A. Menelusuri Gagasan Sekularisasi
Sekularisasi adalah gagasan yang berasal dari warisan sejarah perkembangan peradapan barat. Hal ini dapat ditelusuri mulai abad pertengahan (Middle ages) Barat ketika peradapan mereka ditandai dengan adanya dominasi gereja yang menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Penyebabnya adalah Bible mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Revolusi ilmiah (Scientific revolution) yang dirintis Coparnicus dengan teori heliosentrisnya dianggap bertentangan dengan ajaran Bible. Dalam Bible disebutkan bahwa matahari dan bulan diciptakan setelah Bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang system solar.
Pertentangan antara akal dan dan Bible mulai mengkristal pada zaman modern. Orang barat menyebut sejarah zaman pertengahan itu sebagai zaman kegelapan (Dark ages). Saat itu, akal disubornasikan dibawah Bible. Karena itulah, mereka menamakan sejarah peradapan Eropa pada abad XV dan XVI sebagai zaman kelahiran kembali (Renaissance) karena saat itu akal terbebas dari Bible. Periode ini ditandai dengan semaraknya semangat rasionalisme oleh barat. Para filosof, teologi, sosiologi, psikologi, sejarawan, politikus dan lain-lainnya menulis berbagai karya yang menitik beratkan aspek kemanusiaan, kebebasan, dan keadilan.
Kesimpulannya, gagasan sekularisasi muncul karena ketidak sanggupan doktrin dan dogma agama Kristen untuk berhadapan dengan peradapan barat yang terbentuk dari berbagai unsur. Hasilnya, para teolog Eropa dan Amerika dan beberapa lainnya, mengagas revolusi teologi radikal. Cox menggelari mereka sebagai para ”teolog kematian Tuhan” (Death of god thelogians). Mereka menegaskan bahwa untuk menghadapi sekularisasi, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup sains modern.
B. Istilah Sekularisasi
Harvay Cox pada th 1960-an telah menjelaskan secara rinci bahwa istilah inggris secular berasal dari bahasa latin saeculum yang berarti zaman sekarang (this present age). Menurut Harvey Cox, kata Dunia di dalam bahasa latin memiliki dua istilah berbeda, yaitu mundus dan saeculum, maka kata Dunia dalam bahasa latin menjadi suatu kata yang ambivalen. Bagi orang Yunani Dunia adalah sebuah ruang, sebuah tempat, sebaliknya dalam bahasa Ibrani, esensi Dunia adalah sejarah. Peristiwa yang terjadi secara berurutan, bermula dari penciptaan dan menuju kesempurnaan. Yahudi menganggap bahwa diniawi diciptakan oleh Tuhan agar manusia mencintainya dan membawa kesempurnaan.
Cox menjelaskan bahwa pengaruh kepercayaan Ibrani terhadap dinia Hallenistik terjadi melalui perantara orang-orang Kristen awal, yaitu dengan cara menemporalisasikan realitas. Jadi, karena pengaruh Ibrani itu, konsep sekuler menunjukan kondisi (condicition)dunia pada zaman ini (this age) atau masa sekarang (now). Zaman ini atau masa sekarang berarti peristiwa-peristiwa di dunia ini. Jadi inti dari makna sekuler adalah bahwa konteks dunia berubah terus menerus. Akhirnya, berujung pada kesimpulan bahwa nilai-nilai kerohanian adalah relatif.
Kata sekularisasi yang pada awalnya memiliki makna yang sangat sempit dan khusus, kemudian perlahan-lahan meluas. Sekularisasi yang awalnya bermakna proses pindahnya tanggung jawab pendeta yang agamis menjadi seorang parokia, semakin meluas menjadi pemisahan kekuasaan antara Paus dan Kaisar. Sekularisasi bermakna pembagian antara institusi spritual dan sekuler, sekularisasi bermakna pindahnya tanggung jawab tertentu dari gereja kepada kekuasaan politik.
C. Perbedaan Sekularisasi dan Sekularisme
Setelah melacak perubahan makna yang terjadi pada kata sekularisasi secara etemologis. Cox kemudian membedakan antara sekularisasi dan ssekularisme, menurut cox sekularisasi mengimplikasikan proses sejarah, hampir pasti tak mungkin diputar kembali. Masyarakat perlu dibebaskan dari kontrol agama dan pandangan hidup metafisik yang tertutup. Jadi intinya, sekularisasi adalah perkembangan yang membebaskan. Sebaliknya sekularisme adalah nama sebuah ideologi. Sekularisme adalah sebuah pandangan hidup baru yang tertutup yang fungsinya sangat mirip dengan agama. Selain itu, lanjut Cox, sekularisasi itu berakar dari kepercayaan Bible. Pada taraf tertentu, sekularisasi adalah hasil autentik dari implikasi kepercayaan Bible sejarah barat. Oleh karena itu, sekularisasi harus diawasi, diperiksa, dan dicegah untuk menjdi ideologi Negara.
D. Bebas Agama
Dunia menurut Cox, perlu dikosongkan dari nilai-nilai rohani dan agama. Sains akan berkembang dan maju jika dunia dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan adanya kekuatan supernatural yang menjaga dunia. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apapun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan acara apa pun, semua makna-makna rohani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Untuk itu, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (Divine entity).
Konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan (desacralization of polities) yang bermakna bahwa politik tidaklah sacral. Jadi unsur-unsur rohani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh karena itu pula, peran ajaran agama kepada institusi politik harus disingkirkan. Hal ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah.
Seperti halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekularisasi juga terjadi dalam kehidupan, yaitu dengan penyingkiran nilai-nilai agama atau dekonsekrasi nilai-nilai. Mereka mengatakan bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekuler harus dikosongkan dari nilai-nilai agama.
Dengan konsep ini, manusia sekuler dapat tidak mengetahui kekebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap karena semua hal dianggap relatif. Makna kebenaran bagi mereka adalah ”segala yang berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam Al-Qur’an.
Minggu, 24 Januari 2010
SEKULARISME
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar