merasa tidak aman untuk malakukan ibadah ke Bai al-Maqdis di Yarussalim. Peristiwa ini mendorong raja Bizantium untuk bekerjasama dengan Eropa untuk menghancurkan Islam. Oleh karena itu, Paulus II mendeklarasikan perang suci yang kemudian dikenal dengan perang salib. <br />8. Kemunduran dan Akhir Dinasti Saljuk<br /> Berbagai-bagai faktor turut melemahkan kaum Saljuk. Sebagai faktor datangnya dari luar dan yang lainya faktor dari dalam negeri. Faktor-faktor luar negeri berupa peperangan-peperangan salib. Di antara faktor-faktor dalam negeri ialah pemberontakan golongan Isma’iliah dari kelompok Hasysyasyin, perpecahan-perpecahan dalam negeri hasil dari pada peluasan kerajaan Saljuk dan hasil dari pada cara hidup kaum Saljuk yang bersuku-suku, dan penghianatan sebagai pegawai pemerintah yan pernah menjadi hamba abdi kaum saljuk, seperti raja-raja Khuwarizm dan Ghur. Tetapi faktor keruntuhan dalam negeri yang terpenting sekali ialah berdirinya wilayah-wilayah Amiriyah Utabak.<br /> Sumber wilayah-wilayah Amiriyah ini ialah kawasan-kawasan yang diberikan oleh wazir Nizhamul Mulk kepada pemimpin-pemimpin tentara dan tokoh-tokoh kerajaan yang terkemuka sebagai ganti upah mereka. Biasanya pajak-pajak dikutip dari seluruh negeri untuk membiayai laskar-laskar dan tiada seorang pun diberi hak memiliki tanah. Apabila Nizhamul Mulk mendapati hasil kutipan pajak sukar diperoleh dari seluruh negeri, maka laskar-laskar itu diberikan tanah-tanah sebagai upahan.<br /> Pada mulanya kawasan-kawasan itu tidak sedikit pun membahayakan integritas kerajaan. Tetapi kerajaan-kerajaan mulai lemah, setiap pemilik tanah itu merasa dirinya sebagai amir dan pemerintah di kawasan tanah masing-masingserta memisahkan diri dari pengaruh kaum saljuk. Dengan ini maka lahirlah Utabak Damsyik, Utabak Mausil, Utabak Jazirah dan sebagainya. Sebagai Utabak menggunakan beberapa orang untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan atas nama amir Saljuk. <br />B. Peristiwa-Peristiwa Terpenting di Zaman Saljuk<br />1. Perkawinan antara Kalangan Kaum Saljuk dengan Kalangan Bani Abbasyiah<br /> Perkawinan di antara putra putri Bani Abbas dengan putra-putri Sultan Saljuk adalah suatu perkara biasa, karena memang banyak putra-putri Bani Abbas yang mempunyai istri-istri dari berbagai keturunan dan warna kulit. Tetapi apa yang terjadi di zaman kaum Saljuk itu adalah suatu perkara yang luar biasa, yaitu perkawinan di antara Sultan-sultan Saljuk dengan putri-putri Khalifah Abbasiyah.<br /> Ketika menceritakan tentang perkawinan khalifah Al-Qa’im dengan anak saudara Tugrel Bek, Al-Asfahani mengatakan bahwa pada bulan Muharram tahun 448 H, Khalifah Al-Qa’im telah berakad nikah dengan anak saudara Tugrel Malik bernama Khadijah binti Daud bin Mika’il. Tujuannya ialah untuk memuliakan serta menyanjung Tugrel Bek, dan dengan perhubungan itu juga diharap musuh-musuh tidak berpeluangan untuk memutuskan hubungan mesra di antara kedua mereka. Khalifah al-Muqtadi telah mengawini putri Sultan Malik Syah pada tahun 475 H.<br />2. Penaklukkan Asia Kecil<br /> Sebelum zaman Saljuk, penaklukan Islam kepada ke Asia Kecil. Pada masa itu kaum muslimin dari satu pihak dan kaum Byzantium dari pihak yang lain, hanya melancarkan serangan-serangan kecil yang hanya bertujuan untuk menimbulkan ketakutan satu sama lain atau untuk memperoleh harta rampasan dan barang-barang. Tetapi kaum Saljuk telah memasuki Asia Kecil melalui pertempuran-pertempuran yang bertujuan menumpas kaum Byizantium di kawasan tersebut, serta menghapuskan sama sekali kekuasaan Roma dari bumi Asia. Kaum Saljuk telah berhasil di dalam tugas ini dan telah mengalahkan tentara Byzantium pada tahun 1071 M, serta menaklukkan sebagian besar Asia Kecil yang sebelum itu tidak sempat ditaklukkan oleh orang-orang Arab. Mereka kemudian menjadikan kawasan itu sebagai tapak kaum bangsa keturunan Turki.<br />3. Hasysyasyin<br /> Di antara kelompok-kelompok terpenting yang menimbulkan ketakutan di banyak negeri-negeri Islam di zaman kaum Saljuk ialah kelompok Hsysyasyin yang terkenal dengan perbutan-perbuatan kejam, menipu dan membunuh. Dari perkataan Hasysyasyin inilah lahirnya assasins dalam bahasa inggris yang berarti pembunuh atau penumpah darah.<br /> Ketua kelompok Hasysyasyin ialah Hasan bin Sabah, yang dipercayai berdarah Parsi dari wilayah Tus. Semasa kecilnya dia telah mempelajari ajaran Mazhab Batiniah kemudian menganutnya. Pada tahun 471 H (1079 M), dia menjelajah ke Mesir untuk mempelajari lebih lanjut Mazhab Isma’iliyah. Dia pulang ke Parsi pada tahun473 H (1080 M) dengan menyebarkan seruan kaum Fatimiyah. Seruannya tiu telah mendapat sambutan dan khalayak ramai dan bersama-sama dengan para pendukungnya dia telah berhasil menaklukkan kota Alamut pada tahun 483 H.Kota yang terletak di pegunungan sebelah barat-laut Laut Kaspia ini adalah kepunyaan kaum Saljuk. Haste bin Sabah telah mendidik pengikut-penikutnya berdasarkan Mazahb Batiniah dan menyebut dirinya sebaai Da’id Du’ah (penyeru agung). Pengikut-pengikutna dibaginya dalam beberapa lapisan. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pengembang dan penyeru, diikuti dengan lapisan pejuang-pejuang yang senantiasa bersedia menerima perintah penyeru agung, tanpa menanyakan tentang sebab-musabab perintah perintah itu. Pengembara Marco Polo telah mengunjungi Bumi Hasysyasyin itu dipertengahan kedua abad ketiga belas dan telah menggambarkan kepada kita cara-cara yang digunakan oleh Hasan bin Sabah untuk meransang pengikut-pengikutnya dari lapisan pejuang supaya menjalankan apa yang dikehendakinya. <br />4. Kerajaan-kerajaan yang Lahir setelah keruntuhan Kaum Saljuk<br /> Kerajaan-kerajaan terpenting yang lahir setelah keruntuhan kaum Saljuk ialah kerajaan Khuwarizm, yang muncul setelah keruntuhan kaum Saljuk ’Izam dan Saljuk Iraq dan Kurdistan, kerajan Ghuz Turkaman yang menggantikan kerajaan Urtuqiah, kedua mengantikan keraan Saljuk Roma. Di samping semua ini ialah kerajaan-kerajaan Utabak. <br />5 . Bangunan di Zaman Kaum Saljuk<br /> Kaum Saljuk sangat suka kepada bangunan-bangunan yang besar, ukiran-ukiran yang cantik dan gambar-gambar yang warna warni penuh hiasan. Benda-benda seperti ini begitu menarik pandangan mereka, menyenangkan perasaan serta mengisi kekosongan yang terdapat di dalam jiwa mereka yang masih tetap dengan tabi’at kehidupan di desa-desa dan padang pasir. Hasil-hasil seni ini sangat digemari di zaman mereka. Pada umumnya kaum saljuk itu amat menyenangi hasil-hasil seni yang indah dan memiliharanya dengan baik. Sultan-sultan memberikan perlindungan kepada hasil-hasl seni itu dan memberikan galakan kepada anggota-anggotanya. <br /> Bangunan-bangunan Saljuk di Asfahan merupakan bukti minat mereka terhadap bidang bangunan. Mereka telah mendirikan tiang-tiang yang tinggi untuk membuat bangunan-bangunan yang besar. Dirwayatkan bahwa Alb Arislan ketika memerintahkan membuat sesuatu bangunan yang paling tinggi, paling mulia dan paling indah. Ia pernah berkata: ”Kesan-kesan kami ini adalah menunjukkan betapa tingginya cita-cita kami dan melimpahnya nikmat kami.” <br /> Barthod menyebutkan bahwa masa pemerintahan Alb Arislan berkeistimewaan dengan kemajuan pesat dibidang seni bangunan. Dia telah membangun kembali Bukhara dan tembok madinah, dan telah membangun di Samarkand sebuah masjid yang indah dan dua buah mahligai yang besar, yang kemudian salah sebuah darinya telah dijadikan sekolah. Begitu juga ia telah memperbanyak bangunan masjid-masjid dan menara-menara di kota-kota dan desa-desa. <br /><br />KESIMPULAN<br /><br />Setelah membahas tentang Dinasti Saljuk, maka dapat penulis simpulkan beberapa hal diantaranya:<br />Pertama,Dinasti Saljuk dibangun setelah hancurnya Dinasti Buwaihi, Saljuk dinisbatkan kepada Saljuk Ibn Tuqaq (ayah Saljuk) dan pendiriannya diumumkan oleh Tugrel Beg pada tahun 429 dan diikhtiraf oleh khalifah Abbasiyah pada tahun 432.<br />Kedua, Kemajuan Dinasti Saljuk dalam membangun masyarakat adalah: (1) memperluas Masjid al-Haram dan masjid an-Nabawi; (2) Pembangunan rummah sakit di Naisafu; (3) pembangunan gedung peneropong bintang; dan (4) pembangunan sarana pendidikan serta bermunculnya ulama’ besar seperti Imam al-Haramyn al-Juwaini, Imam Al-Ghazali, Imam Fakhr al-Razi (ahli ilmu tafsir), Zamakhsyari (ahli ilmu tafsir), Imam al-Qusyairi (ahli ilmu tasawwuf).Dalam bidang ilmu eksaskta, muncul sejumlah ulama. Di antara mereka adalah: Umar Ibn Khayyam (ahli astronomi dan ilmu pasti), Ali Yahya al-Haslah (ahli ilmu kedokteraan); beliau menulis kitab al-Manhaj fi al-Tib, Abu Hasan al-Mukhtar (ahli ilmu kedokteran); beliau menulis kitab Dakwat at-Tib, Muhammad ali al-Samarqandi (ahli ilmu kedokteran); beliau menulis kitab Aghziarat al-Mardha.<br />Ketiga, Kemunduran Dinasti Saljuk disebabkan dua faktor yaitu faktor dari luar yang berupa peperangan-peperangan salib dan faktor dalam negeri berupa pemberontakan golongan Isma’iliah dari kelompok Hasysyasyin.<br />Keempat, Peristiwa-Peristiwa Terpenting di Zaman Saljuk yaitu: Perkawinan antara Kalangan Kaum Saljuk dengan Kalangan Bani Abbasyiah, Penaklukkan Asia Kecil, Hasysyasyin, Kerajaan-kerajaan yang Lahir setelah keruntuhan Kaum Saljuk, Bangunan di Zaman Kaum Saljuk.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Abd Na’im Hasanain,Salajuqah Iran wal Iraq,Tt.<br />A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan 3,Jakarta: PT.Al-Huzna Zikra, 1997.<br />Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993.<br />C.E.Bosworth,”Barbarian Incursions:The Coming of turks into the islamic Word” dalam D.S.Islamic Civilsation, 950-1150. Oxford:Bruno Cassirer Ltd., 1973.<br />Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI:Press,1985.<br />Imadud Din al-Isfahani, Tarikh Aal Saljuk,Tt.<br />Syaqif A. Mughny, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki, Ciputat:logos, 1997.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-69233956805915821342010-01-24T02:24:00.000-08:002010-01-24T02:29:19.656-08:00DINASTI FATIMIYAHA. PENDAHULUAN<br /> Menengok kembali peristiwa sejarah peradaban Islam, maka Mesir dan Syiria merupakan propinsi timur tengah yang pertama tercakup ke dalam wilayah kekhalifahan muslim Arab, kedua wilayah ini ditaklukkan pada tahun 641. Pada periode <span style="font-weight:bold;"></span>khilafah<span style="font-weight:bold;"></span> Ummayah dan awal Abbasyiah, Mesir merupakan sebuah propinsi yang kurang penting dalam imperium Muslim akan tetapi sejak pertengahan abad ke Sembilan Mesir meunjukkan tanda-tanda awal untuk menjadi sebuah wilayah yang indevenden dimana tentara-tentara budak yang diangkat oleh khalifah mendirikan beberarapa dinasti yang berusia pendek kemudia pada tahun 969 Fatimiyah menaklukkan negeri ini dan mendirikan sebuah khilafah baru yang berlangsung hingga tahun 1171.<br /> Dinasti Fatimiyah bukan hanya sebuah wilayah gubernuran yang indevenden melainkan juga rezim revolusioner yang mengklaim otoritas universal dan Fatimiyah mewakili otoritas politik Abbasyiah, mereka menegaskan bahwasanya Imam yang <span style="font-weight:bold;"></span>sebenarnya adalah Imam keturunan Ali yang berpaham Sy’iah . Pada masa dinasti ini pula berkembang faham Sy’iah terbukti bahwa ketika Muiz berhasil menguasai Mesir sedangkan Muiz sendiri menganut faham Syi’ah .<br /> Lahirnya dinasti Fatimiyah di Mesir merupakan pusat peradaban Islam, pada masa ini banyak melahirkan kemajuan dan kontribusi pemikiran baik dibidang <span style="font-weight:bold;"></span>pemerintahan dan ilmu pengetahuan, maka dalam tulisan ini akan mengetengahkan beberapa permasalahan seputar Awal pembentukan dan perkembangan Dinasti Fatimiyah, kondisi sosial pada masa Dinasti Fatimiayah, Kemajuan dan kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam serta Kemunduran dan kehancuran Dinasti Fatimiyah <br /><br />B. DINASTI FATIMIYAH<br />1. Awal pembentukan dan perkembangan Dinasti Fatimiyah<br /> Ketika Dinasti Abbasiah mulai melemah di Bagdad maka lahirlah kekhalifahan Fatimiyah, salah satu dinasti Islam beraliran Syi’ah Isma’iliyah pada tahun 909 M di Aprika Utara setelah mengalahkan Dinasti Aghlabiah, dalam sejarah dinasti Fatimiyah datang setelah pusat kekuasaannya dipindahkan dari Tunisia ke Mesir. Kekuasaan <span style="font-weight:bold;"></span>Syi’ah tersebut berakhir pada tahun 1771 M dan kekhalifahan ini lahir sebagai manifestasi dari idealisme orang-orang Syi’ah yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan Imamah adalah keturunan Fatimah binti Rasulullah. Dalam sejarah peradaban Islam bahwa Dinasti ini lahir diantara dua<span style="font-weight:bold;"></span> kekuatan politik khalifahan yaitu Abbasiyah di Bagdad dan Ummayah II di Cordofa . <br /> Dinasti Fatimiyah merupakan aliran penguasa Syi’ah yang berkuasa diberbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam dari 5 Januari 910 hingga 1171. Negeri ini <span style="font-weight:bold;"></span>dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu cabang Syi'ah. Pemimpinnya juga para Imam Syiah, jadi mereka memiliki kepentingan keagamaan terhadap Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini disebut pula dengan Bani Ubaidillah al Mahdi mengaku sebagai keturunan Ali ra. melalui garis Isma’il, putra Ja’far al Syadiq .Adapun nama ini sesuai dengan pendiri dinasti Fatimiyah berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia ("Ifriqiya") namun setelah penaklukan Mesir sekitar 971, ibukotanya dipindahkan ke Kairo.<br /> Di masa Dinasti Fatimiyah, Mesir menjadi pusat kekuasaan yang mencakup Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz. Kemudian di masa Dinasti Fatimiyah juga, Mesir berkembang menjadi pusat perdagangan luas di Laut Tengah dan Samudera Hindia, yang menentukan jalannya ekonomi Mesir selama abad pertengahan akhir yang saat itu dialami Eropa. <br /> Dinasti Fatimiyah didirikan pada 909 oleh Abaidillah al Mahdi .Dengan demikian berdirilah pemerintahan Fatimiyah pertama di Afrika dan Al Mahdi menjadi khalifah pertama dari Dinasti Fatimiyah yang bertempat di Raqkodah dairah Al-Qiyrawan.Kemudian pada masa pemerintahan Al-Mahdi menghimpun berbagai persiapan, perlengkapan serta kekayaan untuk memperkuat dairah kekuasaannya dari perbatasan Mesir hingga sampai kepada peropinsi Fez di Maroko.<br /> Selanjutnya pada tahun 920 M Ia mendirikan kota baru di pantai Tunisia yang kemudian diberi nama Al Mahdi dan pada tahun 934 ia wafat dan tampuk pemeritahan di gantikan oleh anaknya Abu Al-Qasim dengan sebuatan Al-Qoim (934 M/323 H-949 M/335 H) .Kemudian pada masa pemerintahan Al-Qoim berhasil memperluas daerah kekuasaanya yang meliputi Genoa dan sepanjang Calabria, dan pada waktu yang sama mengirim pasukan ke Mesir namun usahanya tidak berhasil karena dicegal oleh Abu Yazid Makad, seorang khawarij di Mesir dan ada ahirnya Al-Qoim meninggal dan digantikan oleh anaknya Al-Mansur dan berhasil menghacurkan Abu Yazid Makkad.<br /> Al-Mansur digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad yang dikenal dengan Al-Muiz, awal kekuasaanya berhasil merebut Maroko, Syicilia dan Mesir, dengan memasuki kota lama menyingkirkan dinasti Ikhshidiyah dan mendirikan ibukota baru di al Qahiroh, Sang Penunduk (Kairo modern) .Setelah Al-Muiz meniniggal digantikan oleh anaknya Al-Aziz terkenal dengan seorang yang pemberani dan bijaksana dan dibawah pemerintahannya, Dinasti Fatimiyah mencapai puncak kejayaanya karena seluruh Syiria, Mesopotamia dapat di taklukkan .Dan pada masa kekuasaanya, Dinasti Fatimiyah merupakan saingan berat bagi Bagdad yang kekuasaannya mulai lemah di bawah penguasaan Bani Buwaihi, akan tetapi penguasa Fatimiyah dan penguasa Bagdad Buwaihi menjalin persahabatan dengan saling tukar menukar duta .<br /> Kemudian dalam pemerintahannya Al-Aziz sangat liberal dan memberikan kebebasan bagi setiap agama yang berkembang, bahkan Ia mengangkat seorang wazirnya seorang Kristen bernama Ibnu Nastur di samping itu pula Manasah seorang Yahudi di beri jabatan yang tinggi di Istana, meskipun demikian masa pemerintahan Al-Aziz kerukunan ummat beragama sangat Nampak dan terjalin dengan baik dalam jangka waktu yang lama.<br />2. Kemajuan dan kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam <br /> Sumbangsih Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam sangat besar baik dalam sistim pemerintahan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan mencapai kemajuan zaman al-Aziz yang bijaksana . Kemajuan tersebut terlihat dari berbagai bidang dintaranya:<br />a. Kemajuan pemerintahan Dinasti Fatimiyah<br /> Bentuk pemerintahan pada masa Dinasti Fatimiyah merupakan bentuk pemerintahan sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaannya khalifah adalah Kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol Khalifah .<br /> Pengelolaaan negara yang di lakukan Dinasti Fatimiyah dengan mengangkat para Menteri dan Diasti Fatimiyah membagi kementerian menjadi dua kelompok: Pertama, kelompok Militer yang terdiri atas tiga jabatan pokok:(1)Pejabat tinggi militer dan pengawal khalifah, (2)Petugas keamanan, dan (3)Resimen-resimen, dan Kedua kelompok sipil yang terdiri atas (1)Qadhi (hakim dan direktur percetakan uang), (2)Ketua dakwah yang memimpin Dar al-Hikam (pengkajian), (3)Inspektur pasar(pengawasan pasar, jalan, timbangan, dan takaran), (4) Bendaharawan negara (menangani Baiy al-Mal), (5)Kepala urusan rumah tangga raja, (6)Petugas pembaca Alqur’an, dan (7)Sekertaris berbagai departemen. Selain pejabat pusat, disetiap dairah terdapat pejabat setingkat gubernur yang diangkat oleh khalifah untuk mengelola dairahnya.Admistrasi pemerintahan dikelola oleh dairah setempat .<br /> Tidak jauh berbeda dengan peradaban yang terjadi pada zaman sekarang bahwa peradaban Islam pada masa lalu memberikan sumbangsih pemikiran tentang pemerintahan dimana, seorang Kepala negara dipimpin oleh peresiden dan para pembantu peresiden adalah seorang menteri dan berikut para kepala dairah yang di sebut dengan gubernur dan masing-masing dairah berhak mengelola dairahnya masing sesuai dengan amanat Undang-undang otonomi dairah.<br /> Dalam sistim politik pmerintahan, dinasti Fatimiyah memiliki dua opsi, yaitu politik dalam negeri dan luar negeri. Politik dalam negeri dinasti ini hanya memiliki satu tujuan yakni berusaha mengajak masyarakat untuk memeluk mazhab Syi’ah Ismailiyah dan menjadikan mazhab ini sebagai mazhab yang utama di negara Mesir dan wilayah negeri yang berada di bawahnya. Dalam hal ini khalifah al-Aziz sangat menunjukkan sikap baik terhadap orang yahudi dan Nasrani sebagaimana ayahnya, Ia menikahi perempuan Nasrani dan untuk itu Ia bertoleransi dalam pendirian gereja diwilayahnya .<br /> Kemudian dalam politik luar negeri dinasti ini memberikan nuansa kehawatiran terhadap dinasti Abbasyiah karena penguasaan atas wilayah ini akan menaikkan derajat Fatimiyah di wilayah Mesir, Syam, Palestina, dan Hijaz.Penguasa atas wilayah ini akan sangat memudahkan dalam menguasai wilayah Bagdad pada masa itu, karena itu Khalifah Abbasyiah memancing Dinasti Buwaihi untuk memerangi Dinasti Fatimiyah yang pada ahirnya terjadi peperangan antara Buwaihi dan Fatimiyah .<br /> Demikian juga dengan kemajuan pemerintahan Fatimiyah dalam bidang administrasi negara lebih berdasarkan pada kecakapan daripada keturunan. Anggota cabang lain dalam Islām, seperti Sunni, sepertinya diangkat kedudukannya dalam pemerintahan sebagaimana Syi'ah. Toleransi beragama dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan.<br /> Demikian pula pada masa pemerintahan Muiz dan tiga orang pengganti pertamanya, seni dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan besar.Al-Muizz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, toleransi beragama, dalam bidang admistrasi Ia mengangkat seorang wazir (menteri) untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan, kemudian dalam bidang ekonomi ia memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya begitu juga dengan bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan dua untuk mazhab Syi’ah dan dua untuk mazhab sunni <br />b. Penyebaran Faham Syi’ah<br /> Kemajuan Dinasti Fatimiyah bukan hanya terlihat dari segi pemerintahan akan tetapi dalam bidang agama yaitu penyebaran faham Syi’ah, dengan demikian seganap pengetahuan negeri tersebut tentang Islam berdasarkan pemikiran Syi’ah yang pokok ajaran terpentingnya adalah Ali diwasiatkan menjadi khalifah dan jabatan khalifah itu dikhususkan kepada anak-anaknya dari isterinya Fatimah .<br /> Demikian juga ketika Mu’iz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat mazhab fikih: Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, sedangkan Muiz mengfanut faham Syi’ah dengan demikian Al-Mu’iz menganyomi dua kenyataan dengan mengangkat hakim dari kalangan sunni dan hakim dari kalangan Syi’ah akan tetapi jabatan penting diserahkan kepada ulama syi’ah dan sunni hanya menduduki jabatan rendahan.Pada tahun 379 M, semua jabatan diberbagai bidang baik politik, agama dan militer dipegang oleh syi’ah, oleh karena itu sebagian pejabat Fatimiyah yang sunni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat dan disisi lain Mu’iz membangun toleransi beragama sehingga pemeluk agama lain, seperti keristen diperlakukan dengan baik dan diantara mereka diangkat menjadi pejabat istana . <br />c. Perkembangan ilmu pengetahuan <br /> Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi yang sangat mengagumkan, hal ini di sebabkan dengan berkembangnya penterjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing, seperti bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, Sultan dan Umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra.<br /> Di antara tempat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa dinasti Fatimiyah adalah dengan berdirinya masjid dan istana yang kemudian dijadikan sebagai tempat basis ilmu pengetahuan, di ceritakan salah seorang wazir Dinasti ini Ya’qub ibn Yusuf Ibn Killis sangat mencintai ilmu pengetahuan dan seni .<br /> Pada masa dinasti ini masjid menjadi tempat berkumpulya ulama fiqih khususnya ulama yang menganut mazhab syi’ah Ismailiyah juga para wazir dan hakim, mereka berkumpul membuat buku tentang mazhab Syi’ah yang akan diajarkan kepada masyarakat, di antara tokoh yang membuat buku itu ialah Ya’kub ibn Killis, dan fungsi dari perkumpulan tersebut untuk memutuskan perkara yang timbul dalam peroses pembelajaran mazhab syi’ah . Nampak jelas lembaga-lembaga ini menjadi tempat penyebaran ideologi mereka.<br /> Kemudian pada masa Dinasti ini perpustakaan juga mempunyai peran yang tidak kecil dibandingkan dengan masjid untuk itu para khalifah dan wazir memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu. Dan perpustakaan ini di kenal demngan nama Dar al-Ulum di gabungkan dengan Dar al-Hikmah yang berisi berbagai ilmu pengetahuan sehingga melahirkan sejumlah ulama, pada masa ini muncul sejumlah ulama diantaranya; Muhammad al-Tamimi (ahli Fisika dan kedoktran), Al-Kindi (sejarah dan filsafat), Al-Nu’man (ahli hokum dan menjabat sebagai hakim), Al Ibn Yunus (ahli astronomi), Ali al-Hasan Ibn al-Khaitami (ahli fisika dan optik) . <br />d. Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi<br /> Di bawah pemerintahan Dinasti Fatimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli Irak dan daerah-daerah lainnya, hubungan dagang dengan daerah non Muslim dibina dengan baik termasuk dengan India dan negeri-negeri Mediterania yang beragama Kristen di samping itu pula Mesir ini merupakan tempat penghasil peroduk industri dan seni.<br /> Kemudian dalam bidang sosial masa dinasti Fatimiyah perhatiannya terhadap kesejahteraan masyarakat sangat tinggi terbukti dengan dibangunnya perguruan tinggi, rumah-rumah sakit, pemondokan kahlifah menghiasi kota baru di Kairo di samping itu pula tempat pemandian umum dan pasar-pasar di bangun dan dipenuhi oleh berbagai penduduk dari seluruh negeri, ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang sungguh begitu melimpah dan kemajuan bidang ekonomi begitu luar biasa pada masa Dinasti Fatimiyah.<br /> Para khalifah sangat dermawan dan memperhatikan warga non Muslim, di bawah pemerintahannya non muslim diperlakukan dengan baik, apalagi pada masa pemerintahan al-Aziz, Ia adalah salah seorang khalifah Fatimiyah yang sangat menghargai non-Muslim .<br /> Kemudian orang Sunni pun menikmati kebebasan beragama yang dilaksanakan khalifah-khalifah sehingga banyak da’i-da’i Sunni yang belajar di Al-Azhar walupun dalam masa pemerintahannya bersungguh-sungguh mensyi’ahkan orang Mesir akan tetapi mereka tidak melakukan pemaksaan kapada orang Sunni untuk mengikuti aliran syi’ah itulah salah satu bentuk kebijakan pemerintahan yang dilakukan dinasti Fatimiyah yang pengaruhnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial yang aman tentram.<br /> Sebenarnya pranata sosial yang berlaku pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir ini mengikuti pranata-pranata yang berlaku bagi tiga khalifah sebelumnya dan dilandaskan pada aturan-aturan agama. Kemudian pada zaman khalifah ini, Mesir mengalami kemakmuran, perdagangan juga berkembang kesegala arah .<br />3. Kemunduran dan kehancuran Dinasti Fatimiyah<br /> Dinasti Fatimiyah di Mesir mengalami kemunduran ketika Bani Saljuk bersama pasukannya menyerang Bagdad dan mengusir keluarga Buwaihi bahkan akhirnya menangkap tokohnya yang bernama al-Bassasiri, dinasti ini tidak dapat memberikan pertolongan dan kemundurannya itu membawa mereka kepada gerbang kehancuran.<br /> Apalagi setelah Al-Aziz meninggal, Abu Ali-Mansur yang baru berumur sebelas tahun diangkat untuk menggantikannya dengan gelar Al-Hakim, kekuasaanya ditandai dengan berbagai kekejaman, Ia telah membunuh beberapa wazir, merusak beberpa gereja Kristen temasuk gereja Holy Sepulchre (makam suci) di Palestina pada tahun 1009 M. Peristiwa ini menjadi sebuah pemicu berkobarnya perang Salib, selain itu Ia telah memaksa orang Kristen dan Yahudi memakai jubah hitam, mengendarai keledai dan menunjukkan tanda salib bagi orang Kristen serta menaiki lembu dengan memakai bel bagi orang Yahudi. Kesalahan yang paling patal adalah pernyataanya yang menyatakan diri sebagai inkarnasi Tuhan, yang kemudian di terima dengan baik oleh sekte Syi’ah baru yang bernama Druz sesuai dengan nama pemimpinnya Al-Daradzi yang berasal dari Turki .<br /> Kebijakan politik Al-Hakim telah menimbulkan rasa benci kaum Dzimmi dan Muslim non Syi’ah, anaknya Abu Hasan Ali Adhahir naik tahta ketika berhasil kembali menarik simpati kaum Dzimmi namun kemudian jatuh sakit karena peceklik dan meninggal dunia pada tahun 1035 M. Kemudian penggantinya adalah Abu Thamim Ma’ad al-Muntansir (ketika berumur 7 tahun). Di saat bersamaan, Palestina memberontak, Saljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas dari Fatimiyah atas dukungan Dinati Bani Abbas. Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh suku Hilal dan Sulaim (1052 M), dan Sicilia di kuasai oleh bangsa Normandia (1071 M) .<br /> Setelah Al-Hakim, Khalifah-kahlifah Fatimiyah tidak lebih dari boneka yang menjadi permainan para wazir dan jenderal, selama pemerintahan al-Muntansir yang cukup lama (427-487 H./1036-1097) terjadi perselisihan yang sangat tajam antara jendral dan wazir kemudian perselisihan ini membawa ibu kota Kairo, kearah anarkis dan kekacauan yang hebat ditambah lagi dengan wabah penyakit dan kelaparan. Pada waktu itu terjadi hama yang menyerang tanaman sehingga hasil panen mengalami kekagagalan, karena kelemahan khalifah tidak bisa mengatasi semua itu maka banyak dairah-dairah yang melepaskan diri dari kekuasaan Fatimiyah, sehingga Hijaz yang memberikan bantuan untuk menolong bencana kelaparan disana dan menjadi kebanggan khalifah menolak berada dalam pengawasan Kairo .<br /> Karena tentara Salib terlalu tangguh, al-Zafir meminta bantuan kepada Nuruddin al-Zanki . Nurudin al-Zanki mengirim pasukan di bawah pimpinan Syirkuh dan Salahudin al-Ayubi, setelah berhasil mengalahkan pasukan salib kemudian pasukan Nurudin al-Zanki kembali ke Suriyah akan tetapi sepeninggalan pasukan tersebut terdapat komplik internel, yaitu Syawar mengundang tentara salib ke Mesir karena ingin memperoleh jabatan wazir. Akhirnya pasukan Nurudin al-Zanki yang di pimpin oleh Syirkuh datang kembali ke Mesir. Syawar di tangkap dan kepalanya dipenggal atas perintah dinasti Fatimiyah, Syirkuh akhirnya diangkat menjadi wazir oleh Fatimiyah (564 H), tiga bulan kemudian, Syirkuh wafat dan diganti oleh kemenakannya Salahudin al-Ayubi. Kemudian pada tanggal 10 Muharram 567 H/1171 M, khalifah al- Adid (Fatimiyah) wafat dan kekuasaan berpindah ke tangan Salahudin al-Ayubi . <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />C. KESIMPULAN<br />Berangkat dari pembahasan peristitiwa sejarah peradaban Islam pada masa dinsti Fatimiyah maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :<br />1. Ketika Dinasti Abbasiah mulai melemah di Bagdad maka lahirlah kekhalifahan Fatimiyah, salah satu dinasti Islam beraliran Syi’ah Isma’liyah pada tahun 909 M. di Aprika Utara setelah mengalahkan Dinasti Aghlabiah, dalam sejarah, dinasti Fatimiyah datang setelah pusat kekuasaannya dipindahkan dari Tunisia ke Mesir. Kekuasaan Syi’ah tersebut berakhir pada tahun 1771 M dan kekhalifahan ini lahir sebagai manifestasi dari idealisme orang-orang Syi’ah yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan Imamah adalah keturunan Fatimah binti Rasulullah. Dalam sejarah peradaban Islam bahwa Dinasti ini lahir di antara dua kekuatan politik khalifahan, yaitu Abbasiyah di Bagdad dan Ummayah II di Cordofa.<br />2. Selama pemerintahan Dinasti Ftimiyah berkuasa telah banyak memberikan kontribusi pemikiran terhadap peradaban Islam baik dalam sistim pemerintahan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan ini mencapai puncaknya pada zaman al-Aziz yang bijaksana. Adapun kemajuan tersebut terlihat dari berbagai bidang dintaranya; Kemajuan dalam bidang pemerintahan, bentuk pemerintahan pada masa dinasti Fatimiyah merupakan bentuk pemerintahan sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaanya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol khalifah. Dalam pengelolaan negara dinasti ini mengangkat beberapa Menteri yang bertugas membantu khalifah, kemudian dalam sistim politik Dinasti Fatimiyah memiliki dua ofsi yaitu politik dalam negeri dan politik luar negeri. Peyebaran ajaran Syi’ah, kemajuan dinasti Fatimiyah bukan hanya terlihat dari segi pemerintahan akan tetapi dalam bidang agama yaitu penyebaran faham Syi’ah, dengan demikian segenap pengetahuan negeri tersebut tentang Islam berdasarkan pemikiran Syi’ah yang pokok ajaran terpentingnya adalah Ali diwasiatkan menjadi khalifah dan jabatan khalifah itu dikhususkan kepada anak-anaknya dari isterinya Fatimah. Perkembangan ilmu pengetahuan’ pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi yang sangat mengagumkan, hal ini di sebabkan dengan berkembangnya penterjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing seperti bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, sultan dn umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra. Dalam bidang sosial ekonomi, dibawah pemerintahan dinasti Fatimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli irak dan dairah-dairah lainnya, hubungan dagang dengan dairah non Muslim dibina dengan baik, kesejahteraan masyarakat sangat tinggi terbukti dengan dibangunnya perguruan tinggi, rumah-rumah sakit, pemondokan kahlifah menghiasi kota baru di Kairo begitu pula tempat pemandian umum dan pasar-pasar di bangun dan dipenuhi oleh berbagai peruduk dari seluruh negeri, ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu melimpah dan kemajuan yang begitu luar biasa pada masa dinati Fatimiyah.<br />3. Dinasti Fatimiyah mencapai kemunduran Setelah Al-Hakim, Khalifah-kahlifah Fatimiyah tidak lebih dari boneka yang menjadi permainan para wazir dan Jenderal, selama pemerintahan al-Muntansir yng cukup lama (427-487 H./1036-1097) terjadi perselisihan yang sangat tajam antara jendral dan wazir kemudian perselisihan ini membawa ibu kota Kairo, kearah anarkis dan kekacauan yang hebat ditambah lagi dengan wabah penyakit dan kemarau panjang, sehingga Dinsti Fatimiyah terpecah menjadi dua Nizari dan Musta’li. Kemudian pada masa al-Musta’li pasukan Salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia hingga Bait al-Maqdis, karena tentara Salib terlalu tangguh, al-Zafir meminta bantuan kepada Nuruddin al-Zanki .Nurudin al-Zanki mengirim pasukan dibawah pimpinan Syirkuh dan Salahudin al-Ayubi, setelah berhasil mengalahkan pasukan salib kemudian pasukan Nurudin al-Zanki kembali ke Suriyah akan tetapi sepeniggal pasukan tersebut terdapat konplik internal, yaitu Syawar mengundang tentara salib ke Mesir karena ingin memperleh jabatan wazir.Akhirnya pasukan Nurudin al-Zanki yang di pimpin oleh Syirkuh datang kembali ke Mesir. Syawar di tangkap dan kepalanya di penggal atas perintah dinasti Fatimiyah, Syirkuh akhirnya diangkat menjadi wazir oleh Fatimiyah (564 H), tiga bulan kemudian, Syirkuh wafat dan diganti oleh kemenakannya Salahudin al-Ayubi. Kemudian pada tanggal 10 Muharram 567 H/1171 M, khalifah al- Adid (Fatimiyah) wafat dan kekuasaan berpindah ketangan Salahudin al-Ayubi<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Fauzan Suwito, 2005, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cetakan Pertama, Jakarta: Prenada Media<br />Karim Abdul.M.,2007, Sejarah Pemikiran dan Pradadaban Islam, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Pustaka Book Publusher<br /><br />Lapidus Ira, M., 1999, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II, Jakarta: Grafindo Persada<br /><br />Mubarok Jaih, 2004Sejarah Peradaban Islam, Cetakan Pertama, Bandung: Pustaka Bani Quraiys<br /><br />______, Sejarah Peradaban Islam, 2005, Cetakan Pertama, Bandung: Pustaka Bani Quraisy<br /><br />______, Sejarah Peradaban Islam, 2008, Cetakan Pertama edisi revisi, Bandung: Pustaka Islamika<br /><br />Salabi Ahmad, 2009, Sejarah Kebudayaan Islam 3, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru<br /><br />Sunanto Musyrifah, 2004, Sejarah Islam Kelasik, Jakarta: Kencana<br /><br />Thohir Ajid, 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Grafindo persada<br /><br />Yatim Badri, 2008, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo PersadaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-52227425619061486812010-01-24T02:20:00.000-08:002010-01-24T02:22:50.773-08:00HADIS DALAM PANDANGAN ORIENTALISA. Pendahuluan<br />Hadits memiliki kedudukan yang strategis dan sangat urgen dalam ajaran Agama Islam. Hal itu terjadi karena, Hadits menjadi sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Baik al-Qur’an maupun hadits merupakan wahyu, hanya saja yang pertama wahy mathluw sedang yang kedua wahy ghair mathluw. Posisi hadits seperti ini tidak hanya dijelaskan oleh Nabi saw. bahkan juga oleh Allah swt. Hal itu dapat dilihat dalam QS. 48: 10, 5: 92, 4: 65 dan lain-lain. <br /> Oleh karena posisinya yang strategis itu, maka hadits terus menerus dikaji dan diriwayatkan. Termasuk dalam kajian hadits itu adalah naqd al-hadits (kritik hadits). Kritik hadits itu sendiri telah ada dan dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad. Misalnya, kasus Umar yang mengecek kebenaran sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Nabi telah menceraikan isteri-isterinya, juga pengecekan yang dilakukan sahabat-sahabat lain semacam Abu Bakar al-Shiddiq, Ali ibn Abi Thalib dan lain-lain diyakini sebagai cikal bakal ‘ilmu naqd al-hadits (ilmu kritik hadits). Baik kritik matan maupun sanad. <br /> Kajian hadits ternyata tidak hanya milik kaum Muslimin, tetapi para orientalis pun tak ketinggalan melakukan kajian tersebut. Tersebutlah nama-nama semacam Ignaz Goldziher, Joseph Schact, Alferd Guilame dan lain-lain, yang melakukan kritik terhadap Hadits. Berbeda dengan kritik yang dilakukan kaum muslimin, kritik yang mereka lakukan sungguh mencengangkan. Ignaz Goldziher, misalnya meragukan orisinalitas hadits, sedangkan Schact berpendapat lebih jauh dengan mengatakan: We shall not meet any legal tradition from the Prophet which can be considered authentic. <br /> Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mencoba menelusuri pemikiran para orientalis tersebut. Bangunan tulisan ini dimulai dengan melihat batasan orientalisme, pemikiran mereka dalam kajian hadits yang disertai komentar dan bantahan muhadditsin kontemporer, dan pengaruh pemikiran mereka dalam kajian-kajian hadits sepeninggalnya. <br /><br />B. Memahami Istilah Orientalisme <br />Secara etimologis, kata orientalisme berasal dari dua prasa, dari kata orient dan isme. Kata orient (Latin: orin) berarti terbit, dalam Bahasa Inggris kata ini diartikan direction of rising sun (arah terbitnya matahari). Jika dilihat secara geografis, maka kata ini mengarah pada negeri-negeri belahan timur, sebagai arah terbitnya matahari. Negeri-negeri itu terentang dari kawasan timur dekat, yang meliputi Turki dan sekitarnya hingga timur jauh yang meliputi Jepang, Korea dan Indonesia, dan dari selatan hingga republic-republik Muslim bekas Uni Soviet serta kawasan Timur Tengah hingga Afrika Utara. <br />Lawan dari kata orient adalah oksident yang berarti arah terbenamnya matahari yang meliputi bumi-bumi belahan Barat. Sedangkan kata isme berasal dari Bahasa Belanda (Latin: isma, Inggris: ism) yang berarti a doctrin theory or system (pendirian, keyakinan dan system). Oleh karena itu, secara etimologis orientalisame dapat diartikan sebagai ilmu tentang ketimuran atau studi tentang dunia timur.<br /> Edward Said memberikan tiga pengertian dasar orientalisme. Pertama, orientalisme yang diartikan sebagai sebuah cara kedatangan yang berhubungan dengan Bangsa Timur. Kedua, sebuah gaya pemikiran yang berdasarkan ontologi dan epistemologi antara Timur dan Barat pada umumnya. Ketiga, sebuah gaya Barat yang mendominasi dan menguasai kembali dunia Timur. <br /> Akan tetapi, karena yang menjadi ancaman terhadap Barat adalah Islam, maka pengertian orient dalam konteks orientalisme dunia Timur Islam termasuk Andalusia, Sisilia, dan wilayah Balkan, yang secara geografis tidaklah termasuk wilayah Timur. Dengan demikian orientalisme yang dimaksud adalah kajian akademis yang dilakukan ilmuwan Barat mengenai Islam dan kaum Muslimin dari seluruh aspeknya, dengan tujuan untuk membentuk opini umum dalam hal tertentu, sebagai siasat menguasai dunia Timur Islam yang mencerminkan pertentangan latar belakang ideology, histories dan kultur antara Barat dan Timur. Itulah sebabnya Musthafa Mafaur menyebutkan karakteristik orientalisme antara lain:<br />a. Mentalisme orientalis merupakan suatu kajian yang memiliki satu keterkaitan kuat dengan penjajahan Barat di Dunia Timur, karena fenomena orientalisme mempunyai hubungan organis dengan fenomena imperialisme sehingg antara keduanya tidak dapat dipisahkan.<br />b. Orientalisme merupakan kajian yang memiliki keterkaitan kuta dengan misionarisme, dalam hal ini misalnya orientalis Samuel Zwemmer, Mc Donald, dan Alfred Guilame.<br />c. Orientalisme adalah kajian yang disebabkan adanya keterkaitan kepentingan secara organis dengan imperialisme dan misionarisme, oleh karena itu kemungkinan untuk memiliki komitmen ilmiah khusunya pada kajian-kajian Islam kecil sekali.<br />d. Orientalisme adalah kajian yang memberi andil secara efektif bagi pengambilan kebijakan Barat terhadap negeri-negeri Muslim. Untuk contoh ini dapat disebutkan Prof. Snouck Hougranje yang pernah menjadi penasehat utama Kolonial Belanda. <br />Pada mulanya kajian orientalisme sangat luas mencakup pelbagai bidang ilmu pengetahuan dari Timur, namun setelah menyadari bahwa kekuatan Islam lah yang berbahaya, dengan dua sumber utamanya, maka orientalis pun memberikan perhatiannya terhadap al-Hadits di samping al-Qur’an. Adapun sebab-sebab yang mendorong perhatian tersebut adalah:<br />a. Melalui penyelidikan hadits, para orientalis dengan mudah dapat membunuh Islam.<br />b. Adanya keinginan yang kuat dari para orientalis untuk mendiskreditkan Islam.<br />c. Terdapatnya banyak kontradiksi dalam materi korpus hadits.<br />d. Kontradiksi dalam korpus tadi memerlukan sebuah metode, kebutuhan metode tersebut merangsang para orientalis untuk memperkenalkan metode penyelidikan mereka. <br /><br /><br />C. Para Orientalis Memahami Hadits<br />Menurut dugaan Azami bahwa orientalis pertama yang melakukan kajian terhadap hadits adalah Ignaz Goldziher lewat bukunya Muhammadenische Studien (1890 M.). Upaya itu kemudian diikuti oleh Joseph Schact, seorang professor muda yang pakar dalam bidang hukum Islam. Di antara karyanya yang berkaitan dengan hadits dan sekaligus melambungkan namanya adalah The Origin of Muhammadan Jurisprudence (1950 M.) dan an Introduction to Islamic Law (1960 M.). Adapun para orientalis sesudahnya tidaklah menrbitkan kajian hadits, kecuali beberapa makalah yang isinya jauh dari penelitian hadits. Meski A. Guillaume menulis buku The Tradition of Islam, namun kajiannya tidaklah menyuguhkan hal baru kecuali bersandar pada penelitian Goldziher di atas, oleh karena itu ia tidak ilmiah. <br />Itulah sebabnya makalah ini hanya akan membidik dua tokoh itu saja, yakni Ignaz Goldziher dan Joseph Schact yang menurut Yaqub, masing-masing karyanya telah menjadi “kitab Suci” pertama dan “kitab Suci” kedua dalam literatur kajian hadits di Barat. <br /><br />D. Goldziher dan Metode Kritik Hadits <br />Ignaz Goldziher adalah seorang orientalis berkebangsaan Hungaria. Ia dilahirkan dari keluarga Yahudi pada tahun 1850 M. Goldziher belajar di Budapest, Berlin dan Liepzig. Pada tahun 1873 ia pergi ke Syiria, mempelajari ilmu-ilmu keislaman di bawah asuhan Syekh Tahir Al- Jazairi, kemudian pindah ke Palestina lalu ke Mesir dan belajar dari ulama-ulama Al-Azhar. Sepulangnya dari Al-Azhar ia diangkat menjadi guru besar di Budapest. Ia meninggal pada tahun 1921 M. <br />Goldziher banyak menulis mengenai keislaman yang dipublikasikan dalam Bahasa Jerman, Inggris dan Perancis. Salah satu karyanya adalah Muhammedanische Studien (Studi Islam) sebuah karya yang menjadi rujukan utama kajian hadits di Eropa. Dalam bukunya tersebut ia antara lain berkesimpulan bahwa yang disebut hadits itu diragukan otentisitasnya sebagai sabda Nabi saw. <br />Goldziher mengakui bahwa kritik hadits sebenarnya telah dilakukan sejak dahulu, namun menurutnya kritik-kritik tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, hal itu karena metode yang digunkannya lemah. Para ulama terdahulu, menurut Goldziher lebih banyak menggunakan kritik sanad dan kurang menggunakan kritik matan. Oleh karena itu ia menawarkan suatu metode baru yaitu kritik matan saja. <br />Sebenarnya para ulama telah melakukan kritik matan tersebut, namun yang dimaksud Goldziher adalah kritik matan yang mencakup berbagai aspek seperti politik, sains, sosio kultural dan sebagainya. <br />Salah satu kritiknya antara lain ia alamatkan kepada Bukhari. Menurutnya pemilik kitab shahih ini hanya melakukan kritik sanad dan mengabaikan kritik matan. Akibatnya setelah dilakukan penelitian oleh Goldziher, salah satu hadits yang ada dalam sahihnya itu ternyata palsu.<br />Hadits yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Zuhri yang berbunyi : “Tidak diperintahkan pergi kecuali menuju tiga mesjid, Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Mesjid al-Aqsa”. Menurut Goldziher hadits ini merupakan pesanan Abdul Malik bin Marwan, seorang khalifah dari Dinasti Umayah di Damaskus yang merasa khawatir apabila Abdullah ibn Zubair, yang memproklamirkan sebagai seorang khalifah di Makkah, mengambil kesempatan dengan menyuruh orang-orang Syam yang melakukan ibadah haji di Makkah untuk berbaiat kepadanya. Karenanya, Abdul Malik berusaha agar orang-orang Syam tidak lagi pergi ke Makkah, tetapi cukup hanya pergi ke Qubbah Sakhra di al-Quds yang pada saat itu berada pada wilayah Syam. Untuk itulah ia memerintahkan al-Zuhri untuk membuat hadits sebagaimana di atas. Kesimpulannya, menurut Goldziher, hadits itu adalah bikinan ulama (al-Zuhri) meski ia ada dalam Kitab Sahih Bukahri. <br />Pendapat bahwa al-Zuhri ini pemalsu hadits antara lain diperkuat pula kata-kata al-Zuhri sendiri. Menurut Goldziher, al-Zuhri mengatakan: “Inni haulai al-umara akrahuna ‘ala kitabah ahadits (dengan tanpa “al” ma’rifah)”. Kata-kata ini menurut Goldziher mengindikasikan bahwa al-Zuhri dipaksa untuk menuliskan hadits yang belum pernah ada pada saat itu. Demikianlah di antara tuduhan Goldziher mengenai hadits. Menurut Yaqub , dengan pendapatnya itu tidak terlalu sulit untuk diidentifikasi bahwa Goldziher bertujuan untuk meruntuhkan kepercayaan umat Islam terhadap Imam Bukhari yang kredibilitasnya telah diakui kaum Muslimin, sehingga pada akhirnya semua kitab hadits dalam sahihnya tidak dipakai lagi oleh kaum muslimin. Kemudian setelah Bukhari, maka imam-imam Hadits pun akan ia bantai satu persatu, sehingga hilanglah hadits dari peredaran dan hilang pula salah satu pilar agama Islam. <br />Pendapat Goldziher ini mendapat bantahan dari para ulama ahli hadits. Azmi misalnya mengatakan bahwa Goldziher mendasarkan teorinya pada fakta sejarah yang salah (diselewengkan). Menurutnya, al-Zuhri tidak pernah bertemu dengan Abdul Malik bin Marwan sebelum tahun 81 H. sedang Abdul Malik berfikir untuk membangun Qubbah Sakhra -yang konon akan dijadikan pengganti Ka’bah itu- pada tahun 68 H. lagi pula kalau diandaikan pada tahun 68 tersebut al-Zuhri bertemu dengan Abdul Malik, maka usianya tak lebih dari 10 sampai 18 tahun, sebab menurut sejarawan al-Zuhri lahir sekitar tahun 50 s.d. 58 H. karenanya sangat tidak logis, anak seusia itu sudah demikian popular di luar daerahnya untuk diminta “membuat” hadits. Inilah ketakrasionalan teori Goldziher. Argumen ini pun tertolak sebab pada waktu itu di Syam masih banyak generasi sahabat dan tabi’in, dan mereka tak mungkin berdiam diri. <br />Mengenai perkataan al-Zuhri bahwa beliau disuruh menuliskan hadits, menurut Azmi, Goldziher mengutipnya salah, sebab ia meninggalkan “al” dalam kata “ahadits”. Padahal jika kutipan sesuai teks aslinya, seperti dalam riwayat Ibn Sa’ad dan Ibn ‘Asakir maka ia akan berbunyi: inna haulai al-umara akrahuna ‘ala kitabah al-ahadits (dengan “al” ma’rifah)”. Jjika demikian maka kesannya bukan dipaksa untuk menuliskan hadits yang belum pernah ada pada saat itu, melainkan hadits itu telah ada hanya saja belum terhimpun. Demikianlah Goldziher telah memalsukan atau sekurang-kurangnya keliru dalam mengutip sumber rujukan.<br /><br />E. Joseph Schact dan Teori “Projecting Back”<br />Selain Goldziher, sesudahnya muncul pula orientalis baru yakni Joseph Schact. Ia dilahirkan di Silisie Jerman pada tanggal 15 Maret 1902. Schact belajar filologi klasik, teologi, dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Berslauw dan Universitas Leipizig. Pada tahun 1923, ketika usianya baru mencapai 21 tahun, ia meraih gelar doktornya dari Universitas Berslauw. <br />Pada tahun 1925 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Fribourg, dan pada tahun 1929 ia dikukuhkan sebagai guru besar. Pada tahun 1932 ia pindah ke universitas Kingsbourg, dan dua tahun berikutnya ia mengajar tata bahasa Arab dan Bahasa Suryani di Universitas Fuad Awal (kini universitas Kairo) Mesir. Ia tinggal di sana sebagai Guru Besar sampai tahun 1939.<br />Ketika perang dunia II meletus, Schact meninggalkan Kairo menuju Inggris dan bekerja di Radio BBC London. Meski perang telah usai ia tidak pulang ke Jerman, melainkan tetap tinggal dan menikah dengan wanita Inggris. Pada tahun 1947 ia menjadi warga Negara Inggris. Ia kuliah di Oxford, dan mendapat magister (1984) dan Doktor (1952) di universitas tersebut. <br />Pada tahun 1954 ia hijrah ke Leiden dan menjadi Guru Besar di sana, kemudian pada tahun 1959 ia hijrah lagi ke Universitas Columbia New York dan menjadi Guru Besar di sana hingga meninggal dunia pada tahun 1969. <br /> Schact adalah pakar hukum Islam, namun karyanya tidak terbatas pada disiplin tersebut melainkan tersebar dalam pelbagai disiplin ilmu, seperti ilmu kalam, sains, filsafat dan lain-lain. Di antara karyanya yang paling terkenal adalah The Origin of Muhammadan Jurisprudence (1950), dan An Introduction to Islamic Law (1960). <br />Di antara obyek penelitiannya adalah kitab al-Muwaththa karya Imam Malik, kitab al-Umm karya al-Syafi’i , al-Muwaththa karya Muhammad al-Syaibani, dan lain-lain. Schact menyatakan bahwa pada masa al-Sya’bi (w. 110 H.) hukum Islam belum eksis. Dengan demikian bila ditemukan hadits-hadits berkaitan dengan hukum Islam, maka hadits-hadits itu adalah buatan orang-orang sesudah al-Sya’bi. Menurut Schact hukum Islam baru dikenal semenjak pengangkatan para qadhi, sedang pengangkatan ini baru terjadi pada masa Bani Umayah. <br />Dalam memberikan keputusan-keputusannya, para qadhi itu --menurut Schact -- memerlukan legitimasi orang-orang yang memiliki otoritas lebih tinggi. Oleh karena itu para qadi tadi menisbahkan keputusan-keputusannya pada tokoh sebelumnya, seperti halnya orang Irak menisbahkan kepada al-Nakha’i. Mereka tidak hanya menisbahkan kepada orang-orang terdahulu yang jaraknya relatif masih dekat, melainkan menisbahkan juga pada mereka yang lebih dahulu lagi, sehingga pada tahapan akhir pendapat-pendapat tadi dinisbahkan kepada Nabi saw. Menurut Schact inilah rekonstruksi terbentuknya sanad hadits, yaitu dengan memproyeksikan pendapat-pendapat itu kepada tokoh di belakang. Itulah sebabnya teori Schact dinamakan. “Projecting Back”. <br />Schact selanjutnya berpendapat bahwa dengan munculnya aliran-aliran fiqh ini klasik ini maka melahirkan konsekuensi munculnya ahli hadits. Menurutnya ahli hadits ini pun telah memalsu hadits guna mengalahkan aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok ahli fqh.<br />Dengan teorinya itu, maka Joseph Schact berkesimpulan: We shall not meet any legal tradition from the Prophet which can be considered authentic. <br />Pemikiran Schact ini pun mendapat bantahan dari Azami. Untuk meruntuhkan teori Schact tersebut Azami mengadakan penelitian tentang hadits-hadits nabawi yang terdapat dalam naskah-naskah klasik. Di antaranya adalah naskah Suhail bin Abu Shalih (w. 138 H.). ayah Suhail (Abu Shalih) adalah murid Abu Hurairah sahabat Nabi saw. Dengan demikian sanadnya adalah Nabi – Abu Hurairah – Abu Shalih – Suhail. <br />Melalui penelitiannya Azami menemukan bahwa dalam thabaqah al-tsalitsah (jenjang ketiga) jumlah rawinya berkisar antara 20 sampai 30 orang, dengan domisili yang terpencar dan berjauhan, antara India sampai Maroko, antara Turki sampai Yaman. Sedang redaksi hadits yang mereka riwayatkan itu sama. Menurut Azami adalah mustahil jika mereka pernah berkumpul untuk membuat hadits palsu dengan redaksi sama. <br />Teori Schact ini pun dapat dibantah dengan alasan bahwa fiqh atau hukum Islam sudah dikenal semenjak Nabi saw. Sebab fiqh adalah ijtihad, dan pada masa sahabat bahkan masa Nabi ijtihad itu sudah ada. Jadi tidak benar bahwa hokum Islam baru muncul pada masa Bani Umayah ketika para qadhi diangkat. Dengan demikian tuduhan Schact tidaklah benar. <br /><br />F. Pengaruh Faham Orientalis<br />Sebagaimana disebutkan di muka bahwa karya kedua tokoh orientalis di atas telah menjadi “kitab suci” dalam literature hadits di Eropa, oleh karena itu tak mengherankan kalau kedua karya ini sangat berpengaruh terhadap para pengkaji sepeninggalnya. Azmi, seperti telah dikutip di depan, bahkan berpendapat bahwa pasca Goldziher dan Schact tidak ada karya ilmiah berkenaan dengan kajian hadits. <br />The Tradition of Islam karya A. Guillaume, masih menurut Azmi, dikatakan tidaklah menyuguhkan hal baru selain menyandarkannya pada karya Goldziher itu. Demikian pula pengaruh Schact itu luar biasa hebatnya, konon Prof. Anderson, seorang orientalis lulusan Cambridge University, tidak mau menjadi promoter Ahmad Amin –seorang lulusan fakultas Ushuludian Universitas Kairo- hanya karena tema penelitian yang diajukannya mengkritik Schact. Bahkan Anderson menganjurkan untuk menyesuaikannya dengan pikiran Schact. <br /> Namun pengaruh itu ternyata tidak terbatas pada orientalis semata, terhadap para pemikir Muslim pun kedua karya tadi ikut berpengaruh, sebut saja misalnya Ahmad Amin. Seorang pemikir Muslim Mesir kenamaan ini banyak terkecoh oleh teori-teori Goldziher dalam melakukan kritik hadits, hal ini seperti terlihat dalam karyanya Fajr al-Islam. Demikian juga Muhammad Abu Rayyah, yang juga pemikir dari Mesir. Bahkan dalam karyanya Adhwa ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah ia lebih sadis dalam membantai ahli-ahli hadits dibanding Ahmad Amin. Juga tak kalah menariknya adalah ulama kontemporer Muhammad al-Ghazali yang melakukan kritik hadits dengan prinsip-prinsip yang dipakai Goldziher, baik dalam karyanya al-Sunnah al-Nabawiyah baina Ahl Fiqh wa Ahl Hadits, maupun dalam diskusi-diskusinya di Kairo. <br />Untuk menanggapi pemikiran mereka, antara lain ditulislah kitab al-Sunnah wa makanatuha fi Tasyri’ al-Islam (1949) oleh al-Syiba’i, kemudian Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami dalam bukunya Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh wa Tadwinih. kitab Muhammad al-Ghazali antara lain dibantah oleh Syaikh Salman al-Audah dalam Hadi’ ma’a Muhammad al-Ghazali, Dr. Syaikh Rabi bin Hadi al-Madkhali dalam Kasyf Mauqif al-Ghazali min al-Sunnah wa ahliha wa Naqd Ba’dh ara’ihi dan Syeikh Shalih al-Syeikh dalam kitabnya al-Mi’yar li ‘Ilmi al-Ghazali fi Kitabihi al-Sunnah al-Nabawiyah. <br />G. Keimpulan<br />Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, selain umat Islam, para orientalis juga tidak ketinggalan melakukan kritik hadits, seperti yang dilakukan Goldziher dan Schact. Goldziher meragukan otentisitas hadits sedang Schact memandang bahwa tidak ada satupun hadits –khususnya dalam hukum Islam- yang bisa dipandang autentik. <br />Kedua orientalis ini telah meninggalkan pengaruh yang begitu kuat, tidak hanya terhadap para orientalis berikutnya, tetapi juga terhadap para pemikir muslim., meski menurut al-Syiba’i pengaruh mereka lambat laun menurun, sebab di antara para orientalis itu ada yang diam-diam merevisi pandangannya dengan menerbitkan risalah yang menyanggah pandangan Goldziher tersebut. <br />Orientalisme karena pelbagai karakteristiknya sebagaimana yang dikatakan –hemat saya- memang harus diwaspadai. Hal itu bukan berarti pemikiran mereka diabaikan sama sekali, melainkan ia semestinya dibaca dan dianalisa dengan kritis. Adalah keliru mengabaikan pemikiran mereka sama sekali, sebagaimana juga salah jika diikuti secara membabi buta. Wa Allah a’lam.<br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000. <br />______ Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Hadits, Pustaka Firdaus, Jakarta., 1992.<br />Edward Said, Orientalisme, Pustaka Salman, Bandung, 1994.<br />Endang Soetari Ad., Mimbar Studi, MS, No. 63/XVI/Desember 1994.<br />Joseph Schact, An Introduction to Islamic Law, Clarendom Press, Oxford, 1964.<br />Mohammad Mustafa Azmi, Studies in Early Hadith Literature; With a Critical Edition of Some Early Texts, American Trust Publication, Indianapolis, Indiana, 1968.<br />Muhammad Ismail Bukhari, Shahih Bukhari, Sulaiman Mar’i, Singapore, t.t., h. 206.<br />Mustafa As-Syiba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islam diterjemahkan oleh Dja’far Abd. Muchith dengan judul : al-Hadits Sebagai Sumber Hukum: Kedudukan As-Sunnah Dalam Pembinaan Hukum Islam, CV. Dipenogoro, Bandung, 1993.<br />Musthalah Maufur, Orientalisme Serbuan Ideologis dan Intelektual, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1995.<br />Yunahar Ilyas dan M. Mas’udi, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1996.<br />Webster New American Dictionary, vo. 3, book me, New York, 1965.<br />William Collin & Sous, Collin Concise English Dictionary Ltd, London, 1980.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-55515727891585961082010-01-23T05:25:00.000-08:002010-01-23T05:26:36.291-08:00RPP PAI DENGAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIFStandar Kompetensi dan Kompetensi Dasar <br /><br />Standar Kompetensi K Kompetensi Dasar<br /><br />Membiasakan berperilaku taubat<br /> <br />1. Menjelaskan pengertian taubat.<br />2. Menyebutkan dalil tentang taubat.<br />3. Menyebutkan syarat-syarat taubat.<br /><br />1. Deskripsi Standar Kompetensi<br />Membiasakan perilaku bertaubat begitu penting terhadap dosa-dosa yang dilakukan dan merupakan sifat yang terpuji yang harus di lakukan dalam kehidupan sehari-hari, sebab setiap muslim tidak akan luput dari salah dan dosa. <br />2. Peta Kompetensi<br />Setelah selesai proses belajar mengajar maka siswa dapat:<br />a. Menjelaskan pengertian taubat.<br />b. Menyebutkan dalil tentang taubat.<br />c. Menyebutkan syarat-syarat taubat.<br /><br /> <br /> <br /><br />Keterangan: Dalam struktur perilaku maka peta kompetensi dalam materi taubat ini bersifat hirarki, artinya suatu kemampuan tertentu dapat diperoleh harus mengetahui kemampuan sebelumnya.<br />3. Kompetensi dasar (1x pertemuan 2x 40 menit)<br /> Hakikat kemampuan yang tercakup dalam kompetensi dasar tersebut adalah pengembangan ranah afektif (attitude). Bloom, 1956, menyebutnya dengan affective domain, sedangkan Gagne, 1966, menyebutnya dengan attitude. Kemampuan afektif adalah kecendrungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu (Bruno, 1987). Untuk lebih jelasnya tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, sedih, marah, gembira, kecewa, senag, benci, was-was dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh belajar. Dengan demikian, pada perinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecendrungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecendrungan-kecendrungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, pristiwa dan sebagainya<br />Indikator:<br />a. Siswa dapat menjelaskan pengertian taubat.<br />b. Siswa dapat menyebutkan dalil tentang taubat.<br />c. Siswa dapat menyebutkan syarat-syarat taubat.<br />4. Model Pembelajaran <br />Model pembelajaran dalam materi taubat adalah model berfikir induktif. Model pembelajaran berfikir induktif sebenarnya merupakan pembawaan sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu revolusioner, mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak yang tidak absah dan acap merongrong kapasitas bawaan sejak lahir (Hilda Taba, 1966) dalam “Models of Teaching” (Joyce, 2009: 83). Model pembelajaran berfikir induktif ini merupakan karya besar Hida Taba. Suatu strategi mengajar yang di kembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi. Secara singkat model ini merupakan strategi mengajar untuk mengembangkan strategi berfikir siswa. Model ini di kembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut:<br />1. Kemampuan berfikir dapat di ajarkan.<br />2. Berfikir merupakan suatu transaksi aktif individu dengan data. Artinya setting kelas, bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitif tertentu.<br />3. Proses berfikir merupakan suatu urutan tahapan yang berurutan. Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berfikir tertentu, prasyarat tertentu harus di kuasai terlebih dahulu dan urutan tahapan ini tidak bisa di balik (Hamzah B. Uno, 12: 2009).<br />Alasan model pembelajaran dipilih adalah: <br />Model pembelajaran induktif merupakan cara yang tepat untuk membantu siswa untuk mendapatkan sebuah informasi penting. Salah satu hal yang perlu dipahami seorang guru berkaitan dengan proses belajar siswanya adalah kompetensi kognitif, kapasitas siswa untuk berfikir abstrak dan strategi mnemonik mereka (Baharudin, 2008: 95). Model pembelajaran tersebut boleh dikatakan sangat fokus artinya dapat membantu siswa untuk berkosentrasi pada suatu ranah tertentu yang dapat mereka kuasai tanpa menciutkan hati mereka yang justru dapat membuat mereka tidak bisa menggunakan seluruh kemampuannya untuk menghasilkan gagasan. Seiring dengan permasalahan tersebut maka pemberian sebuah informasi tidak bisa di tukar-tukar atau di bolak balik melainkan secara berurutan. Dan kaitannya dengan materi taubat, seorang guru harus menjelaskan secara berurutan dimulai dengan pengertian taubat, dalil-dalil tentang taubat dan syarat-syarat taubat.<br />Sintaks model pembelajaran induktif adalah<br />Dalam Models of Teaching, (Joyce, 2009: 100), sruktur model pembelajaran induktif adalah sebagai berikut:<br />1. Struktur model<br />a. Pembentukan konsep.<br />b. Interpretasi data.<br />c. Penerapan prinsip.<br />2. Sistem sosial<br />Model induktif sebenarnya begitu mudah untuk disusun. Model ini bersifat kooperatif , tetapi guru tetap menjadi inisiator dan pengawas semua kegiatan.<br />3. Peran/Tugas guru<br />Guru menyesuaikan tugas-tugas dengan tingkat aktivitas kognitif siswa, menentukan kesiapan siswa.<br />4. Sistim pendukung<br />Siswa memerlukan data mentah untuk diolah dan dianalisis.<br />5. Dampak-dampak intruksional dan penggiring<br />Model pembelajaran induktif di rancang untuk melatih siswa dalam membentuk konsep dan sekaligus mengajarkan konsep-konsep. Dan ini juga membentuk perhatian siswa untuk fokus pada logika, bahasa dan arti kata-kata dan sifat-sifat pengetahuan. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat dalam gambar berikut ini:<br /> <br /> Informasi, Konsep, Proses-Proses Konsep dan Sistem<br /> Keterampilan, Pemben Pembentukan Konsep Konseptual, dan<br /> tukan Hifotesis Penerapannnya<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Spirit Penelitian Kesadaran atas Sifat Pengetahuan Berfikir Logis<br /><br />Keterangan:Dampak-Dampak Intruksional dan Penggiring dari Model Berfikir Induktif (Joyce, 2009: 99)<br /><br /><br />RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJAN (RPP)<br /><br />Sekolah : SMA<br />Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam<br />Kelas/Semester : XI / II<br />Standar Kompetensi : Membiasakan berprilaku taubat dalam kehidupan sehari-hari<br />Kompetensi Dasar : Menjelaskan tentang taubat<br />Indikator : <br />a. Siswa dapat menjelaskan pengertian taubat. <br />b. Siswa dapat menyebutkan dalil tentang taubat.<br />c. Siswa dapat menyebutkan syarat-syarat taubat.<br /><br />Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x peretemuan ) <br />Tujuan Pembelajaran<br />1. Siswa dapat menjelaskan pengertian taubat.<br />2. Siswa dapat menyebutkan dalil tentang taubat.<br />3. Siswa menyebutkan syarat-syarat taubat.<br /><br />Materi Pembelajaran<br />1. Pengertian taubat<br />Kata taubat berasal dari bahasa Arab (attaubah) yang kata kerjanya adalah (taba-yatubu) yang artinya ruju’, kembali. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan para ulama, pengertian taubat adalah:<br />a. Kembali dari kemaksyiatan kepada ketaatan atau kembali dari jalan yang jauh dari Allah.<br />b. Membersihkan hati dari segala dosa.<br />c. Meninggalkan keinginan untuk melakukan kegiatan, seperti yang pernah dilakukan karena mengagungkan nama Allah SWT. dan menjauhkan diri dari kemurkaan-Nya,<br />2. Adapun dalil-dalil tentang taubat<br />a. Dari al-Qur’an<br /> • • • • <br />Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. At-Tahrim, 66: 8).<br />b. Dalil dari hadits<br /><br />ان الله عز وجل يقبل تو بة العبد ما لم يغر غر<br />Artinya: Sesungguhnya Allah Maha Mulia dan Maha Agung akan menerima taubat seorang hamba, selama ia belum mengalami sakratul maut (nyawa sudah di tenggorokan). (HR, At-Tirmidzi).<br />3. Syarat-ayarat taubat<br />Taubat di anggap sah dan dapat menghapus dosa apabila telah memenuhi syarat yang telah di tentukan. Apabila dosa itu terhadap Allah, maka syarat taubat ada empat macam yaitu:<br />a. Menyesal terhadap perbuatan maksiat yang telah di perbuat (nadam).<br />b. Meninggalkan perbuatan maksiat itu.<br />c. Bertekad dan berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulangi lagi perbuatan maksiat itu.<br />d. Mengikutinya dengan perbuatan yang baik, karena perbuatan baik akan menghapus keburukan.<br />Namun apabila dosanya itu terhadap sesama manusia, maka syarat taubatnya selain yang empat macam tersebut maka ditambah dengan dua syarat yaitu:<br />a. Meminta maaf terhadap seseorang yang telah di zhalimi atau di rugikan.<br />b. Mengganti kerugian seimbang dengan kerugian yang di alaminya, yang diakibatkan perbuatan zhalim atau meminta kerelaannya.<br /><br />Metode Pembelajaran<br />a. Ceramah. <br />b. Diskusi. <br />c. Tanya jawab.<br /><br />Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran<br />1. Kegiatan Pendahuluan<br />a. Memberi salam dan memulai pelajaran dengan membaca basmalah<br />b. Membaca ayat-ayat al-Qur’an 5-10 menit<br />c. Menjelaskan materi berserta kompetensi dasar yang akan di capai<br /><br />2. Kegiatan Inti<br />a. Menjelaskan materi taubat yang meliputi:<br />• Pengertian taubat<br />• Dalil-dalil tentang taubat<br />• Syarat-syarat taubat<br />b. Mendiskusikan materi tentang taubat. <br /><br />3. Kegiatan Penutup<br />a. Menyimpulkan hasil diskusi tentang taubat.<br />b. Memberi Penugasan. <br />c. Siswa secara bersama-sama berdoa dan memberi salam.<br /><br />Alat/Sumber<br />1. Al-Qur’an dan terjemahannya<br />2. Buku Paket Pendidikan Agama Islam SMU Kelas XI<br />3. Buku-buku lain yang relevan dengan materi pelajaran<br /><br />Evaluasi/Penilaian<br />1. Jelaskan pengertian taubat menurut bahasa dan istilah!<br />2. Sebutkan satu dalil tentang taubat!<br />3. Sebutkan 5 (lima) syarat-syarat taubat!<br /><br />Jayapura, 23 November 2009<br /> <br />Mengetahui Guru Mata Pelajaran<br />Kepala Sekolah <br /> <br /><br />__________________ ___________________ <br />NIP. NIP.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-7838087275396562582010-01-23T05:23:00.000-08:002010-01-23T05:24:54.893-08:00Kelompok Model Pengajaran SosialModel-model pengajaran yang disajikan dalam buku ini muncul karena adanya suatu anggapan mengenai tabiat dasar manusia sebagai makhluk sosial dan cara-cara mereka belajar. Model sosial, sebagaimana namanya, menitikberatkan pada tabiat sosial kita, bagaimana kita mempelajari tingkah laku sosial, dan bagaimana interaksi sosial tersebut dapat mempertinggi hasil capaian pembelajaran akademik. Hampir semua penggagas teori model sosial percaya bahwa peran utama pendidikan adalah untuk mempersiapkan warga negara yang akan mengembangkan tingkah laku yang demokratis yang terpadu, baik dalam tataran pribadi maupun sosial serta meningkatkan tarap kehidupan yang berbasis demokrasi sosial yang produktif.<br />Mereka juga percaya bahwa sebuah usaha yang dilakukan bersama pada dasarnya dapat meningkatkan kualitas kehidupan, mendatangkan kebahagiaan dan semangat serta supel dan mencegah adanya konplik sosial yang dekonstruktif. Selain itu, usaha yang dilakukan bersama-sama tidak hanya mendorong peningkatan aspek sosial, namun juga mendongkrak aspek intelektual. Oleh karena itu, beberapa tugas akademik yang dikerjakan dengan mengandalkan interaksi sosial bisa disiasati sedemikian rupa untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Hanya dengan meningkatkan satu formula ini, perkembangan tingkah laku sosial yang produktif, skill akademik, serta pengetahuan akan sama-sama dicapai.<br />Para penggagas teori sosial telah mengembangkan beberapa model dengan potensi yang cukup menjanjikan untuk repertoar pembelajaran, khususnya untuk membentuk lingkungan sosial secara keseluruhan. Mereka lebih mendabakan sekolah sebagai sebuah lingkungan masyarakat kecil yang produktif dibanding sekumpulan individu yang hanya belajar sendiri-sendiri. Dalam budaya sekolah yang kooperatif, siswa dapat diajarkan untuk menggunakan model-model pengajaran dan pembelajaran lain untuk memperoleh pegetahuan dan skill dari beberapa model yang di kembangkan tersebut.<br />Para penggagas teori sosial tidak hanya membuat dasar pemikiran model-model yang telah mereka rancang, tetapi juga telah mengemukakan beberapa pertanyaan serius terkait dengan pola yang biasanya dipakai dalam beberapa sekolah pada umumnya. Dalam beberapa sekolah, umumnya proses pembelajaran diatur oleh masing-masing guru. Intraksi guru dan siswa hanya terbatas pada model pembacaan atau hafalan—guru akan menanyakan apa saja yang telah dipelajari, meminta salah seorang siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian membenarkan atau memperbaiki respons siswa (Sirotnik, 1983). Pola-pola evaluasi yang demikian menjadikan kelas sebagai ruang konpetisi antar satu siswa dengan siswa yang lainnya. Beberapa penggagas teori sosial berpandangan bahwa pola-pola pendidikan individualistik, digambungkan dengan hafalan yang dikuasai seorang guru, sebenarnya merupakan suatu hal yang kontraproduktif, dalam tataran individu maupun sosial. Hal ini di sebabkan model yang demikian hanya menekan angka pembelajaran, menciptakan sebuah interaksi yang tidak alamiah, bahkan menjelma menjadi sebuah iklim yang antisosial, serta simbol kegagalan dalam upaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan melatih kemampuannya untuk bekerjasama. Bagaimanapun, manusia pada dasarnya suka bekerja sama, berdebat, berdiskusi, dan selalu berupaya menyaingi kompetensi yang dimiliki lawan debat atau diskusinya (Lih. Johnsosn dan Johnson, 1990. Sharan, 1990, Thelen, 1960).<br />Gagasan untuk bekerja sama dalam mempelajari hal-hal yang sifatnya akademis dan beberapa upaya untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga Negara yang baik serta membentuk sebuah kehidupan sosial yang memuaskan senjatanya adalah ide yang telah lama muncul. Hal ini misalnya, terlihat dari beberapa tulisan Aristoteles, Plato, dan Arcus Aurelius serta beberapa pendidik kristiani, semisal Thomas Aquinas pada abad pertengahan, dan Johan Amos Comenius pada masa Renaisance. Munculnya negara modern komersial kemudian menuai beberapa tanggapan dalam tulisan-tulisan Jeans-Jacques Rosseau di Prancis, John Lock di Inggris, dan Thomas Jefferson serta Benjamin Franklin di Amerika. Selama masa perkembangan sekolah-sekolah umum di Amerika, Horance Mann dan Henry Barnard sangat menganjurkan adanya sebuah sekolah yang berbasiskan praktik aktif-kooperatif.<br />Konsep ini secara jelas dan rinci diperkenalkan oleh John Dewey selama pertengahan pertama abad XX. Gagasan awalnya tersebut kemudian menjadi alasan utama kemunculan beberapa tanggapan dalam masa perkembangan beberapa model pembelajaran di sekolah serta dalam aktivitas Progressive Education Association. Gagasan Dewey tersebut kemudian membuka gerbang masa baru yang ditandai dengan penelitian dan pengembangan model model pembelajaran sosial.<br />Kita akan melihat beberapa tema yang dikembangkan selama evolusi kewarganegaraan Barat dalam beberapa bab selajutnya. Satu diantaranya dikemukakan oleh David dan Roger Johnson dari University of Minnesota. Model kedua dipaparkan oleh Robert Salvin dari Johns Hopkins University, sedangkan model yang ketiga berasal dari Israil, yang merupakan gabungan dari rumusan-rumusan Sahlomo Sharan, Rachel Hertz Lazarowitz, dan beberapa guru serta peneliti lain. Ada beberapa perbedaan diantara rujukan mereka, namun mereka sangat respek dan saling bekerja sama satu sama lain, bahkan kerja sama tersebut kini sudah merambah hingga tahap internasional. Pada perkembangan selanjutnya, penemu teori sosial banyak diikuti oleh beberapa peneliti Erofa. Beberapa bagian tertentu dari penelitian mereka digunakan dan dikembangkan oleh para kolaborator dari Asia. Pada Bab 12, kita akan memulai pembahasan mengenai beberapa prosedur dalam proses pengembangan kemitraan kemudian memprosesnya menjadi sebuah model investigasi kelompok versi kontemporer.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Mitra-Mitra Dalam Pembelajaran<br />Dari Berpasangan Menuju Investigasi Kelompok<br /><br />SEKENARIO<br />Saat siswa kelas lima bimbingan Kelly Farmer memasuki kelas di Sekolah Dasar Savanah pada hari pertama mereka sekolah, mereka mendapatkan daftar nama anggota kelas di tiap-tiap meja. Kelly tersenyum dan mengatakan, “Mari kita mulai dengan perkenalan, lalu dilanjutkan dengan dengan membahas salah satu cara kerja yang akan kita terapkan dalam satu tahun kedepan. Kalian sudah lihat bahawa saya telah menyusun meja berpasangan, dan orang yang duduk disamping kalian akan menjadi partner dalam aktivitas hari ini. Saya ingin masing-masing kelompok mengambil daftar nama anggota kelas dan mengelompokkan nama-nama pertama menurut ejaannya masing-masing. Lalu, kita akan membahas pengelompokan atau kategori yang dibuat masing-masing kelompok. Langkah ini akan membantu kita mempelajari nama-nama itu. Cara ini juga akan memperkenalkan salah satu cara belajar, seperti mengeja dan beberapa pelajaran lain tahun ini. Saya mendengar dari Nona Anis bahwa kalian sudah bekerja secara induktif pada tahun lalu, jadi pada saat ini, kalian sudah mengetahui beberapa cara dan langkah-langkah mengklasifikasi, namun saya ingin tau, apakah kalian punya masalah dengan materi tersebut”.<br />Para siswa mengerti apa yang harus dilakukan, dan dalam waktu sekejap saja, mereka telah siap untuk membagi klasifikasi yang telah dibuat masing-masing kelompok. “Saya memasangkan Nancy dan Sakky karena nama mereka sama-sama berakhiran ‘y”, saya memasangkan George dan Jerry karena awal kedua namanya terdengar sama, meski diejanya berbeda. Dan saya memborengkan tiga anak yang bernama Kevin”. Tidak lama kemudian, masing-masing kelompok saling berbisik seolah-olah mereka tengah saling membantu dalam belajar mengeja beberapa nama.<br />Kelly telah memulai awal tahun depan mengatur para siswanya menjadi ”kelompok kooperatif” atau apa yang kami sebut sebagai pengelolaan siswa dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Kelly melatih mereka untuk bekerja sama dalam kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang, atau juga bisa di rangkai menjadi empat, lima, atau bahkan enam (tugas atau kerja kelompok yang lebih banyak dari biasanya secara umum memiliki aktivitas dan produktivitas yang lebih rendah). Pengelompokan akan diubah dalam tiap-tiap aktivitas yang berbeda. Para siswa akan mempelajari bagaimana menerima teman satu kelasnya sebagai anggota kelompok dan belajar bekerjasama untuk untuk menyakinkan bahwa setiap orang berhasil mencapai sasaran tiap-tiap kegiatan.<br />Kelly mengawali pengajaran dengan pengelompokan secara berpasangan karena cara ini merupakan penglolaan model pengajaran sosial yang paling sederhana. Sebenarnya, latihan-latihan awal dalam aktivitas kooperatif seringkali dilaksanakan dalam bentuk kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang karena interaksi dengan yang lebih sedikit lebih sederhana dibanding dengan kelompok yang meiliki banyak anggota. Oleh karena alasan yang sama, Kelly juga menggunakan tugas-tugas kognitif yang banyak familier untuk latihan awal—yang memudahkan siswa untuk belajar bekerjasama saat mereka tengah tidak bisa menguasai aktivitas yang kompleks pada waktu yang sama. Misalnya saja, dia akan meminta saya mengubah anggota kelompok dan membuat kuis mengenai pengetahuan-pengetahuan ringan, misalnya mengenai nagara dan pajak, dan masing-masing anggota kelompok akan saling mengajari satu sama lain. Dia akan mengubah anggota kelompok dan membuat kelompok baru lalu meminta mereka mengelompokkan serangkaian fraksi berdasarkan ukuran. Masing-masing siswa akan belajar bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas yang berbeda-beda. Lalu, dia akan mengajarkan bagaimana siswa-siswa merespons, tugas-tugas kognitif dari model-model pengajaran memproses informasi yang lebih konpleks, seperti hanya rangkaian tugas model kognitif yang cukup rumit. Pada akhir oktober, dia berharap siswa-siswinya memiliki skill yang cukup sehingga dia bisa memperkenalkan model investigasi kelompok. <br />Kedua guru dalam skenario diatas telah mengawali tugas membangun komunitas-komunitas pembelajaran. Keduanya akan mengajari siswa bekerjasama secara positif, suatu hal yang sangat baik untuk pembelajaran. Siswa akan bekerja bersama-sama menyerap informasi, membuat dan menguji hipotesis, dan saling melatih untuk mengembangkan skill. Perbedaan kedewasaan antar beberapa anggota kelas akan berpengaruh pada tingkat kecanggihan penelitian mereka meskipun proses dasar yang akan selalu tetaplah sama.<br />Masing-masing guru ini akan memiliki strategi yang berbeda-beda untuk mengajari siwa-siswanya bekerjasama secara produktif. Mereka sama-sama berpedoman pada beberapa buku berikut; Circle of Learning (Johnson dan Johnson, 1994), Cooperative Learning in the Classroom (Johnson dan Johson, and Holobec, 1994), serta Cooperative Learning Resources for Teachers (Kagan, 1990). Masing-masing sama-sama mengajari siswa, mempelajari bagaimana mereka bisa bekerjasama secara epektif, serta merencakan rancangan aktivitas selanjutnya untuk mengajari siswa bekerjasama secara lebih epektif.<br /><br />Tujuan-Tujuan dan Asumsi-Asumsi<br />Asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah sebagai berikut:<br />1. Sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan komptitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada kelompok yang di bentuk secara berpasangan. Perasaan-perasaan saling berhubungan (feelings connectedness) menghasilkan energi yang positif.<br />2. Anggota-anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain. Setiap pembelajar akan memiliki bantuan yang lebih banyak dari pada dalam sebuah struktur pembelajaran yang menimbulkan pengucilan antarsatu siswa dengan siswa lainnya.<br />3. Intraksi antar anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.<br />4. Kerja sama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain, menghilangkan pengasingan dan penyendirian, membangun sebuah hubungan, dan memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain.<br />5. Kerja sama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui pembelajaran yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah lingkungan.<br />6. Siswa yang mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerjasama dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerjasama secara produktif. Dengan kata lain, semakin banyak siswa mendapat kesempatan untuk bekerja sama, maka mereka akan semakin mahir bekerjasama, dan hal ini akan sangat berguna bagi skill sosial mereka secara umum.<br />7. Siswa, termasuk juga anak-anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama.<br />Dalam tiga puluh tahun terakhir, banyak penelitian yang muncul membahas model pembelajaran kooperatif. Prosedur penelitian yang lebih rumit yang saat ini ada memudahkan pengujian yang lebih baik terhadap asumsi mereka dan perkiraan yang lebih tepat mengenai pengaruhnya terhadap tingkah laku akademik, individu, maupun sosial. Bekerja dengan sebuah kelompok yang terdiri dari tiga peneliti memiliki daya dan manfaat tersendiri. Salah satunya di kemukan oleh Roger Johnson dari University of Minnesota (Johnson dan Johnson, 1974, 1981, 1990). Robert Salvin (1983,1990) dari John Hopkins University dan Shamo Sharan dari University of Tel Aviv sedikit berbeda, baik tim Johnson dan Salvin membuat satu rangkaian investigasi yang secara langsung menguji asumsi mengenai model pengajaran sosial keluarga. Secara khusus, mereka telah meneliti, apakah tugas kerja sama dan struktur penghargaan dapat mempengaruhi hasil pembelajaran secara positif ataukah tidak. Selain itu, mereka juga telah merekomendasikan ditingkatkannya kesatuan kelompok, tingkah laku bekerja sama, dan relasi antar kelompok melalui prosedur pembelajaran yang kooperatif. Dalam beberapa investigasinya, mereka menguji pengaruh tugas kelompok dan struktur penghargaan dalam tugas pembelajaran yang “tradisional”, dimana siswa diwajibkan menguasai beberapa macam materi.<br />Hal yang penting untuk dipertanyakan adalah apakah kelompok kerja sama benar-benar meningkatkan energi yang kemudian menghasilkan peningkatan hasil pembelajaran. Bukti tersebut sudah jelas. Dalam ruang kelas yang teroganisir dengan bak, siswa mengerjakan tugas dalam sebuah kelompok yang lebih besar, saling mengajari, saling menghargai, maka akan ada sebuah penguasaan yang lebih baik terhadap satu subjek pembelajaran dibanding pola pembacaan dan pembelajaran tunggal (yang dilakukan sendiri). Selain itu, rasa memiliki terhadap tanggung jawab dan intraksi yang intens antar sesama anggota kelompok menghasilkan lebih banyak perasaan positif terhadap masalah tugas , meningkatkan hubungan antar kelompok, dan yang lebih penting adalah menghasilkan sebuah imege diri yang lebih baik dalam diri siswa yang memiliki prestasi kurang baik. Dengan kata lain, secara umum, hasil tersebut menegaskan kebenaran asumsi berdasarkan penggunaan metode pembelajaran yang kooperatif. (Lih. Sharan, 1990).<br />Sharan dan beberapa koleganya telah mempelajari investigasi kelompok. Mereka telah meneliti banyak hal mengenai beberapa cara untuk membuat dinamika model kerja serta pengaruhnya dalam prilaku kerja sama, hubungan antar kelompok, dan sebuah prestasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Kita akan mendiskusikan penelitian yang mereka lakukan seperti beberapa diskusi mengenai investigasi kelompok dalam bab ini.<br /> Manfaat yang menarik dalam prosedur kerjasama adalah campuran dengan mode-model sosial lain, sebagai upaya untuk mengkombinasikan efek dari beberpa model. Misalkan saja, Baveja, Shower, dan Joyce (1985) yang melakukan sebuah penelitian mengenai capaian konsep dan prosedur induktif yang di hasilkan dalam kelompok. Efek tersebut memenuhi apa yang dijanjikann gabungan antara langkah memperoses informasi dengan tujuan model sosial, mencerminkan keuntungan dua kali lebih banyak dibanding kelompok yang menerima pengajaran individu dan kelompok bimbingan yang membahas satu materi yang sama.<br />Hal yang sama juga terjadi pada Joyce, Murphy, Showers, dan Murphy (1989) yang mengombinasikan pembelajaran bersama dengan beberapa metode pengajaran lain untuk mendapatkan peningkatan prestasi akademik yang dramatis (30 hingga 95 persen). Angka tersebut merupakan peningkatan dengan pertimbangan kemungkinan adanya siswa yang mengalami tingkat penurunan yang sama luasnya sebab aktivitas belajar yang konduksif, misalnya. Kemungkinan terburuk ini merupakan sebuah timbal balik yang jelas antara peningkatan skala kerja sama dengan meningkatnya prilaku yang integratif. Penerapan dari model belajar induktif kata bergambar (PWIM; Picture-Word Inductive Model) pada Bab 22, dengan efek yang cukup penting bagi aspek mlek huruf, digabungkan dengan sebuah atmosfir yang juga konduksif dan strategi pembelajaran kerja sama dengan strategi tertentu.<br />Guru-guru yang memiliki inovasi model pembelajaran kooperatif memahami bahwa sebuah langkah dan cara yang tepat dalam mengatur siswa untuk berpasangan ataupun berkelompok, misalnya terdiri dari tiga orang, merupakan hal yang mudah. Mereka juga memahami bahwa gabungan support sosial dan meningkatnya kemampuan kognitif yang disebabkan intraksi sosial, kendati sering diremehkan dapat memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat, baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun aspek skills. Selain itu, pengelompokan dalam proses pembelajaran memberikan seorang (atau beberapa orang) pendamping belajar yang menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial serta berempati terhadap orang lain. Tiadanya tugas berkelompok dan beberapa tindakan lain yang merugikan akan sangat megurangi subtansi efektivitas belajar siswa. Siswa merasa nyaman dalam model belajar pengelompokan, sebab mereka dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain.<br />Ciri menarik lain dari strategi pengelompokan ini adalah posisinya yang memihak pada siswa dengan prestasi akademik rendah. Golongan ini bisa memanfaatkan strategi pengelompokan secara langsung. Pengelompokan meningkatkan rasa keterlibatan. Fokus untuk bekerjasama juga merupakan suatu hal yang dapat menghilangkan sifat yang cepat menyerah dan meningkatkan tanggung jawab belajar pribadi. Dengan konsisten dan bertahap, sistem ini akan membuat semua siswa, dalam hal ini anggota kelompok, untuk memiliki sifat rendah hati. Kapasitas efek dari pembelajaran sosial dan penghargaan terhadap diri siswa bisa terlihat jelas jika dibandingkan dengan organisasi ruang kelas yang tidak menerapkan sistem pengelompokan. (Joyce, Calhoun, Jutras, dan Newlove, 2006; Joyce,Hrycauk, Calhoun, dan Hrycauk, 2006).<br />Namun anehnya, kita terkadang menjumpai guru atau orang tua tertentu yang percaya bahwa siswa yang meraih sukses—karena kemampuannya sendiri tanpa bekerjasama dengan orang lain—tidak akan mendapat manfaat dari sistem kerja sama antarsiswa. Kadang-kadang, kepercayaan ini tercermin dalam ungkapan “siswa yang berbakat lebih baik bekerja sendiri”. Bukti rill dari lapangan berseberangan dengan kepercayaan tersebut. (Salvin, 1991, Joyce, 1991a). Mungkin saja, kesalahpahaman dalam konsep hubungan antara teknik pembelajaran sendiri dan kelompok dibebaskan adanya kepercayaan mengenai ketekunan. Mengembangkan sistem pengelompokan tidak berarti bahwa usaha individu tidak dibutuhkan. Dalam cerita kelas Ibu Hiltepper, semua person dalam kelas membaca puisi. Saat mengelompokkan beberapa puisi tersebut, masing-masing person menyumbangkan gagasan dan idenya serta mempelajari gagasan temannya yang lain. Masing-masing siswa tidaklah diremehkan, namun hanya didorong untuk mampu bekerjasama dengan teman sekelasnya. Siswa yang sukses tidak berarti siswa yang kurang mampu bekerjasama. Dalam lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai diri individual (tanpa kerja sama dengan orang lain), siswa kerap kali mendengar hinaan dan kata-kata yang tidak menyenangkan tentang siswa yang kurang sukses dan gagal menjadi siswa dan manusia yang baik, baik lingkungan sekolah dan pada masa yang akan datang.<br /><br />Meningkatkan Efisiensi Pengelompokan: Latihan Bekerjasama<br />Sebab ketidakjelasan dalam memahami pola kerja sama, membuat beberapa orang tertentu kadang memiliki reaksi awal yang tidak menyenangkan saat ditanyakan mengenai pengelompokan siswa dalam kelas. Mereka umumnya berfikir bahwa pola ini tidak akan mendorong siswa untuk belajar dan bekerjasama secara produktif. Padahal senyatanya, pengelompokan dalam melaksanakan tugas-tugas sederhana tidaklah terlalu bergantung pada skill sosial. Hampir semua siswa memiliki kemampuan dalam bekerja kelompok jika mereka mengetahui bagaimana perintah tugas yang mereka dapatkan secara detail.<br />Bagaimana mengembangkan cara yang lebih efektif dalam kerja sama jelas sangat penting. Ada beberapa panduan untuk membantu siswa agar mampu menciptakan iklim pengelompokan yang lebih efesien dan lebih peraktis. Bimbingan dan langkah-langkah tersebut terkait erat dengan jumlah siswa dalam masing-masing kelompok, kompleksitas, dan praktik.<br />Ilustrasi awal kami adalah pengelompokan sederhana, dengan dua siswa dalam suatu kelompok yang ditugaskan menyelesaikan sebuah tugas kognitif. Alasan pemilihan dua orang siswa dalam sebuah kelompok ini karena teknik tersebut merupakan cara paling sederhana dalam organisasi sosial. Salah satu cara untuk merangsang kemampuan siswa untuk bekerja sama adalah menyediakan sebuah wadah dalam aturan sederhana, dimana satu kelompok terdiri dari dua atau tiga orang. Pada intinya, guru memberi aturan kompleksitas melalui tugas yang di berikan dan jumlah anggota yang ditentukan dalam tiap-tiap kelompok. Jika para siswa belum biasa bekerja sama, ada baiknya guru menggunakan kelompok terkecil dengan tugas sederhana, agar para siswa memiliki pengalaman awal yang dibutuhkan untuk menjalani pengelompokan dengan jumlah yang lebih besar pada masa selanjutnya. Sebuah kelompok yang disuguhi tugas dan memiliki lebih dari enam anggota akan menjadikan para kagok. Banyaknya anggota kelompok ini juga akan membutuhkan skill kepemimpinan, yang tidak dapat di miliki kecuali dengan pengalaman atau latihan. Pengelompokan yang paling umum di gunakan adalah pengelompokan yang terdiri dari dua, tiga, atau empat anggota. Praktik semacam ini dapat meningkatkan efisiensi. Jika kita mulai pembelajaran dengan format berpasangan dan memperaktikkannya dalam beberapa minggu saja, kita akan menjumpai produktivitas siswa-siswa kita meningkat.<br /><br />Latihan untuk Efisiensi<br />Ada juga metode untuk melatih siswa agar bisa bekerja sama dengan lebih efesien dan memiliki rasa “saling ketergantungan yang positif” (lih. Kagan, 1990; Johson dan Johnson, 1999). Isyarat sederhana, misalnya mengangkat tangan dapat di gunakan untuk menarik perhatian dari sebuah kelompok yang tengah sibuk. Suatu prosedur yang biasanya digunakan adalah menekankan bahwa ketika seseorang instruktur mengangkat tangannya, seseorang yang ditunjuk untuk mengangkat tangannya pula, dan ini berarti semua prosedur intruksi kelompok telah dijalankan. Prosedur semacam ini bagus dan menarik karena mengajarkan siswa untuk tidak berteriak ditengah keributan kelompok yang tengah sibuk dan mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses manajemen.<br />Kagan (1990) telah mengembangkan beberapa prosedur dalam mengajari siswa bekerjasama demi satu tujuan dan dan untuk memastikan bahwa semua siswa sama-sama berpartisipasi aktif dalam tugas kelompok. Misalnya adalah apa yang disebut “nomor kepala (nomored heads)”. Katakan misalnya, guru telah membagi kelas menjadi kelompok yang masing-masing terdiri tiga orang. Masing-masing anggota dalam satu kelompok memiliki angka dari satu hingga tiga. Dan tugasnya adalah, “Ada beberapa metapora yang Anda dapatkan dalam satu halaman dalam prosa ini? Semua anggota bertanggung jawab dan harus menguasai tugas. Setelah melewati sebuah interval yang cocok, instruktur memanggil satu nomor—misalnya, “nomor dua”. Satu orang dari masing-masing kelompok mengangkat tangannya. Mereka harus menjadi juru bicara kelompok. Yang lain harus mendengar dan memperhatikan jawaban dari siswa yang tengah memperesentasikan hasil diskusi kelompoknya. Misalnya, jika responnya “tujuh”, siswa lain bertanggung jawab menguji respons tersebut dan mencocokkannya dengan hasil kerja kelompoknya. Ada berapa kelompok yang setuju? Lalu ada berapa yang tidak? Prosedurnya kemudian diatur sedemikian rupa untuk memastikan bahwa beberapa persen tidak menjadi “pembelajar” dan “juru bicara” untuk kelompok mereka masing-masing, sedang yang lain diperintahkan untuk menumpang saja.<br />Juga, untuk beberapa tugas lain diperintahkan yang cocok, guru bisa memberikan pretest. Contohnya adalah ketika mempelajari sebuah kata untuk dieja. Setelah pretest, guru memberikan beberapa tugas yang dapat membantu siswa mempelajari kata-kata. Lalu, sebuah interval bisa disediakan untuk para siswa agar dapat saling mempelajari. Proses ini kemudian diakhiri dengan sebuah pretest. Masing-masing kelompok kemudian akan menghitung skor yang didapatkan, (nomor soal yang benar dalam posttest dikurangi nomor soal yang benar dalam pretest), serta memberi bagian pada masing-masing anggota untuk dipelajari. Disamping menerapkan pembelajaran bersama-sama, prosedur tersebut dapat menjelaskan bahwa pembelajaran yang dianggap telah dicapai merupakan tujuan beberapa latihan yang dilakukan. Jika hanya menggunakan posttest, tidak akan jelas mana siswa yang benar-benar belajar-, yakni siswa yang memperoleh nilai yang tidak lebih tinggi dari nilai yang mereka dapatkan dalam pretest.<br /> Satu rangkaian tugas latihan dapat membantu siswa belajar berpasangan dengan lebih efektif, untuk meningkatkan bagiannya satu sama lain, dan bekerja dengan tekun untuk belajar bersama-sama.<br /><br />Latihan untuk Interdependensi (Saling Bergantung Satu Sama Lain)<br />Selain praktik dan latihan untuk memiliki prilaku kerja sama yang lebih efisien, beberapa prosedur untuk membantu siswa memiliki rasa ketergantungan satu sama lain sangatlah dibutuhkan. Kompleksitas (kerumitan) yang paling sederhana sekalipun melibatkan refleksi dalam proses kelompok serta diskusi mengenai cara bekerja sama yang paling efektif. Kompleksitas yang sedikit lebih rumit akan melibatkan kelengkapan tugas yang membutuhkan prilaku saling ketergantungan. Misalkan saja dalam ‘kartu permainan’. Keberhasilan dalam permainan ini bergantung pada ‘diserahkannya kartu yang sangat berharga kepada pemain lain. Contoh lain adalah permainan komunikasi, yang untuk memperoleh kemenangan, seorang pemain harus mengambil posisi pemain lain. Permainan yang biasa dilakukan, seperti Charades dan Pictionary memang populer di semua kalangan, karena permainan ini bisa meningkatkan kohesi (kesatuan) dan kemampuan untuk memosisikan diri pada posisi orang lain. Ada juga prosedur untuk memutar tugas sehingga masing-masing orang dapat beralih dari posisi nomor dua menjadi satu dan masing-masing anggota kelompok bisa menjadi kordinator.<br />Johnson dan Johnson (1999) telah memaparkan bahwa rangkaian tugas ini dapat meningkatkan rasa saling ketergantungan, empati, dan peran pengalihan kemampuan. Selain itu, rangkaian tugas ini juga membuat siswa memiliki keahlian dalam menganalisis dinamika kelompok dan belajar menciptakan iklim kerja sama kelompok yang memuat hubungan saling mengantungkan antar masing-masing siswa dan adanya tanggung jawab kolektif. Peran model permainan ini dalam pelajaran akan didiskusikan pada bab selanjutnya. Peran-peran ini akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengembangkan siswa menganalisis nilai-nilai kerja sama dan bekerjasama untuk mengembangkan rujukan kerangka interaktif.<br /><br />Pembagian Kerja: Spekulasi<br />Salah satu ragam prosedur yang telah dikembangkan untuk membantu siswa mempelajari cara saling membantu adalah teknik pembagian tugas. Pada intinya, tugas yang diberikan dalam beberapa kesempatan dapat meningkatkan efesiensi pembagian kerja. Alasan yang paling mendasar adalah karena pembagian kerja dapat meningkatkan kesatuan kelompok sebagai sebuah tim kerja untuk menyerap dan mempelajari informasi dan skill sembari memastikan bahwa masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk belajar dan menyadari betul peran penting yang ada dalam sistem pengelompokan. Bayangkan misalnya, sebuah kelas tengah mempelajari geografi bagian Afrika. Kelas dibagi menjadi empat bagian. Masing-masing kelompok mempelajari satu negara khusus . Satu anggota dari masing-masing tim menjadi perwakilan kelompok sebagai “ahli negara”. Ahli negara dari masing-masing kelompok tersebut akan berkumpul dengan ahli negara dari kelompok lain dan mempelajari negara yang menjadi bagian pembahasan masing-masingkelompok serta menjadi tutor untuk kelompok mereka sendiri. Ahli negara ini juga bertanggung jawab dalam tugas menyimpulkan informasi dan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya pada ahli negara lain. Atau dengan cara yang hampir sama, yakni ketika siswa disuguhi tugas yang mengharuskan hafalan, masing-masing kelompok akan membagi tanggung jawab untuk membuat beberapa bagian informasi yang harus dipelajari.<br />Sebuah prosedur yang dikenal dengan nama jigsaw (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, dan Snapp 1978; Salvin, 1983) telah digunakan untuk mengembangkan organisasi formal dalam pembagian kerja. Hal ini sangatlah teratur dan cocok sebagai sebuah perkenalan pada proses pembagian kerja. Meskipun organisasi kelas yang menempatkan siswa secara individual memberikan ruang bagi individu untuk melatih skill yang telah dikembangkan, prosedur pembagian kerja mengharuskan siswa untuk mengalirkan peran, sembari mengembangkan skill mereka dalam semua bidang.<br /><br />Struktur Tujuan yang Kooperatif dan Konpetitif<br />Beberapa pengembang teori pendidikan telah membentuk sebuah tim untuk bertanding satu sama lain dalam menitikberatkan tujuan kooperatif dan meminimalisir kompetisi tim. Johnson dan Johnson (1990) telah menganalisis penelitian dan mengatakan bahwa bukti yang ada mendukung struktur tujuan kerjasama, namun Salvin (1983) berargumen bahwa kompetisi antarkelompok dapat menguntungkan pembelajaran. Pertanyaan dasarnya adalah apakah siswa diorientasikan untuk berkompetisi satu sama lain atau berkompetisi dengan sebuah tujuan. Baru-baru ini, beberapa kolega kami telah mengatur kelas untuk bekerjasama dalam menghasilkan satu tujuan.<br />Misalkan saja, departemen ilmu pengetahuan dalam sebuah SMU memulai pelajaran kimia dengan mengatur kurikulum agar para siswa menguasai ciri-ciri utama dari Tabel Elemen. Dalam sebuah tim, mereka membuat beberapa hal yang dapat merangsang ingatan dan bisa digunakan oleh semua anggota tim. Dalam dua minggu saja, semua siswa mengetahui dan menguasai semua bagian tebel secara keseluruhan. Dalam sebuah kelompok yang beranggotakan siswa kelas lima, ekplorasi pembelajaran sosial dimulai dengan menghafalkan beberapa negara, kota besar, sungai, gunung, dan informasi dasar lain mengenai geografi Amerika Serikat. Skor kelas kemudian dihitung (misalkan saja, 30 siswa mencatat 50 negara, sehingga ada 1.500 negara). Tujuannya adalah mencapai skor yang memadai. Kelas tersebut mencapai skor sekitar 1.450 dalam satu pekan. Skor yang sangat jauh berbeda dengan hasil yang menggunkan sistem individu.<br /><br />Motivasi: Dari Luar Atau dari Dalam<br />Isu mengenai seberapa besar hal yang harus ditekankan dalam tujuan kelompok dan individu berkait erat dengan konsep motivasi. Sharan (1990) mengatakan bahwa pembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat meningkatkan sebagian proses pembelajaran, sebab pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal. Dengan kata lain, ketika siswa bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut. Siswa tidak lagi mengharap penghargaan dari pihak luar. Oleh karena itu, siswa akan secara aktif ikut serta dalam pembelajaran demi kepuasan pribadi yang dikejarnya. Ia hanya memiliki sedikit ketergantungan pada pujian dari guru atau pihak lain. Motivasi internal akan menghasilkan peningkatan rating pembelajaran dan ingatan yang kuat terhadap informasi dan keterampilan.<br />Kerangka referensi komunitas pembelajaran kooperatif adalah sebuah hal yang bertentangan dengan perinsip yang dipercaya beberapa sekolah dalam membimbing terlaksananya ujian dan pemberian imbalan atau nilai plus bagi prestasi siswa. Tidak diragukan lagi, salah satu tujuan besar pendidikan secara umum adalah untuk meningkatkan pembelajaran demi memperoleh kepuasan. Jika sebagian prosedur-pembelajaran dengan sistem berkelompok (antar satu sama lain) berhasil karena prosedur-prosedur tersebut berperan dalam mensukseskan tujuan maka aktivitas menguji dan memuji struktur yang berlaku dalam sebagian besar lingkungan sekolah bisa menjadi faktor yang memperlambat proses pembelajaran. Saat kita membahas investigasi kelompok sebuah model hebat yang dapat mengubah lingkungan secara radikal –perhatikanlah betapa berbedanya tugas struktur kooperatif serta prinsip-perinsip motivasi kita amati dalam beberapa sekolah modern.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SUMBER RUJUKAN<br /><br />Bruce Joyce, et. al., Models of Teaching, Buston New YUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-37148046072069389792010-01-23T05:20:00.000-08:002010-01-23T05:22:51.416-08:00The Social Family of ModelsThe models of teaching described in this book come from beliefs about the nature of human beings and how they learn. The social models, as the name implies, emphasize our social nature, how we learn social behavior, and how social intraction can enhance academic learning. Nearly all inventors of social models believe that a central role of education is to prepare citizens to generate integrative democratic behabior, both to enhance personal and social life and to ensure a productive democratic social order. The believe that cooperative enterprise inherently enhances our quality of live, bringing joy and sense of verve and bonhomie to us and reducing alienation and unproductive social complic . In addition, cooperative behavior is stimulating not only socially but also intellectually. Thus, tasks requiring social interaction can be designed to enhance academic learning. The development of productive social behavior and academic skills and knowledge are combined.<br />The social theorists have develoved many models with great potential four are techcing repertoires and four the design of entire school environments as well; the evesion the school as a productive little society, rather than a collection of individuals acquiring education independently. In a cooperative school culture, students can be taught to use other models of teaching and learning to aquire the knowledge and skills for which those models are develoved.<br />Many social theorists have not only built rationales for their models, but have raised serious question about the current dominant patterns of schooling. In many schools the majority of learning tasks are structured by teachers for individuals. Most intraction_the teacher directs question about what has been studied, calls on an individual who respondens, and then affirms the respone or corrects it (Sirotnik, 1893). Patterns of evaluation pit student against students. Many developers of the social models believe that individualistic patterns of schooling, combined with teacher–dominated recitation, are actually counterproductive for individuals and society by depressing learning rates, creating an unnatural and even antisocial climate, and failing to provide opportunities for young people to maxmimeze their potential and others by exercising their capacity for cooperation. People are inherently coopereative, they argue, and depressing cooperation drivers children from each other and deprives them of an infortant dimension of their competenci (see Johnson and Johnson, 1990; Sharan, 1990; Thelen, 1960).<br />The ideas of cooperating to learn academic conten and of preparing students for citizenship and a satisfying social life are very old. They can be found in the writing of Aristotle, Plato, and Marcus Aurelius, as well as in those of Chistian educator such as Thomas Aquinas, in the medieval priod, and John Amos Comenius in the Renaissance. The rise of the modern commercial democratic states found expression in the writing of Jean-Jacques Rousseau in France, John Loke in England, and Thomas Jefferson snd Bejamin Franklin in America. During the priod of the development of the common school in America, Horace Mann and Henry Barnard Argued strongly for an active cooperative school.<br />The concept was announced forcefully by John Dewey thoughout the first half of the twentieth century. With his ideas as the the primary rationale, it found expression in the development of a number of models for schooling and in the activity of the Progressive Education Association, ushering in the current era of research and development of social models of education.<br />We will see themes generated during the evolution of Western civilization in the following chapters as we study the work of the contemporary developers of social models. There active communities are strongly working to improve the social models. One is led by David and Roger Johnson at the University of Minnesota. The second is led by Robert Salvin at Johns Hopkins University. The thirh, in Israil, includes Shlomo Sharan, Rachel Hertz Lazarowitz, and several other techer-researchers. There are differences in their frames of reference, but they are respectful and and cooperative with one another and are appropriately international. Increasingly they are joined by European researchers, and elements of their work are being used and extended by collaborators in Asia.<br />In Chapter 12 we begin with procedures four developing partnership in learning and proceed to the contemporary versions of the classic group investigation models. In Chapter 13 we focus on values and social problem solving. Socials in quiry and role playing can be used with students of all ages, and the jurisprudential inguiry model emphasizes social policies and issues for older students.<br /><br />Partner in Learning<br />From Dyads Group Investigation<br />Scenario<br />As the children enter Kelly Farmers fifth grade classroom in Savanah Elementary on the first day of school, they find the class roster on each desk. She smiles at them and says, “Let’s start by learning all our nemes and one of the ways we will be working together this year. You’ll notice I’ve arranged the desks in pairs, and the people sitting together will be partnership to take our class list and classify the first partnership makes. Tis will help us learn one another’s names. It is also to introduce you to one of the ways we will study spelling and several other subjects this this year. I know how to classify, but let me know you heve any problems.”<br />The student do know what to do, and within a few minutes they are ready to share their classification. “We put Nancy and Sally together because they end in’y.” “We put George and Jorry together because they scound the same at the beginning even though they,re spelled differently.” “We put the there ‘Kevin’s together.” A few minuts later the pair are murmuring together as they help one another learn to spell the names.<br />Kelly has we mean started the yar by organization for cooperative learning. She will teach them to work in dyads and triads, which can combine into grouf of four, five, or six. (Task or work groufs larger than that generally have much lower productivitiy). The partnership will change for varios activities. The student will learn to accep any members of the class as their partners and will learnthat they are to work with each other to try to ensure that everyone acyone achieves the objectives of each activity.<br />She bgins with pairs because that is the simplest social organization. In fact, much of the early training in cooperative activity will be counducted in grouf of two and there because the intraction is simpler than in larger groups. For the same reason she also uss fairly straightforward and familiar cognitive tasks for the initial training-it is easier for students to learn to work together when they are not mastering complex activites at the same time. For example, she change partnerships again and have the new partnership quiz each each other on simple knowledge, such as states and cavital, and tutor one another. She will change partnerships again and ask them to categorize sets of factions by size. Each student will learn how to work with any and all of the other students in the class over a variety of tasks. Later she will teach the children to respond to cognitive tasks of the more comlex information-processing models of teaching as well as more complex cooperative sets. By the end of October she expexts that they will be skillful enough that she can introduce them to gruf investigation. <br /><br />Bot teachers have embarked on the task of building learning communities. They will teach the student to work together imforsonally but positively, to gather and analyze information, to build and test hypotheses, and to coach one another as they dvelop skills. The difference in maturity between the classes will affect the degree of sophistication of inguiry, but the basic processes will be the same.<br />Each of these teachers possesses a variety of strategies for educating his orher students to work productively together. On their desks are Circus of Laerning (Johnson and Johnson, 1994), Cooperative learning in the classroom (Johnson, Johnson, and Holobec, 1994). And Cooperative Learning Reasources for Teachers (Kagan, 1990). Each is studying the students, learning how effectively they cooperate, and deciding how to design the next activites to teach them to work more effectively together.<br />PURPOSES AND ASSUMPTIOS<br />The assumptions thet underlie the development of cooperative learning communities are are straightforward:<br />1. The synergy generated in cooperative setting generates more motivation than do individualistic, competitive environments. Integrative social grouf are, in effect, more than the sum of their parts. The feelings of connecteness produce positive energy.<br />2. The members of cooperative groufs learn from one another. Each learner has more helping hands than in a structure that generation isolation.<br />3. Intracting with one another produces cognitive as well as social complexity, cerating more intellectual activity that increases learning when contrasted with solitary study.<br />4. Cooperation increases positive feelings toward one another, reducing alienation and loneliness, building relationship, and providing affirmative views of other peple.<br />5. Cooperation increases self-esteem not only through increased learning but through the feeling of being respected and cered for by the other in the environment.<br />6. Students who experience tasks requiring cooperation increase their capacity to work productively together. In ather words, the more children are given the the opportunity to work together, the better they get at it, which benefits their general social skills.<br />7. Students, including primary school shildren, can learn from training to increase their ability to work together.<br />In the lasts 30 year, intrest has been renewed in research on the cooperative learning models. The more sophisticated researsh on the cooperative learning models. The more sophisticated research procedures that now exlist have enabled better test of their assumption and more precise estimate of their effects on academic, personal, and social behavior. Work by there groups of researchers is of particular interest. One is led by David and Roger Johnson of the University of Minnesota (Johnson and Johnson, 1974, 1981, 1990). Another is led by Robert Salvin (1983, 1990) of Johns Hopkins University, and the thir by Sahlomo Sharan of Tel Aviv University (1980, 1990). Using somewhat different strategies, the teams of both the Johnson and Salvin have conducted sets of investigations that closely examine the assumptions of the social famly of teaching models. Specifically, they have studied whether cooperative tasks and reward structures affect learning procedures. In some of their investigations they have examined the effects of cooperative task and rewared structures on “tradisional” learning tasks, in which students are presented with material to master.<br />Important for us the question of whether cooperative groups do in fact generate the energy that results in improved learning. The evidence is largely affirmative. In classrooms organized so that students work in pair and larger groups, tutor each other, and share reward, there is greater mastery of material than with the common individual-study-cum recitation pattern. Also, the shared responsibllity and intraction produce more positive feelings toward tasks and others, generate better intergroup relations, and result in better self images for students with histories of poor achievement. In other words, the results generally affirm the assumptions that underlie the use of cooperative learning methods (see Sharan, 1990).<br />Sharan and his colleagues have studied group investigation. The have learned much about how to make the dynamics of the model work and about its effects on cooperative behavior, intergroup relations, and lower- and higher-order achievement. We will discuss their research as we discuss group investigation later in this chapter.<br />An exciting use of cooperative procedures is in combination with models from other families, in an effort to combine the effects of several models. For example, Baveja, Showers, and Joyce (1985) conducted a study in which concept attainment and inductive procedures were carried out in cooperative group. The effects fulfilled the promise of the marriage of the information processing and social models, reflecting gains that were twicc those of a comparison group that received intensive individual and group tutoring over the same material. Similarly, Joyce, Murphy, Showers, and Murphy (1989) combined cooperative learning with several other models of techingto obtain dramatic (30 to 95 percent)increases in promotion rates with at –risk tudents as well as correspondingly large decreases in disruptive activity, an obvious reciprocal of increases in cooperative and integrative behavior. The application of the picture-word inductive model in the studies in Chapter 22, with substantial effects on literacy, is suffused with cooperative atmosphere and specific cooperative learning strategies.<br />Those teacher for whom cooperative learning is an innovation find that an endearing feacture is that ist is easy to organize students into pairs and triads. And it gets effects immediately. The combination of social support and the increase in cognitive complexcity caused by the social interaction have mild but rapid effects on the learning of content and skills. In addition, partnership in learning provide a pleasant laboratory in which to develop social skills and empathy for others. Off task and diskruptive behavior diminish substantially. Students feel good in cooperative setting, and positive feelings toward self and other are enhanced.<br />Another nice feacture is that the students with poorer academic histories benefit so quickly. Partnerships increase involvement, and concentration on cooperation has the side effect of reducing self –absorption and increasing responsibility for personal learning. Whereas the effect sizes on academic learning are modest but consistent, the effects on social learning and personal esteem can be considerable when comparisons are made with individualistic classroom organization (Joyce, Calhoun, Jutras, and Newlove, 2006; Joyce, Hrycauj, Calhoun, and Hrycauk, 2006).<br />Curiously, we heve found that some parent and teacher believe that students who are the most successful in individualistic environments will not profit from cooperative environment. Sometimes this bief is expressed as “gited students prefer to work alone”. A mass of evidence contradicts that belief (Salvin, 1991; Joyce, 1994). Perhaps a misunderstanding about the relationship between individual and cooperative study contributes to the persistence of the belief. Developing partnerships does not imply that individual effort is not required. In the scenario in Ms. Hilltepper’s classroom, all the individuals read the poems. When classifying poems together, each individual contributet ideas and studied the ideas of others. Individuals are not submerged but are enhanced by partenerships with other. Successful students are not inherently less cooperative. In highly individualistic environments they are sometimes taught disdain for less-successful students, to their detriments as students and people, both in school and in the future. <br /><br />INCREASING THE EFFICENCY OF PARTNERSHIPS: TRAINING FOR COOPERATION<br />For reasons not entirely clear to us, the initial reaction of some peple to the proposition that students be organized to study together is one of concern that they will not know how to work together productively. In fact, partenerships over simple tasks are not very demanding of social skills. Most students are quite capable of cooperating when they are clear about what has been asked of them. However, developing more efficient ways of working together is clearly important, and there are some guidelines for helping students become more practiced and efficient. These guidelines pertain to group size, complexity, and practice.<br />Our initial illustrations are of simple dyadic, partenerships with clear cognitive tasks. The reason is that the pair, or dyad, is the simplest form of social organization. One way to help students learn to work cooperatively is to provide practice in the simpler settings of twos and these. Essentially, we regulate complexity through the tasks we give the sizes of groups we form. If students are unaccustomed to cooperative work, it makes sense to use the smallesr groups with simple or familiar tasks for them to gain the experience needed to work in larger groups. Task groups larger than six persons are clumsy and require skilled leadership, whichstudents cannot provide without experience or training. Partenerships of two. There, or four are the most commonly employed. Practice results in increased efficiency. If we begin learning with partners and simply provide practice for a few weeks, we will find that the students become increasingly productive.<br /><br />Training for Efficiency<br />There are also methods for taining the students for more efficient cooperation and “positive interdenpendence” (see Kagan, 1990; Johnson and Johnson, 1999). Simple hand signals can be used to get the attention of busy groups. One common procedure is to establish that when the instructor raises his orher hand, anyone who notices is to give attention to the instructor and raise his or her hand also. Other students notice and raise their hands, and soon the entire instructional group is attending. This type of procedure is nice because it works while avonding shouting above the hubbub of the busy partnerships and teaches the students to participate in the mangments process.<br />Kagan (1990) has developed several procedures for teaching students to work together for goals and to ensure that all students participate equally in group tasks. An example is what he calls “numbered heads”. Suppose that the students are working in partnerships of three. Each member¬__ for example, “Number twos”. The number two persons in all groups raise their hands. They are resvonsible for speaking for their groups. The instructor calls on one of them. All other persons are responsible for listening and checking the answer of the persons who report. For example, if the resvonse is “seven” the other students are responsible for checking that response against their own. “How many agree? Disagree?” The procedure is designed to ensure that some individuals do not become the “learners” and “spokespersons” for their groups while others are carried along for the ride.<br />Also, for certain appropriate tasks, pretests may be given. An example might be a list of words to learn to spell. After the pretests a number of tasks might be given to help students study the word. Then an interval might be provided for the students to tutor one another, followed by a posttest. Each group would then calculate its gain scores (the numbers correct on the posttest minus the number correct on the pretest), giving all members a stake in everyune’s learning. Also, cooperative learning aside, the procedure makes clear that learning expressed as gain is the pupuse of the exercise. When only posstest are used, it is not clear whether anyone has actually learned__ students can receive high marks for a score no higher than they would have achieved in a pretest.<br />Sets of training tasks can help students learn to partner more effectively, to increase their stake in one another, and to work assiduously for learning by all.<br /><br />Training for Interdependence <br />In addition to practice and training for more efficient cooperative behavior, procedures for helping students become truly interdependent are available. The least complex involve relection on the group process and discussion about ways of working together mots effectively. The more complex involve the provision of tasks that require interdependent behavior. For example, there are card games in which success depends on “Charades” and “Pictionary” are place of another. There are also procedures for rotating tasks so that each person moves from subordinate to superordinate tasks and where members take turns as coordinators.<br />The Johnson (1999) have demonstrated that sets of these can increase interdependence, empathy, and role –taking ability and that students can become quite expert atanalyzing group dynamic and learning to create group climate tat foster mutuality and collective responsibility. The role-playing model of teching, discussed in the next chapter, is designed to help students analyze their values and to work together to develop interactive frames of reference.<br /><br />Division of Labor: Specialization<br />A variety of procedures has been developed to hlp students how to help one another by dividing labor. Essentially, tasks are presented in such a way that division of labor increases efficiency. The underlying rationale is that dividing labor increases group conhesion as the team works to learn information or skills while ensuring that all members have both responsibility for learning and an important role in the group. Imagine, for example, that a class is studying Africa and is organizied into groups of four. Four countries are chosen for study. One member of each team migh be designated a “country specialist”. The contry specialists from all teams would gather together and study their assigned nation and become the tutors for their original groups, responsible for summarizing information and presenting it to the class, the group will divide responsibility for creating mnemonics for aspects of the data. Or teams could take responsibility for parts of the information to be learned.<br />A procedure known as jigsaw (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and Snapp 1978; Salvin, 1983) has been worked out to develop formal organizations for divisions of labor. It is highly structure and appropriate as an introduction to division of labor processes. Whereas individualistic classroom organization allows individuals to exercise their best-developed skilla, division of labor procedures require students to rotate roles, developing their skills in all areas.<br /><br />Cooperative Goal Structures<br />Some devalopers organize temas to compete against one another while other emphasize cooperative goals and minimize competition. Johnson and Johnson (1990) have analyzed the research and argue that the evidence favors cooperative goal structures, but Salvin (1983) argues that competition between teams benefits learning. The fundamental question is whether students are oriented toward competing with one another or with a goal. Recently several of our colleagues have organized whole classes to work cooperatively toward a goal. For example, the science department of a high school began the year in chemistry by organizing the students to master the essencial feactures of the Table of Elements. In teams, they built mnemonics that were used by all teams. Within two weeks, all students knew the table backwaed and forward, and that information served as the structural organizer (see Chapter 9 ) for the entire course. In a group of fifth-grade classes the exploration of social studies began with memorization of the states, large cities, river and mountain systems, and other basic information about the geography of the united states. Class score were computed (for example, 50 states times 30 students is 1,500 items). The goal wass for the class ass a whole to achieve a perpect score. The classes reached scores over 1.450 within a week, leaving individuals with very few items to master to to reach a perpec score for the class.<br /><br />Motivation: From Extrinsic to Intrinsic?<br />The issue about how much to emphasize cooperative or individualistic goal structures relates to conception of motivation. Sharan (1990) has argued that cooperative learning increases learning party because it causes motivational orientation to move from the external to the internal. In other words, when students cooperate over learning tasks, they become more interested in learning for intrinsic satisfaction and become less dependent on praise from teacher or other authorities. The internal motivation is more powerful than the external, resulting in increased learning rates and retention of information and skills.<br />The frame of reference of the cooperative learning community is a diect to the principle that many schools have relied on to guide their use of test and rewards for students achievement. Unquestionably, one of the fundamental purposes of general education is to increase internal motivation to learn and to encourage students to generate learning for the sheer satisfaction in growing. If cooperative learning procedures (among other) succeed partly because they contribute to this goal, then the testing and reward structures that prevail in most school environment may actually retard learning. As we turn to group investigation a powerful model that radically changes the learning environment- consider how different are the tasks, cooperative structures and principles of motivation we observe in many contemporary schools.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-51860255533387437562010-01-23T05:18:00.000-08:002010-01-23T05:20:12.169-08:00RENCANA PELAKSANAAN PENGAJARAN (RPP)Sekolah : SMA<br />Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam<br />Kelas/Semester : XI / II<br />Standar Kompetensi : 11. Memahami ketentuan Islam tentang pengurusan jenazah<br />Kompetensi Dasar : 11.2 Mendemontrasikan tata cara pengurusan jenazah<br />Indikator : Siswa mampu mendemontrasikan tata cara;<br />• Memandikan jenazah<br />• Mengafani jenazah<br />• Mensholatkan jenazah<br />• Menguburkan jenazah<br />Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x pertemuan ) <br /><br />Tujuan Pengajaran<br />1. Siswa mampu mendemontrasikan tata cara memandikan jenazah.<br />2. Siswa mampu mendemontrasikan tata cara mengafani jenazah.<br />3. Siswa mampu mendemontrasikan tata cara mensholatkan jenazah.<br />4. Siswa mampu mendemontrasikan tata cara menguburkan jenazah.<br /><br />Kegiatan Awal (Entering Behavior)<br />1. Guru mengarahkan siswa ke Mushalla secara bersama-sama.<br />2. Guru menanyakan kepada siswa, pernahkah melihat dan membaca buku-buku fiqih atau menonton Vidio CD tentang tata cara pengurusan jenazah. <br /><br /><br /><br />Materi Pengajaran : Mendemontrasikan Tata Cara Pengurusan Jenazah <br />1. Tata cara memandikan<br />a. Jenazah di baringkan di tempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai yang di atasnya sudah diletakkan lima atau enam buah potongan batang pisang (bantalan).<br />b. Jenazah di mandikan ditempat yang tertutup. Selain yang memandikan dan yang membantu memandikan dilarang melihat.<br />c. Ketika dimandikan, jenazah hendaknya di pakaikan kain basahan (sebaiknya kain sarung) agar auratnya tidak mudah terbuka.<br />d. Setelah jenazah di letakkan di atas pohon batang pisang lalu dengan menggunakan air dan sabun mandi, jenazah dibersihkan dari najis yang melekat ditubuhnya atau yang mungkin keluar dari duburnya (setelah perutnya ditekan). Sesudah itu dubur jenazah di bersihkan hingga bersih dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Kemudian sarung tangan yang dikenakan diganti dengan sarung tangan bersih dan dengan menggunakan anak jari tangan kiri yang memakai sarung tangan, gigi dan mulut jenazah di bersihkan.<br />e. Setelah jenazah di bersihkan dari najis serta gigi dan mulutnya dibersihkan lalu dengan menggunakan air dan sabun mandi, seluruh tubuh jenazah dari rambut kepala sampai telapak kaki dimandikan sampai bersih. Ketika memandikan jenazah di sunnahkan mendahulukan sebelah kanan, baru kemudian bagian badannya yang sebelah kiri, juga di sunnahkan jenazah tersebut di mandikan tiga kali atau lima kali.<br />f. Setelah jenazah selesai dimandikan, kemudian di rapikan rambutnya serta wuduknya sebagaimana wuduk biasa. Kemudian badannya dikeringkan dengan memakai handuk maka selesailah tahapan memandikan jenazah.<br /><br /><br />2. Tata cara mengafani jenazah<br />a. Mula-mula dihamparkan selembar tikar diatas lantai, lalu di bentangkan empat utas tali diatasnya, kira-kira letaknya di tempat kepala, tangan, lutut, dan mata kaki jenazah yang hendak di kafani.<br />b. Hamparkan diatas tikar tersebut kain kafan yang sudah di siapkan sehelai-sehelai dan setiap helainya di beri harum-haruman.<br />c. Jenazah hendaknya diolesi kapur barus halus, kemudian diletakkan di atas hamparan kain kapan yang sudah disediakan. Kedua tangan jenazah diletakkan diatas dadanya, tangan kanan diatas tangan kiri atau di bolehkan juga kedua tangannya di luruskan kebawah. Lalu tempelkan kapas secukupnya pada bagian muka jenazah, pusarnya, kelaminnya dan duburnya.<br />d. Setelah itu seluruh tubuh jenazah di balut dengan kain kafan sampai rapi, lalu diikat dengan empat utas tali yang sudah disiapkan yaitu dibagian atas kepala, lengan, dan mata kakinya.<br />3. Tata cara mensholatkan jenazah<br />a. Berniat untuk sholat jenazah.<br />b. Takbir empat kali<br />c. Membaca surah al-Fatihah sesudah takbir pertama (takbiratul ihram).<br />d. Membaca shalawat setelah takbir kedua.<br />e. Membaca doa setelah takbir ketiga.<br />f. Berdoa setelah takbir keempat<br />g. Salam<br />4. Tata cara menguburkan jenazah<br />a. Sebelum jenazah diberangkatkan hendaknya lubang kubur dan lubang lahat sudah selesai di buat.<br />b. Setelah sampai dimakam jenazah (masih dalam usungan) diletakkan dipinggir atas lubang kubur sebelah kiblat, sejajar dengan lubang kubur.<br />c. Kemudian tiga laki-laki muslim (keluarga dekat jenazah) turun ke lubang kubur dan tiga lainnya berdiri diatas menghadap jenazah<br />d. Kemudian mengangkat dan menyerahkan jenazah kepada tiga orang yang berdiri di lubang kubur. Kemudian jenazah di letakkan dengan hati-hati di lubang lahat dengan posisi miring kepala di sebelah utara, kaki menjulur kesebelah selatan menghadap kiblat dan ketika jenazah di masukkan kedalam lubang lahat di sunnahkan membaca doa.<br />e. Kemudian keempat utas tali tersebut di lepas dan kain kafan yang menutup mukanya di singkapkan lalu di azankan, setelah itu jenazah di tutup dengan papan atau bambu lalu di timbun tanah.<br /><br />Langkah-Langkah Kegiatan Proses Belajar Mengajar<br />A. Langkah Pertama<br />1. Guru menjelaskan sekelumit materi pada minggu yang lalu (teori tentang pengurusan jenazah).<br />2. Menjelaskan Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan di capai.<br />3. Guru memutarkan kaset video CD tentang tata cara pengurusan jenazah.<br />4. Guru mendemontrasikan tentang tata cara pengurusan jenazah kemudian siswa melihat dan menyimak apa yang dilakukan atau diperagakan.<br />B. Langkah Kedua<br />1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 6-7 orang.<br />2. Guru menyuruh siswa untuk menyiapkan alat-alat pendukung proses demontrasi.<br />3. Guru mengontrol proses demontrasi yang dilakukan siswa tentang tata cara pengurusan jenazah.<br /> <br /><br /><br />C. Langkah Ketiga<br />1. Guru menyuruh siswa untuk bertanya dimana letak kesulitan dan kekeliruan tentang proses demontrasi yang telah dilakukan.<br />2. Guru bersama-sama dengan siswa mendiskusikan hal-hal yang masih menimbulkan kerancuan atau kesalahan dalam proses demontrasi yang telah di lakukan sebelumnya.<br />3. Pemutaran ulang vidio CD tentang tata cara pengurusan jenazah.<br />4. Guru menyuruh siswa yang dianggap kompeten untuk mendemontrasikan kembali tata cara pengurusan jenazah kemudian siswa yang lain menyimak dan memperhatikan.<br />5. Guru menyimpulkan akhir proses demontrasi yang dilakukan siswa.<br />6. Guru menugaskan kepada siswa untuk membaca buku-buku Fiqih yang berkenaan dengan tata cara pengurusan jenazah.<br /> <br />Alat/Sumber<br />1. Buku Paket Pendidikan Agama Islam SMU Kelas XI<br />2. Fiqih Islam, Sulaiman Rasyid <br />3. Kumpulan Doa dan lain-lain<br />4. Alat Peraga pendukung kain kafan, boneka dan lain sebagainya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Evaluasi/Penilaian<br />1. Guru mengambil sampel 50% secara acak dengan mengambil dua kelompok yang terdiri dari 6-7 orang, lalu masing-masing kelompok mendemontrasikan tentang tata cara pengurusan jenazah Muslim dari saat memandikan sampai kepada menguburkan!<br />2. Guru mengambil nilai secara rata-rata dan nilai-nilai tersebut menjadi penilaian masing-masing siswa<br />3. Dari hasil tersebut guru dengan secara mudah menafsirkan atau menggambarkan peresentasi tingkat pencapaian pada materi tentang proses demontrasi tentang cara pengurusan jenazah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jayapura, November 2009<br /><br /> <br />Mengetahui,<br /> <br />Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran<br /><br /><br /> <br /><br />__________________ ___________________ <br />NIP. NIP.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-88431804218045580472010-01-23T05:16:00.000-08:002010-01-23T05:18:09.566-08:00RENCANA PELAKSANAAN PENGAJARAN (RPP)Sekolah : Madrasah Aliyah (MA)<br />Mata Pelajaran : Usul Fiqih<br />Kelas/Semester : XI / I<br />Standar Kompetensi : Memahami konsep-konsep hukum-hukum syara’ serta dapat menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari<br />Kompetensi Dasar : Hukum-hukum syara’<br />Indikator : <br />a. Siswa dapat menjelaskan pengertian hukum syara’. <br />b. Siswa dapat menyebutkan pembagian hukum syara’.<br />c. Siswa dapat membedakan hukum takhlifi dan hukum wadh’i.<br /><br />Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x peretemuan ) <br /><br />Tujuan Pengajaran<br />1. Siswa dapat menjelaskan pengertian hukum syara’.<br />2. Siswa dapat menyebutkan pembagian hukum-hukum syara’.<br />3. Siswa menyebutkan perbedaan hukum takhlifi dan hukum wadh’i.<br /><br />Kemampuan Awal (entering Behavior)<br />1. Guru bertanya kepada siswa apakah ada diantara mereka yang pernah mendengar atau membaca tentang pengertian hukum syara, pembagian hukum syara dan perbedaannya.<br />2. Setelah itu guru mulai memberikan sekelumit gambaran untuk mengantarkan siswa kepada pokok permasalahan awal (materi).<br /><br />Materi Pengajaran : Hukum-Hukum Syara’<br />A. Pengertian hukum syara’<br />Secara etimologi, hukum berarti man’u yakni mencegah. Hukum juga berarti qadha yang memiliki arti putusan. Sedangkan menurut ulama ushul fiqih mengatakan bahwa apabila disebut hukum, artinya:<br />a. Menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.<br />b. Khitab Allah<br />c. Akibat dari khitab Allah<br />d. Keputusan hakim di sidang pengadilan.<br />Sedangkan menurut istilah hukum syara adalah khitab Allah (atau sabda Nabi) yang menyebutkan segala perbuatan mukallaf baik khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk ditinggalkan atau menjelaskan kebolehan, atau menjadikan suatu sebab atau penghalang bagi suatu hukum.<br /><br />B. Pembagian hukum-hukum syara’<br />1. Hukum takhlifi<br />a. Pengertian hukum takhlifi<br />Hukum taklifi adalah khitab Allah/firman yang berhubungan dengan segala perbuatan para mukallaf baik atas dasar Iqtidha atau atas dasar Takyiar. Dengan demikian hukum taklifi adalah yang dituntut melakukannya atau tidak melakukannya atau dipersilahkan untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan.<br />b. Macam-macam hukum takhlifi<br />1) Wajib. Wajib ini ada beberapa macam:<br />(1) Wajib dipandang dari segi waktu mengerjakannya dan waktu yang tersedia untuk mengerjakan yang diwajibkan.<br />(2) Wajib yang dikaitkan dengan orang-orang yang mengerjakannya dapat dibagi menjadi wajb ain dan wajib kifayah.<br />2) Nadab (sunnat)<br />3) Tahrim (Haram)<br />4) Karahah (Makruh)<br />5) Ibahah<br /><br />2. Hukum Wadh’i<br />a. Pengertian hukum Wadh’i<br />Hukum wadh’i ialah hukum yang berhubungan dengan hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang mengandung persyaratan, sebab atau mani’.<br />b. Pembagian hukum wadh’i<br />1) Sebab<br />2) Syarat<br />3) Penghalang/Mani’<br />4) Sah dan Batal<br />5) Azimah dan Rukshah<br /><br />C. Perbedaan Hukum Takhlifi dan Hukum Wadh’i<br />Ada beberapa perbedaan antara hukum takhlifi dengan hukum wadh’i di antaranya adalah<br />a. Dalam hukum takhlifi terkandung tuntutan untuk melaksanakan, meninggalkan, atau memilih berbuat atau tidak berbuat. Dalam hal hukum wadh’i hal ini tidak ada melainkan mengandung keterkaitan antara dua persolan, sehingga salah satu diantara keduanya bisa dijadikan sebab, penghalang, atau syarat.<br />b. Hukum takhlifi merupakan merupakan tuntutan langsung pada mukallaf untuk dilaksanakan, ditinggalkan, atau melakukan pilihan untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan hukum wadh’i tidak dimaksudkan agar langsung dilakukan mukallaf.<br />c. Hukum takhlifi harus sesuai dengan kemampuan mukallaf untuk melaksanakan atau meninggalkannya, karena dalam hukum takhlifi tidak boleh ada kesulitan dan kesempitan yang tidak mungkin dipikul oleh mukallaf. Sedangkan dalam hukum wadh’i hal seperti ini tidak dipersoalkan.<br /><br />Langkah-Langkah Kegiatan Belajar Mengajar<br />1. Guru menampilkan materi dengan memakai power point dengan tujuan memberikan motivasi sehingga siswa menyimak dengan seksama apa yang akan di sampaikan.<br />2. Guru menjelaskan topik-topik yang akan dipelajari hari ini atau dengan kata lain menjelaskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta target yang akan di capai.<br />3. Guru menjelaskan pengertian hukum-hukum syara’ baik secara etimologi maupun istilah.<br />4. Guru menjelaskan pembagian hukum-hukum syara.’<br />5. Guru menjelaskan perbedaan antara hukum takhlifi dan hukum wadh’i.<br />6. Guru membimbing siswa untuk merumuskan keseimpulan dari ketiga indikator, dimulai dengan pengertian hukum syara, pembagian hukum syara dan perbedaan hukum takhlifi dengan hukum wadh’i. <br />7. Guru menugaskan kepada siswa untuk membaca buku-buku Ushul Fiqih yang berkenaan dengan hukum-hukum syara’.<br /><br /> Alat/Sumber<br />1. Buku Paket Usulh Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas XI<br />2. Chaerul Uman, Ushul Fiqih untuk Fakultas syariah<br />3. Acep Djazuli, Ushul Fiqih<br />4. Buku-buku lain yang relevan dengan materi pelajaran<br /><br />Evaluasi/Penilaian<br />1. Jelaskan pengertian hukum syara menurut bahasa dan istilah!<br />2. Sebutkan masing-masing 5 (lima) pembagian hukum takhlifi dan hukum wadh’i<br />3. Jelaskan perbedaan hukum takhlifi dan hukum wadh’i !<br /><br /><br /><br />Jayapura, Desember 2009<br /> <br /> <br />Mengetahui, <br />Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran<br /> <br /><br />__________________ ___________________ <br />NIP. NIP.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-59489268669904208862010-01-23T05:13:00.000-08:002010-01-23T05:15:36.034-08:00MODEL PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DI SMKA.Pendahuluan <br />Al-Quran biasa didefinisikan sebagai firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril sesuai dengan redaksi-Nya, kepada Nabi Muhammad saw. dan diterima oleh ummat Islam secara tawatur dan al-Qur’an merupakan kitab stilistika Arab yang sakral , dibuat sebagai pedoman dan tuntunan bagi ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar mereka memperoleh kebahagiaan didunia dan akhirat.<br /> Pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, khususnya pada saat ia diturunkan tidaklah begitu banyak mengalami kesulitan, karena Rasululah saw. yang berfungsi sebagai mubayyin, menjelaskan kepada para sahabatnya dengan arti dan kandungan al-Qur’an, khususnya ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai wafatnya Rasulullah saw. Walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua diketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena Rasul sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur’an . <br />Melihat penomena yang terjadi pada zaman Rasulullah, maka tidak menutup kemungkinan pada zaman sekarang ini khususnya di Indonensia yang notabennya ummat Islam terbesar di dunia banyak yang tidak bisa membaca al-Qur’an apalagi memahami sekaligus mengaktualisasikan isi dari pada al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari seiring dengan banyaknya pengaruh-pengaruh baik internal maupun eksternal.<br />Disamping itu pula kondisi sosiologis masyarakat kota jayapura yang plural dari berbagai etnisitas dan agama menjadi kendala untuk menerapkan ajaran agama sekaligus menginternalisasikan ataupun menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam konteks pembelajaran al-Qur’an tidak sedikit dijumpai siswa yang tidak bisa membaca, menulis apalagi memahami isi kandungannya bahkan lebih jauh daripada itu tidak peduli lagi terhadap pelajaran agama disebabkan karena mereka takut terhadap pelajaran membaca al-Qur’an. <br />Permasalahan lain yang sangat urgen dari dulu hingga sekarang adalah sangat minimya guru agama khususnya guru agama Islam yang menjadi relawan untuk mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar dalam membentuk kepribadian ummat Islam sehingga banyak di antara sekolah di Papua umumnya tidak memiliki guru agama terlebih di Kota jayapura khususnya, oleh sebab itu tidak mengeherankan kalau sering kita jumpai di sekolah banyak guru yang bukan bidangnya mengajar agama dan mungkin ini lebih baik daripada siswa mengikuti pelajaran agama lain demi untuk mendapatkan nilai agama dan inilah kondisi ril yang terjadi di Papua dan akankah permasalahan tersebut terus menerus terjadi dan bagaimanakah nasip kehidupan ummat Islam di Papua ?.<br />Melihat kenyataan seperti tersebut diatas maka berbagai langkah-langkah yang di lakukan oleh guru agama Islam yang ada sekarang ini khususnya dalam mengatasi permasalahan ini dengan menambah jumlah jam pelajaran di luar jam pelajaran agama di kenal dengan kegiatan kokurikuler. Dengan penerapan model pembelajaran al-Qur’an seperti ini di maksudkan minimal bisa membantu siswa agar mereka bisa membaca sekaligus menerapkannya dalam perkatik ibadah dalam kehidupan sehari-hari.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6911105866337804107.post-80493014308443244242010-01-23T05:10:00.000-08:002010-01-23T05:12:20.406-08:00AKIDAH AKHLAK DAN PEMBELAJARANA.Pendahuluan <br /> Pendidikan agama merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan secara psikologis dalam internalisasinya diyakini bisa membentuk pribadi muslim yang beriman secara utuh serta memiliki akhlak mulia. Peso’alan akidah dan akhlak merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena terkait langsung dengan hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab secara vertikal maupun horizontal berdasarkan tuntutunan yang di bawa oleh Rasulullah SAW. <br />Berkenaan dengan hal tersebut tidak salah ketika Allah mengatakan dalam firman-Nya; “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” , kemudian untuk memperkuat argumentasi atas firman Allah tersebut, Rasulullah bersabda “ Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.<br />Atas dasar itu dalam rumusan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang No 22 Tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan “Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” . Dalam lingkup pendidikan formal tujuan tersebut sudah diatur dalam undang-undang sistim pendidikan nasional yang realisasinya tertuang dalam bentuk kurikulum pendidikan agama Islam.<br />Dalam muatan kurikulum Nasional Pendidikan Agama Islam (PAI) DI Indonesia bila di tinjau dari segi ruang lingkup maupun silabusnya sudah sangatlah lengkap dan mampu menghasilkan outfout yang memiliki kompetensi-kompetensi dasar di bidang agama Islam yang di harapkan. Namun kurikulum Pendidikan Agama Islam yang di rancang dan telah di berlakukan secara nasional di Indonesia, kini pada kenyataannya mata pelajaran agama Islam yang telah diajarkan di sekolah kurang memberikan kontribusi kearah yang lebih baik bahkan menjadi sebuah sorotan dan kritikan publik. <br />Memang tidak bisa di pungkiri bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multidimensional, menurut sementara pihak-katanya di sebabkan karena kegagalan pendidikan agama termasuk di dalamnya pendidikan agama Islam . Padahal tujuan pendidikan agama di sekolah umum adalah untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan melakukan, dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari . Namun walhasil menunjukkan bahwa belajar pendidikan agama bukan membuat siswanya memiliki akhlak mulia malah justru cendrung tambah tidak bermoral, namun setelah di selusuri pendidikan agama di sekolah memang memiliki kendala yang patut untuk di pertimbang , yaitu kurangnya jumlah jam pelajaran disekolah dengan muatan materi yang cukup banyak sehingga hasilnya tidak maksimal. <br />Demikian halnya dengan permasalahan guru yang tidak ada habis-habisnya dan tidak pernah memuaskan orang baik pengguna, pembuat kebijakan juga selalu merasakan ada yang kurang beres dengan pendidikan yang didesainnya. Dengan demikian sampai sekarang belum bisa untuk menemukan sebuah model-model pembelajaran yang paling efektif dalam dunia pendidikan, bahkan dalam mengajar guru terkesan monoton, tekstual dan kontektual sehingga boleh jadi guru itu tidak senang mengajar akan tetapi ia mengajar hanyalah mengejar material semata, maka pekerjaannya sebagai guru hanya sebatas menyampaikan materi. <br />Dalam pelajaran agama Islam materi akidah mempunyai kedudukan yang sangat fundamental karena menjadi asas sekaligus sangkutan dan gantungan segala sesuatu dalam Islam, juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. Pada dasarnya masalah akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa yaitu Esa dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujud-Nya itulah yang disebut dengan Tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan dalam Islam . Rukun iman tersebut wajib di yakini oleh setiap muslim dan harus di tanamkan kepada anak mulai sejak dini.<br />Selanjutnya akidah Islam harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang di lakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungannya dengan ini Yusuf Qardawi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang melekat dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hiudup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari . Dengan demikian akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh dan amal shaleh itulah yang akan mengantarkan manusia ketempat yang paling tinggi serta mulia di hadapan Allah.<br />Allah telah menjadikan manusia dengan badan dan roh atau jiwa yang tinggi. Demikian halnya dengan Allah menjadikan kehidupan ini sebagai kebebasan bagi badan dan sebagai ikatan bagi roh/jiwa, apabila mati itu tiba, badan yang semula terikat dengan roh/jiwa itu terlepas (bebas). Plato salah seorang murid Socrates sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan jiwa manusia entitas material yang dapat terpisah dari badan, menurutnya jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat hancur alias abadi. Oleh sebab itu, barangsiapa yang menjadikan hidupnya sebagai pengabdian terhadap roh/jiwanya maka ia akan mendapatkan kebaikan yang berlipat ganda. Sebaliknya barang siapa yang menjadikan hidupnya ini sebagai hukuman dan siksaan terhadap roh/jiwanya maka ia akan memperoleh yang semisalnya atau sebaliknya. <br />Dalam konteks seperti ini agama telah mengajarkan kepada manusia untuk berbuat baik dan melakukan amal shaleh agar jiwanya mejadi tenang lebih-lebih di akhirat menjadi lebih abadi, karena kepercayaan terhadap keabadian jiwa di akhirat akan menjadikan manusia termotivasi untuk berbuat baik dan yang terbaik di dunia, sebab kebahagiaan dan kesenangan tidak akan tercapai kalau seseorang berbuat kejahatan terhadap orang lain maupun lingkungannya. <br />Salah satu bukti keimanan manusia terhadap Allah adalah beriman kepada hari kemudian atau akhir dimana tatkala seluruh hidup dan kehidupan seperti sekarang ini akan berakhir sesuai dengan janji Allah akan menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya abadi tidak fana (sementara) seperti yang kita lihat sekarang dan kemudian masing-masing manusia akan mempertanggung jawabkan perbuatannya secara individual mengenai keyakinannya (akidah), tingkah laku (syar’iyyah), dan sikap (akhlaknya) selama hidup didunia yang fana ini . <br />Karenanya, Rasulullah telah menyampaikan kepada ummatnya seluruh wahyu yang diturunkan kepada beliau. Beliau telah menerangkan semua bentuk kebaikan yang bisa mendekatkan dan memasukkan seorang hamba ke syurga. Dan beliau juga menerangkan semua bentuk kejahatan yang bisa mendekatkan dan memasukkan seorang hamba kepada neraka . Berangkat dari masalah diatas maka dalam makalah ini akan membahas seputar hari kemudian atau akhir yang diambil dari materi kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMU kalas XII. <br /><br />B. Pembahasan<br />Kondisi perkembangan siswa SMU.<br />Proses pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dilakukan di sekolah dimana antara guru dan siswa melakukan intraksi, namun seorang yang guru yang professional sebelum melaksanakan suatu proses pembelajaran terlebih dahulu harus mengetahui karaktristik perkembangan siswanya sehingga dengan mudah ia dapat mencari atau menemukan sebuah model-model pembelajaran yang epektif untuk diterapkan pada siswa. <br />Hubungannya dengan dimensi preofesional guru, Al-Ghazali, Al-Nahlawy menegaskan seorang guru harus mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa perkembangannya sehingga dalam menyajikan pelajaran akan tepat pada sasarannya, menguasai bidang yang di ajarkan serta berusaha mendalami dan mengembangkannya, mempunyai kemampuan mengajar, dan tanggap terhadap berbagai kondisi perkembangan kehidupan modern yang dapat mempengaruhi sekap, pola pikir, dan tingkah laku peserta didik serta mampu mencari solusi yang bersifat Islami dalam menghadapi masalah-masalah tersebut. <br />Pada dasarnya siswa SMU seluruhnya sudah memasuki usia pubertas. Pubertas merupakan bagian dari masa remaja, tetapi ia tidak sinonim dengan remaja. Usia pubertas mengacu kepada perkembangan fisik dan seks. Pertumbuhan fisik dan yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan kegoncangan emosi, kecemasan , dan kehawatiran pada diri mereka bahkan lebih jauhnya kondisi ini dapat mempengaruhi kesadaran beragamanya. Kegoncangan dalam keagamaan ini muncul karena faktor internal maupun eksternal. Sedangkan remaja mengacu kepada keseluruhan aspek perkembangan. Para ahli mengemukakan ciri-ciri remaja sebagaimana yang dikutif oleh Muhaimin sebagai berikut:<br />1. Remaja adalah priode peralihan antara masa siswa ke masa remaja. Pada masa ini remaja menunjukkan ciri-ciri fisik dan kejiwaan yang penting antara pubertas dan dewasa. Priode ini adalah saat individu menggunakan kemampuan untuk menerima dan memberi, untuk berkomunikasi dengan orang-orang lain dan mempercayai mereka serta belajar mengenai apa yang merusak atau apa yang baik bagi dirinya sendiri dan orang-orang lain.<br />2. Remaja sering kali dilukiskan dengan sebutan setengah siswa setengah dewasa. Ia menunjukkan ciri-ciri positif dan negatif dan sering kali dalam bentuk campuran yang membingungkan. Remaja berjuang untuk memperoleh kebebasan tetapi bersamaan dengan itu ia ingin memperoleh pijakan rasa aman dan ia sering kali menunjukkan rasa ingin tau yang semakin dewasa terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.<br />3. Dalam hal sikap remaja terhadap agama ada bermacam-macam, ada yang percaya turut-turutan, percaya dengan kesadaran, percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang) bahkan ada yang tidak percaya sama sekali atau cendrung kepada atheis.<br />Pada masa ini pula, anak sudah mulai menemukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis, maka perasaan yang ambivalen dan ketidak pastian penuh keragu-raguan akan mengalami masa atau apa yang di sebut dengan masa anak muda pada tingkat yang lebih berbobot pada usia pubertas sebenarnya. Masa pubertas ini juga merupakan masa rekonstruksi , dengan timbulnya kepercayaan diri timbul pula kesanggupan menilai kembali tingkah laku sendiri yang dianggap tidak bermanfaat lagi dan digantikan dengan dengan aktivitas yang lebih bernilai. Selanjutnya, melalui banyak kebimbangan dan ketakutan, lambat laun sampailah anak pada kepastian-kepastian baru. <br />Dalam perkembangan kognitifnya pada usia ini, seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkodinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yaitu kapasitas berfikir hipotesis dan kapasitas berfikir abstrak. <br />Pada tingkat perkembangan masa ini, memang posisinya mereka sangat membingungkan dengan sikap dan tingkah laku mereka, namun disisi lain saat ini mereka banyak dihadapkan pada lingkungan dan budaya bernuansa pragmatis, yang megajarkan bahwa yang baik dan benar ialah yang berguna, dan yang berguna itu biasanya lebih bernuansa fisik, oleh sebab itu masa seperti ini merupakan masa rawan terutama dari aspek perkembangan emosi, sosial, moralitas dan agamanya. Fenomena semaraknya materialis, pragmatis dan hedonis yang di hadapinya sehari-hari akan dapat menindas dan menghambat kemajuan moral sepritualnya. Apalagi kalau remaja kurang mendapatkan pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya, penghayatan rohaniyahnya cendrung skeptis (was-was) sehingga muncul keengganan, kemalasan untuk melakukan berbagai ritual keagamaan.<br />Dalam konteks permasalahan tersebut maka peran guru dalam program pengajaran di sekolah harus mampu memberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Demikian halnya dengan orang tua dalam pengembangan kepribadian anak adalah sangat dominan. Dalam konteks pembelajaran di sekolah, seolah-olah pendidikan agama, orang tua hanya di menyerahkan sepenuhnya kepada guru. Padahal orang tua mempunyai peran dan tanggung jawab jauh lebih besar bila di bandingkan dengan sekolah dalam upaya menumbuhkembangkan fitrah keberagamaan anak. Karena situasi di sekolah lebih terbatas bila di bandingkan dengan situasi di rumah, dengan demikian antara sekolah dengan orang tua seharusnya menjalin kerja sama yang baik dalam rangka meningkatkan mental spritualnya.<br />Dalam mengembangkan fitrah beragama anak dalam lingkungan keluarga, maka ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian orang tua yaitu sebagai berikut:<br />1. Karena orang tua merupakan pembina pertama yang harus ditiru maka seyogyanya orang tua harus memiliki akhlakul karimah.<br />2. Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik.<br />3. Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarganya<br />4. Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan, atau melatihkan ajaran agama terhadap anak.<br /><br />C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) <br /> Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam<br /> Kelas/Semester : XII (Dua belas) I (Satu)<br /> I. Standar Kompetensi : Meningkatkan Keimanan Kepada Allah Melalui Keimanan Kepada Hari Kiamat<br /> II. Kompetensi Dasar : Beriman Kepada Kiamat.<br /> 1. Indikator Pembelajaran : <br /> a. Menjelaskan pegertian hari akhir dan beriman kepada hari akhir.<br />b. Menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan hari akhir.<br />c. Menjelaskan tanda-tanda hari akhir<br />d. Menjelaskan nama-nama hari akhir <br />e. Menjelaskan peristiwa yang terjadi pada hari akhir<br />f. Menjelaskan tentang syurga dan neraka<br />g. Menjelaskan hikmah beriman kepada hari akhir<br />2. Tujuan Pembelajaran<br />a. Siswa mampu menjelaskan pengertian beriman kepada hari akhir<br />b. Siswa dapat menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan hari akhir <br />c. Siswa dapat menyebutkan tanda-tanda hari akhir<br />d. Siswa dapat menyebut nama-nama hari akhir<br />e. Siswa mampu menjelaskan peristiwa yang terjadi pada hari akhir<br />f. Siswa dapat menjelaskan tentang syurga dan neraka<br />g. Siswa dapat menyebutkan hikmah beriman kepada hari akhir<br /><br />III.Materi dan Metode Pembelajaran<br />a. Materi Pelajaran<br /> Beriman Kepada Hari Akhir (materi terlampir)<br />b. Metode Pembelajaran<br /> 1. Metode ceramah<br /> 2. Metode diskusi<br /> 3. Metode kisah<br /> 4. Metode moral reasoning ( materi terlampir)<br />IV. Langkah-langkah-langkah Pembelajaran<br />1. Kegiatan Pendahuluan<br />a. Guru memberi salam dan memulai pelajaran dengan membaca basmalah, kemudian di lanjutkan dengan doa bersama<br />b. Mengecek kehadiran siswa<br />c. Appersepsi<br />2. Kegiatan inti<br /> Guru menjelaskan beriman kepada hari akhir di mulai dengan pengertian, dalil-dalil, nama-nama, berbagai peristiwa yang terjadi, syurga neraka dan hikmah.<br /><br />3. Kegiatan akhir<br /> a. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi prihal beriman kepada hari akhir.<br /> b. Guru memberikan tes tertulis, di maksudkan sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah di ajarkan<br /> c. Guru memberikan tugas<br /> d. Guru menutup pelajaran dengan berdo’a secara bersama-sama kemudian di lanjutkan dengan bacaan hamdalah <br />V. Sumber Pelajaran<br /> 1. Al-Qur’an dan terjemahannya<br /> 2. Buku Pendidikan Agama Islam Kelas XII<br /> 3. Buku-buku lain yang relevan dengan materi pelajaran diantranya:<br /> a. Sayyid Sabiq, Akidah Islam<br /> b. A. Hasan, So’al jawab akidah Islam<br /> c. Rosihan Anwar, Akidah Akhlak<br />VI. Penilaian<br /> Tes tertulis<br />1. Jelaskan pengertian beriman kepada hari akhir?<br />2. Sebutkan 5 (lima) nama lain dari hari akhir?<br />3. Sebutkan 5(lima) nama syurga dan neraka? <br /><br />Penjelasan materi dan metode pembelajaran<br /> a. Beriman kepada hari akhir.<br />1. Pengertian hari akhir.<br />Hari akhir/kiamat adalah hari dibinasakan dan dihancurkan alam semesta yang merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia menuju kehidupan kekal diakhirat . Lalu Allah menciptakan alam lain yaitu alam akhirat.<br />Pada alam itu seluruh manusia akan dibangkitkan dari kematian untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup di dunia dan mendapat balasan yang sesuai dengan amal perbuatannya. Oleh sebab itu barang siapa yang kebaikannnya melebihi keburukannya, tentulah Allah SWT. akan memasukkannya kedalam syurga, begitu pula dengan sebaliknya barang siapa yang keburukannnya melebihi amal kebaikannnya maka akan di masukkan kedalam neraka.<br />Beriman kepada hari akhir adalah merupakan salah satu rukun iman atau sendi dari berbagai rukun keimanan dan merupakan bagian utama sekali dari berberapa bagian akidah. Iman kepada hari kiamat adalah menyakini dengan spenuh hati akan datangnya hari kiamat dan munculnya alam akhirat tempat manusia mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannnya sewaktu hidup di dunia di hadapan Allah SWT. Hal itu merupakan sendi dari rukun iman, oleh sebab itu setiap muslim wajib mempercayainya, dan bagi yang tidak mempercayainya berarti ia telah kafir. <br /><br />2. Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir<br />Di dalam al-Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang membicarakan tentang hari kiamat, diantaranya dalam surah al-Baqarah, Allah SWT. berfirman<br />• • <br />Artinya: Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) . (QS.Al-Baqarah: 281)<br />Dalam ayat yang lain Allah SWT. mengaskan dalam firmannya:<br /> •• •• <br />Artinya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal Sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya . (QS. Al-Hajj: 1-2).<br />Pada awal surah al-Hajj ini, Allah SWT. melukiskan tentang suatu peristiwa yang amat dahsyat yakni hari kiamat, dengan tujuan agar manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Printah taqwa ini di tujukan kepada seluruh umma manusia, baik laki-laki maupun perempuan supaya menghindarkan diri dari segala perbuatan yang menimbulkan murka Allah SWT. Mengenai kapan datangnya hari kiamat itu, tak seorangpun yang tau kapan waktunya, oleh karena itu kita harus menyiapkan diri untuk menhadapinya yaitu dengan memperbanyak amal shaleh. Dalam hadits Rasulullah SAW. bersabda:<br />بعثت ان والسعاعة كها تين واثاربالسبابة والوسطي<br />“Saya diutus dan hari kiamat itu jarak waktunya adalah sebagaimana dua buah jari ini. Beliau memberikan isyaratnya dengan menunjukkan jari telunjuk dari jari tengah”. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Anas RA).<br /><br />3. Tanda-tanda hari akhir. <br />Apabila ditanya kapan hari kiamat terjadi? Tidak ada seorangpun yang tau , hanya Allah yang tau kapan terjadinya hari kiamat. Allah berfirman:<br />“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".(QS.Al-A’raf:187) .<br />Walaupun kedatangan hari kiamat itu dirahasiakan, sebagai seorang yang beriman kita harus mempercayainya dengan sepenuhnya. Dalam hal ini Allah berfirman: <br />• <br />Artinya: Dan Sesungguhnya hari kiamat itu Pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.(QS. Al-Hajj: 7) .<br />Berdasarkan keterangan yang berasal dari al-Qur’an dan hadits terjadinya hari kiamat atau akhir didahului dengan tanda-tanda , sebagai berikut:<br />(a) Terbitnya matahari dari sebelah barat<br />Maka apabila matahari sudah terbit dari arah barat, lalu para manusia akan beriman seluruhnya, namun perbuatan merea yang demikian hanya sia-sia belaka karena pintu tobat pada saat itu telah ditutup oleh Allah.<br /> (b) Munculnya binatang yang berbicara dengan manusia.<br /> Menurut riwayat binatang ini akan berteriak keras sampai terdengar sampai kepelosok kota Makkah dan Madinah, mereka mengejar orang-orang yang tidak beriman yang akan menghancurkan ka’bah. Dia makhluk aneh yang diutus oleh Allah untuk memperingatkan kepada penduduk bumi yang tidak beriman kepada Allah. Dia dapat berbicara seperti manusia dan akan berkata, “Mengapa kalian tidak beriman kepada Allah?. Binatang ini panjangnya 60 dzirra’, bentuk tubuhnya tegak dan berbulu. <br />(c) Munculnya Ya’juj dan Ma’juj (perusak dan pengacau dan timbulnya bencana-bencana dahsyat).<br />(d) Munculnya dajjal (pendusta, penipu ulung).<br />(e) Al-Qur’an tinggal tulisan (sudah tidak terasa dihati) dan Islam tinggal namanya (sudah tidak ada amalan didalamnya).<br />(f) Jumlah perempuan sudah berlipat ganda daripada laki-laki<br />(g) Peredaran bumi sudah tidak teratur sebab sudah mendekati keruntuhannya.<br />Selain dari keterangan tersebut di atas tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat, Imam Nawawi, telah menyebutkan beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang begitu panjang yang di dalamnya menyebutkan Nabi Isa as. Di menara putih di timur Damaskus dan pencarian nabi Isa terhadap Dajjal hingga mendapatkannya di pintu Ludd, lalu di bunuhnya. Selanjutnya, Allah membangkitkan Yajuj dan Ma’juj lalu nabi Isa dan pengikutnya mendoakan kebinasaanya akhirnya benar-benar binasa. <br />Selain keterangan tersebut diatas, ada keterangan dari Ibnu Harmalah, dari bibinya, dia berkata, Rasulullah SAW. menyampakan khutbah sedangkan beliau di balut karena sengatan kalajengking, kalian mengatakan bahwa tidak ada musuh, padahal kalian memerangi musuh hingga datangnya Ya’juj Ma’juj yang wajahnya lebar dan matanya sipit, rambutnya kemerah-merahan dan ujungnya hitam yang turun dari tempat-tempat yang tinggi dengan wajah yang tampak beringas (Musnad Ahmad). <br />Berkaitan dengan tanda-tanda datangnya hari kiamat seperti halnya diatas, maka seorang sarjana barat Edwin P. Hubbl mengemukakan teorinya, ia berpendapat bahwa alam ini terus menerus mengembang dan pengembangan ini merupakan gejala alam dan hukum sebab akibat, karena mengembang akibatnya lama kelamaan akan meletus. Kekuatan alam semakin hari semakin lemah, karena kekuatan masa bumi pada rotasinya juga semakin lamban pada akhirnya akan hancur dan meledak. Perjalanan alam yang kian hari kian kusut, tidak lain akibat kecerobohan manusia memfungsikan alam, menebas hutan, mengeruk gunung dan percobaan nuklir di lautan dan di daratan, hal ini semua akan mengakibatkan kehancuran alam dan sekitarnya<br /><br />4. Nama-nama hari akhir<br />Didalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tetang hari akhir atau kiamat dan yang dimaksudkan disni adalah<br />(a) Kiamat sugra<br />Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami suatu kematian, baik itu berupa manusia, binatang, jin, setan, maupun malaikat. Semua makhluk hidup tidak ada yang bersifat kekal, kecuali yang Allah SWT. Sebagaimana firmannya yang artinya;<br />“Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian” (QS. Al-Imran: 185). <br />Hubungan antara yang hidup dengan yang mati amat berakar pada jiwa manusia, ini tercermin sejak dahulu kala, bahkan jauh sebelum kehadiran agama-agama besar yang di anut oleh ummat manusia dewasa ini. Konon Socrates pernah berkata, sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Syihab dalam Asy-Syahrastani dengan bukunya Al-Milal wa An-Nihal, <br />“Ketika aku menemukan kehidupan duniawi ku temukan akhir kehidupan adalah kematian, namun ketika aku menemukan kematian, akupun menemukan kehidupan yang abadi. Karena itu kita prihatin dengan kehidupan duniawi dan bergembira dengan kematian. Kita hidup untuk mati dan mati untuk hidup”. <br />Berkaitan dengan hal tersebut di atas, seorang ulama’ bernama Al-Ragib Al-Isfahany menulis, sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Syihab; “Kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Ia merupakan perpindahan dari tempat ketempat lain, sehingga dengan demikian merupakan kelahiran baru bagi manusia”. <br />Waktu kematian masing-masing makhluk tidak sama, ada yang mati dalam kandungan, masa kanak-kanak, dewasa bahkan ada yang sangat tua (mati sebelum datangnya hari kiamat), namun ada pula kematiannya itu setelah datangnya hari kiamat yaitu dari golongan malaikat dan setan.<br />Dari penomena ini akan timbul pertanyaan, bagaimanakah dengan roh orang yang sudah meniggal dunia sebelum datangnya hari kiamat? Dimanakah tempat ruh-ruh tersebut? Bagi orang yang meniggal dunia sebelum datangnya hari kiamat, ruh mereka berada di alam barzah, sebagaimana di sebutkan oleh Allah dalam firmanNya:<br />“Agar Aku berbuat amal yang saleh terhadap yang Telah Aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”.(QS. Al-Muminun:100) <br />Di alam barzah itulah, ruh setiap manusia akan menyaksikan gambaran amal perbuatannya di dunia dan balasannya kelak. Bagi orang yang beriman akan memperoleh balasan syurga sedang bagi orang-orang kafir akan memperoleh balasan di neraka, dengan siksanya yang sangat pedih, sehingga mereka berseru kepada Allah supaya di kembalikan kedunia untuk mengerjakan amal shaleh dan beriman kepada Allah yang selama ini mereka ingkarin namun Allah menjawab, bahwa mereka tidak mungkin di kembalikan ke dunia.<br /><br />(b) Kiamat kubra<br />Kiamat kubra adalah kiamat total dan menyeluruh, hancur luluhnya alam semesta ini secara serempak. Kedatangan kiamat kubra ini tidak dapat di ketahui oleh siapapun. Dalam hal ini Allah berfirman:<br /> <br />“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (QS.Ar-Rahman: 26-27). <br />Mengetahui kehidupan akhirat itu ada tau tidak, agama mengajarkan bahwa kehidupan akhirat itu ada, bahkan tidak saja agama yang megajarkan kehidupan akhirat itu ada akan tetapi dari filsafatpun orang mempercayainya, bahwa kehidupan kekal abadi itu di akhirat. Orang-orang filsafat yang percaya akan adanya kehidupan akhirat adalah Socrates, dia tidak takut menjalani hukuman mati dengan meminum racun, karena ia berpendapat bahwa kehidupan akhirat yang akan ditempuhnya lebih berbahagia dan lebih indah dari hidup yang sekarang . Demikian halnya dengan Plato muridnya Socrates, ia mengikuti jejak gurunya, ia berpendapat bahwa di belakang hidup yang nyata ini ada hidup yang lebih tinggi dan mulia.<br /><br /><br /><br /><br />5. Pristiwa yang terjadi pada hari akhir<br />(a) Alam Barzah<br />Setelah mati, manusia memasuki alam barzah atau alam kubur. Alam kubur merupakan tempat penantian arwah orang yang sudah meninggal sebelum di bangkitkan kembali oleh Allah dalam bentuk baru. Disitu roh menunggu alam baru yang di mulai dengan hari kiamat.<br />Di alam barzah roh-roh itu akan mendapatkan tempat yang baik apabila roh-roh itu semasa hidupnya berbuat kebaikan dalam rangka mengabdi kepad Allah, selain itu ada juga siksa kubur di peruntukkan bagi orang yang semasa hidupnya durhaka kepada Allah dan tidak mau bertobat.<br />Al-Qur’an menyebutkan bahwa orang yang sudah meninggal dunia akan menemui suatu pembatasan antara dunia dan akhirat, antara kematian dan kebangkitan di kemudian hari, masa itu di sebut alam Barzah. <br /><br />(b) Hari Kebangkitan (Al-Ba’ats)<br />Ba’ats artinya di bangkitkan. Maksudnya dibangkitkannya manusia dari kematian, pada hari itu manusia dibangkitkan dari kuburnya dengan cara mengembalikan roh-roh manusia kedalam tubuhnya yang asli . Allah berkuasa menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, sebagaimna dia menghidupkan tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan yang sudah mati karena musim kemarau. Demikian kenyataan dunia yang dapat di terima oleh akal kita, manuisia yang telah lam mati beratus-ratus tahun bahkan beribu-ribu tahun Allah berkuasa menghidupkan kembali, membangkitkan dari kuburnya dengan wajah yang tampak berseri-seri atau suram lagi kusam sesuai dengan amal yang di perbuat.<br />Berkenaan dengan kebangkitan itu, ada persoalan yang sering di perdebatkan di kalangan para filosof muslim dan para teolog di zaman dahulu dan masih berlangsung hingga sekarang, yaitu “Apakah manusia akan di bangkitkan dengan jasadnya? Di dalam al-Qur’an jelas sekali disebutkan bahwa kebangkitan itu tidak hanya bersifat spiritual. Berbeda dengan pendapat para filosof muslim, al-Qur’an tidak mengakui suatu akhirat yang di huni oleh jiwa-jiwa tanpa raga . Hukuman dan kebahagiaan fisik bersifat literal dan tidak merupakan kiasan. Akan tetapi nampaknya raga yang dibangkitkan itu bukanlah raga waktu di dunia dulu, jelas ketika manusia di bangkitkan ada yang hitam mukanya ada pula yang putih hal itu menunjukkan hasil perbuatan mereka sewaktu di dunia.<br /><br />c) Mahsyar<br />Mahsyar artinya tempat berkumpul. Pada hari kiamat kelak semua manusia akan bangkit kembali dari kuburnya. Setelah itu, dikumpulkan di suatu tempat untuk menjalani pemeriksaan atau perhitungan amal yang telah dilakukan selama hidup di dunia, sebagaimana firman-Nya;<br /> <br />“Dan (Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya Kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka Ini dahulu menyembah kamu?".(QS.Assaba: 40). <br /><br />Di padang mahsyar semua manusia sibuk dengan urusannya masing-masing tidak tolong meolongyang ada hanyalah pertanggungjawaban terhadap amal perbuatan sendiri. <br /><br />(d) Hisab<br />Hisab artinya perhitungan. Maksudnya ketika manusia sedah dihidupkan dan dibangkitkan kembali dari kuburnya, kemudian di kumpulkan di sebuah tempat yang di sebut mahsyar, lalu mereka di hisab atau di perhitungkan segala amal perbuatannya selama hidup di dunia. Firman Allah:<br />“Dan (Ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka”.(Al- Kahfi: 47).<br /><br />(e) Mizan<br />Mizan artinya timbangan, maksudnya timbangan amal perbuatan manusia. Setelah selesai diperiksa, segala amal perbuatan itu di timbang untuk mengeyahui apakah seseorang itu lebih banyak kebaikannya atau lebih banyak dosanya. Amal peruatan yan baik akan di letakkan di sebelah kanan dan amal perbuatan jahat akan di letakkan di sebelah kiri, apabila seseorang di serahi kitab amalnya dari sebelah kanan maka dia akan selamat dan bila di serahi kitab dari sebelah kiri maka dia akan masuk di neraka. Firman-Nya:<br />• • • <br />“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya”.(Al-Kahfi: 107-108) . <br /><br />(f) Ash-Shirath<br />Sirats itu di pasang di atas neraka jahannah. Sirats itu adalah suatu titian atau jembatan yang berada di antara syurga dan neraka. Ada juga yang mengatakan bahwa sirats itu adalah suatu jalan yang di letakkan di punggung neraka jahannam, disitu akan berlalulah orang-orang yang dahulu (awwalin) dan orang-orang yang belakang (akhirin) yakni sekembalinya mereka dari tempat pemberhentian di padang mahsyar. Dalam suatu riwayat di jelaskan bahwa permukaan shirats itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang serta lebih gelap daripada malam. <br />Berkaitan dengan sirats ini, para ulama’ khususnya kelompok ma’tazilah yang sangat rasional menolak keberadaan sirats ini, lebih-lebih melukiskannya dengan sehelai rambut di belah tujuh, menurutnya betapapun pada akhirnya hanya ada dua tempat syurga dan neraka. <br />Semua orang yang akan melaluinya sesuai dengan qadar amal perbuatannya, diantara mereka ada yang melintasinya seperti kejapan mata, ada juga yang sperti kilat dan sebaginya tergantung amal perbuatan mereka sewaktu di dunia. Pada shirats itu terdapat serbuan-serbuan yang menyambar manusia dengan amal perbuatan mereka. Barangsiapa yang dapat melewati shirats itu maka ia masuk syurga .<br /><br />6. Syurga dan Neraka<br />Syurga atau al-Ajannah ialah temapat yang di sediakan oleh Allah bagi orang yang bertauhid kepada-Nya, beriman dan beramal shaleh. Sesungguhnya Allah menjelaskan secara rinci dalam kitab-Nya mengenai syurga, kesenangannya, sungai-sungainya, pohon-pohonnya, buah-buahannya, makanan dan minumannya dan lain sebagianya. Allah menyatakan bahwa kesenangan di syurga tidak menyerupai kesenangan dunia. Firman-Nya:<br />“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan”.(QS. As-Sajdah: 17)<br />Selain itu syurga juga tempat pertemuan dengan Allah dan kehidupan syurga itu diatas segala angan-angan jasmaniyah. Kalau penghuni neraka terhalang, penghuni syurga bahkan dapat melihat Allah dan itu merupakan kenikmatan yang besar, sebagaimana firman-Nya:<br />“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya”.(QS. Yunus: 26).<br />Dalam sebagian tafsir, al-Husna (balasan baik) dalam ayat itu di artikan dengan syurga dan ziyadah (tambahan) itu di artikan pengelihatan kewajah Allah. <br />Adapun macam syurga di antaranya ialah, Firdaus (lihat. QS. Al-Kahfi:107-108), And (QS. Al-Kahfi: 30-31), Na’im (QS. Luqman: 8-9), Ma’wa (QS. As-Sadjdah: 19), Darussalam (QS. Yunus: 25), Darul Muqamah (QS. Fathir: 34-35), Maqamul Amin (QS. Ad-Dukhan: 51). <br />Sedangkan neraka adalah tempat bagi orang-orang kafir dan orang-orang yang berbuat kejahatan dan tidak mau mengabdi kepada Allah. Adapun macam-macam neraka adalah, Jahannam (QS. At-Taubah: 63), Al-Jahim (QS. Ad-Dukhan: 56), Al-Hawiyah (QS. Qari’ah: 8-11), Wail (QS. Mutaffin: 1-3), Ladha (QS. Al-Ma’arij: 15-18), Sa’ir (QS. Al-Muluk: 5), Saqar (QS. Al-Muddassir: 26-30), Al-Hutamah (Qs. Humazah: 4-9). <br /><br />7. Hikmah beriman kepada hari akhir<br />Hikmah beriman kepada hari akhir pengarunya sangat besar sebab setelah manusia mwngetahui dan yakin akan adanya hari pembalasan setiap amal, ia pasti akan berhati-hati dalam bertindak dalam hidup di dunia, karena setiap amal akan dibalas sesuai dengan perbuatannya sewaktu di dunia. Sedikitnya ada beberapa hikmah yang bisa di ambil dari beriman kepada hari kiamat yaitu:<br />(a) Mendorong manusia untuk lebih tekun beribadah dan berbuat kebajikan karena ia yakin bahwa akan ada pembalasan setiap amal yang di lakukan selama hidup di dunia.<br />(b) Bertindak dengan penuh perhitungan. Dengan beriman kepada hari akhir akan merasa dalam lindungan kepada Allah dan di jauhkan dari kesesatan, karena kita berada dalam kebenaran Allah dan kita mengetahui bahwa orang yang tidak beriman kepada hari akhr akan berada dalam siksaan dan kesesatan.<br /><br />b. Metode Pembelajaran<br />Secara umum metode diartikan sebagai cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapi tujuan . Apabila diterapkan dalam pembelajaran, maka tujuan yang di capai adalah tujuan pembelajaran. Ahmadi Prasetya, secara luas mengartikan metode sebagai suatu pengetahuan tentang cara mengajar oleh guru atau instruktur. Ahmad Tafsir berpendapat metode mengajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran. Sedangkan Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani mengatakan metode mengajar adalah jalan seorang guru untuk member faham kepada murid-muridnya dan merubah tingkah lakunya sesuai dengan tujuan-tujuan yang dinginkan. Lebih simple lagi Mansyur mengemukakan bahwa metode mengajar adalah tekhnik penyajian oleh guruuntuk mengajar atau menyajikan pelajaran dikelas, baik secara individual maupun kelompok agar materi pelajaran itu dapat di serap, dipahami, dan di manfaatkan oleh siswa. Jadi menjadi pendidik yang profsional dan sadar akan berusaha mencari metode yang lebih efektif sekaligus mencari pedoman-pedoman pendidikan yang berpengaruh dalam upaya mempersiapkan anak secara mental, moral, saintifikal, spiritual, dan sosial sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan,kedewsaan, dan kematangan berfikir. <br />Berdasarkan beberapa keterangan di atas, dapat dipahami bahwa metode mengajar adalah cara penyajian materi pelajaran oleh guru guna terjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Oleh sebab itu semakin baik pemilihan metode maka semakin konduksip pula tujuan pembelajaran yang akan di capai.<br />Terkait dengan materi beriman kepada hari kiamat/akhir, maka penulis akan mengetengahkan beberapa metode mengajar diantaranya:<br />1. Metode ceramah<br />Metode ceramah adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik . Secara luas metode ceramah adalah menyampaikan sejumlah keterangan, fakta, juga menjelaskan kepada siswa mengenai suatu masalah atau topik dan atau metode ceramah diartikan cara menyampaikan materi kepada siswa dengan penerangan dan penuturan secara lisan. Prinsip dasar metode ini adalah al-Qur’an. <br />Dalam pembelajaran agama Islam metode ini erat kaitannya dengan metode nasehat dan sangat efektif di gunakan dalam upaya meyampaikan materi dalam upaya membentuk keimanan anak, mempersiapkannya secara moral, psikis, dan sosial. Sebab nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral mulia dan mengajarinya tentang prinsip-prinsip Ialam. Maka tidak aneh jika al-Qur’an menggunakan metode ini dan berbicara kepada jiwa dan nasehat. <br /><br />2. Metode diskusi<br />Dalam pengertian yang umum, diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat atau pemecahan masalah. Secara khusus metode diskusi adalah suatu cara penyajian/penyampaian materi bahan pelajaran, dimana guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik/kelompok-kelompok untuk membicarakan/memecahkan masalah, mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu maslah. <br /><br />3. Metode kisah<br />Kisah berasal dari kata al-Qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Di katakan qasastu asara, artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya” Kata al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah dalam surah al-Kahfi: 64, fartadda ala atsarihima qasasa, maksudnya adalah kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak darimana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa yang artinya”Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan: Ikutilah dia”.(al-Qasas: 11). Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang megambilnya. Qasas juga di artikan sebagai berita-berita yang berurutan , sehingga boleh dikatakan bahwa kisah termasuk bentuk variatif dari ajaran yang di sampaikan Muhammad yang sarat dengan hikmah dan ‘ibrah. Sedangkan perbedaan kisah dengan certia bahwa kisah merupakan cerita yang benar-benar terjadi dan cerita mencakup cerita fiksi maupun non fiksi. Inti dari kisah adalah ibrah (pelajaran/hikmah). <br />Internalisasi kisah dari metode ini terhadap pembelajaran beriman kepada hari kiamat adalah kisah-kisah manusia masa lalu yang berbuat zalim kepada Allah yang telah di ungkapkan dalam al-Qur’an, lalu memberikan azab kepada mereka akibat dari perbuatannya. Jadi intisari kisah tersebut akan menggugah perasaan emosi, motivasi kepada siswa agar lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbuat sebelum datang suatu hari (kiamat) yang daripadanya manusia tidak bisa berbuat apa-apa.<br /><br />4. Metode moral reasoning.<br />Secara konseptual, istilah “moral” sangat erat kaitannya dengan kaidah-kaidah tertentu dan pasti yang mengatur tingkah laku manusia dalam berbagai tingkah laku dan merupakan dasar bagi semua kehidupan. Menurut Lickona, sebagaimana yang di kutip oleh Ahmad Munjin Nasih menegaskan bahwa moralitas menjadi karakter yang baik bersal dari pengetahuan akan kebaikan, lalu keinginan untuk melakukan kebaikan dan akhirnya melakukan kebaikan. Lebih lanjut Yuniarti mengaskan bahwa dalam metode moral reasoning anak didik di latih mendiskusikan suatu perbuatan untuk menilai baik buruknya suatu perbuatan . Metode moral reasoning di laksanakan dengan memberikan suatu kasus melalui diskusi, studi kasus, menonton film dan lain sebagainya.<br />Dengan menentukan studi kasus , anak didik menyertakan alasan-alasan mereka dalam pemberian alternatif jawabannya. Melalui pemberian alasan inilah perserta didik belajar untuk menentukan sikap dalam hidup, karena mereka belajar memprediksi konsekwensi dari perbuatan mereka.<br />Kisah-kisah dalam bentuk VCD, televisi, atau cerita-cerita dari sumber-sember lain yang mengandung pesan moral tentang baik buruknya perjalanan hidup manusia menuju ke alam barzah. Maksud dan tujuannya adalah agar peserta didik dapat menjadikannya i’tibar sekaligus introspeksi diri, dan juga mampu untuk merenungi apa yang sudah di perbuat dan apa yang akan di kerjakan sebelum malaikat maut menjemput nyawa manusia. <br /><br />C. PENUTUP<br />1. Kesimpulan<br />Hari kebangkitan bukan hanya sekedar dogma yang di haruskan untuk di percaya agar seseorang memperoleh keselamatan di akhirat, hari kiamat juga adalah sebuah prinsip hidup yang akan membuat hidup di dunia ini lebih bersungguh-sungguh dan berfaidah. Orang yang beriman sudah seharusnya mempergunakan dunia ini sebagai sawah lading untuk keselamatan akhirat. Orang yang beriman menguasai dan mempergunakan dunia ini untuk dirinya dan oleh karena itu tidak bisa di kuasai dan diperalat oleh dunia. Orang yang beriman menjadi tuan bagi dunia dan bukan menjadi hambanya.<br />Dengan pengertian itu, mempercayai kehidupan hari akhir bagi orang yang beriman tidak menyebabkan mereka berhenti dari mengerjakan dari mengerjakan urusan-urusan dunia karena mengerjakan persoalan-persoalan dunia berarti juga menjalankan perintah agama. Di samping itu, hari kebangkitan membangkitkan kesadaran dalam batin manusia akan hidup yang lebih tinggi diakhirat, oleh sebab itu ia akan bersungguh-sungguh dan berusaha sekeras-kerannya untuk menggunakan tiap-tiap kesempatan yang ada untuk menempuh kehidupan yang paling berarti dan akan berbuat kebaikan apa saja yang ia mampu sekaligus menjauhi perbuatan buruk<br /><br />2. Kesulitan mengajarkan materi beriman kepada hari akhir<br />Mengajarkan materi akidah atau yang tersangkut paut dengan persoalan keimanan tidaklah semudah apa yang di bayangkan, guru dalam tugasnya hanya sebatas menyampaikan materi dari aspek kognitif, karena materi keimanan/ketauhidan tidak bisa di ukur oleh apapun, oleh sebab itu guru dalam konteks ini akan memberikan materi menurut caranya masing-masing. <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Al-Adnani, Abu Fatiah, 2007, Misteri Negeri-Negeri Akhir Zaman, Cemani Solo: Granada Mediatama.<br />Aminuddin, et. al, 2006, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu.<br />Anwar, Rosihan, 2008, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia.<br />Al-Khatib, Muhammad Khalil, 2005, Khutbah Rasulullah, terj. Katsur Suhardi, Jakarta: Darul Falah.<br />Al-Alim, Mustafa, 1982, Akidah Islam Ibnu Taimiyyah, Bandung: Al-Ma’rif<br />Al-Qazab, Abdul, 1994, Kitabul Iman, terj. Tarmana Ahmad Qasim, Bandung: Trigenda Karya.<br />Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Muhammad, 1979, Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang.<br />Bakhtiar, Amsal, 2007, Filsafat Agama,Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.<br />Muhaimin, 2007, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajagrafindo Persada.<br />---------,2006, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.<br />--------, et. al., 2001, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah, Bandung: Rosdakarya.<br />Mansyur, 1998, Materi Pokok Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Dirjen Agama Islam dan Universitas Terbuka.<br />Munjin, Ahmad, et.al, 2009, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: Refika Aditama.<br />Nata, Abudin, ed. 2008, Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Ketuhanan, Bandung: Angkasa.<br />---------, 2008, Metodogi Studi Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.<br />Nashih Ulwan, Abdullah, 1992, Pendidikan Anak Menurut Islm; Kaidah-Kaidah Dasar, Bandung: Rosdakarya.<br />Ramayulis, 2005, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.<br />Suwito, 2004, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta: Blukar.<br />Sumbodo. et. al., 2006, Ringkasan Riyadusshasihin, terj. Abu Khodijah Abdurrohim, Bandung: Irsyad Baituts Salam.<br />Sabiq, Sayid, 2005, Akidah Islam; Pola Hidup Manusia Muslim, terj. Moh. Abdai Rathomy, Bandung: Diponegoro.<br />Simanjuntak dan Pasaribu, 1986, Didaktik dan Metodik, Bandung: Tarsito.<br />Surakhmad, Winarno, 1979, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung: Jemmars.<br />Syahidin, 2005, Aplikasi Metode Qur’ani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah,Tasikmalaya: Ponpes Suralaya.<br />Saleh, Qamarudin, 2002, Ayat-Ayat Perintah Dan Larangan Dalam Al-Qur’an Pedoman Menuju Akhlak Al-Qur’an, Bandung: Diponegoro.<br />Syihab, Quraish, 1996, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Perso’alan Ummat, Bandung: Mizan.<br />--------, 1992, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Pran Wahyu dalam Kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan.<br />Tafsir, Ahmad, 2008, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: Remaja Rosdakarya.<br />--------, 2006, Filsafat Pendidikan Islami; Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu memanusiakan Manusia, Bandung: Rosdakarya.<br />--------, 1996, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.<br />--------, 2008, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam, Bamdung: Maestro.<br />Yusuf, Syamsu. LN, 2006, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosdakarya.<br />Zuhairini, et. al, 1983, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Usaha Nasional.Unknownnoreply@blogger.com1