A. Pengertian takhrij
Kata takhrij adalah bentuk masdar dari fi’il madi , kharaja, yakhriju, takhrija, yang secara bahasa berarti “mengeluarkan sesuatu dari tempat” . Atau dengan kata lain, secara setimologi, kata takhrij berasal dari kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas). Takhrij juga bisa berarti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al-taujih (menerangkan.
Sedangkan pengertian takhrij ,menurut para ahli hadits memiliki tiga macam pengertian, yaitu:
Pertama, usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini di namakan istikhraj. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadits dari kitab jami’ al-Sahih al-Muslim, kemudian dia mencari sanad hadits tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh Muslim. Kedua, suatu keterangan bahwa hadits yang di nukilkan kedalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Ketiga, suatu usaha untuk mencari derajad, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
B. Manfaat Takhrij hadits
Ada beberapa manfaat takhrij al-Hadits antara lain:
1. Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2. Memberikan kemudahan bagi orang lain yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits adalah haditsmakbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkm apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak) dan menguaakan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal berasal dari Rasulullah SAW. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C. Kitab-kitab yang di perlukan untuk mentakhrij hadits
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij al-Hadits. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain :
1. Hidayat al-Bari ila Tartibi Ahaditsi Al-Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri al-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus mencari hadits-hadits yang termuat dalam shahih al-Bukhari. Lapaz-lapaz hadits di susun menurut urutan abjad Arab, namun hadits-hadits yang dikemukan secara berulang dalam sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus diatas. Dengan demikian perbedaan lapadz dalam matan hadits riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
2. Mu’jam Al-Fazi wala Syyiama al-Garibu minha (Fihris Litartibi ahaditsi Sahih Muslim).
Kitab tersebut merupakan salah satu juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang di sunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus terhadap jus ke-IV yang berisi:
a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadits dan juz yang memuatnya
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam sahih Muslim
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini di susun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqdiah. Kitab ini dapat digunakanuntuk mencari hadits-hadts yang diriwayatkan oleh Muslim, akan tetapi hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadits-hadits yang berupa sabda (qauliyah) saja. Hadits tersebut disusun menurut abjad dari awal lafaz hadits lafaz matan hadits.
4. Al-Bugyatu fi Tarbi Ahadasi Al-Hilyah
Kitab ini di susun oleh Sayyid Abdul Aziz bin al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Siddiq al-Qammari. Kitab tersebut memuat dan menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab yang di susun Abu Nuaim al-Asbuni (w. 430 H).
5. Al- Jamius Shagir
Kitab ini di susun oleh Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab kamus hadits tersebut memuat hadits-hadits yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuti juga, yakni kitab Jami’ al-Jawani. Hadits yang dimuat dalam kitab ini di susun berdasarkan urutan abjad dari awal lapaz matan hadits. Sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian-sebagian saja namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadits tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang bersangkutan dengan nama-nama mukharijinya (periwayat hadits yang menghimpun hadits-hadits dalam kitabnya). Selain itu hampir setiap hadits yang dikutip dan di jelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh al-Suyuti.
6. Al-Mujam Al-Mufahras li Alfazil Hadits Nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penysunan ialah Dr. Arnold Jhon Wensick (w. 939 M)Seoeang Profesor bahasa-bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.
Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits berdsarkan petunjuk lafadz matan hadits. Berbagai lafadz yang di sajikan tidak dibatasi hanya lafadz yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadits, dengan demikian kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadits, asal saja sebagian dari lapadz matan yang di carinya itu telah diketahuinya.
Kitab mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang terdapat dalam Sembilan kitab hadits, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan Daromi, Muatta Malik, Musnad Ahmad.
D. Cara melaksanakan Takhrij hadits
Secara garis besar mentakhrij hadits (takhrij al-Hadits) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah di sebutkan diatas. Adapu dua macam cara takhrij al-Hadits yaitu:
1. Mentakhrij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat di cari atau diselusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai dengan abjad.
2. Mentakhrij hadits dengan berdasarkan topik permasalahan (takhrij al-Hadits bit Mundu’i). Upaya mencari hadits terkadang tidak di dasarkan pada lafadz matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian hadits pada topic masalah sangat menolong pengkaji hadits yang ingin memahami pentunjuk-petunjuk hadits dalam segala konteks.
Lebih lanjut, Abdul Madjid Khon menjelaskan bahwa karena banyaknya pengkodifikasian buku hadts maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan tekhnik buku hadits yang ingin di teliti, paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penelusuran hadits dari sumber buku hadits yaitu takhrij dengan kata, takhrij dengan tema, takhrij dengan permulaan matan, takhrij dengan melalui sanad, pertama dan takhrij dengan sifat.
Menurut literatur yang lain, mentakhrij al-hadits dengan menggunakan perangkat komputer melalui bantuan CD ROM. Cara melakukan takhrij hadits dengan menelusuri dan membaca kitab-kitab hadits atau kamus sangat baik, namun memerlukan waktu yang lama. Untuk memperceoat proses penelusuran dan pencarian hadits secara cepat, jasa komputer dengan program Mausu’ah al-hadits al-syarif al-Kutub al-Tis’ah bisa digunakan. Program ini merupakan sofwere computer yang tersimpan dalam komputer dalam compact disk read only memory (CD ROM) yang di peroduksi Sakhr pada tahun 1991 edisi 1.2.
Program ini memuat seluruh hadits yang terdapat dalam al-Kutub al-tis’ah (shahih al-Bukhari, shahih Muslim, sunan Abu Daud, sunan An-Nasai, sunan Turmudzi, sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad ibn Ambal, Muwatha Malik dan sunan Darimi) lengkap dengan sanad dan matannya. Disamping itu program ini juga mengandung data-data tentang biografi, daftar guru dan murid, al-jarh wa al-ta’dil dari semua periwayat hadits yang ada di dalam al-kutub al-tis’ah. Program ini juga dapat menampilkan skema sanad hadits, baik satu jalur maupun skema semua jahr periwayatan.
Ada delapan (8) macam cara yang bisa digunakan untuk menelusuri hadits-hadits yang terdapat dalam kitab kutub al-tis’ah, kedelpan cara penelusuran hadits tersebut adalah:
a. Dengan memilih hadits yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan hadits yang dicari.
b. Dengan mengetikkan salah satu lafadz dalam matan hadits
c. Berdasarkan tema kandungan hadits.
d. Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya.
e. Berdasarkan pada nomor urut hadits
f. Berdasarkan pada perawinya.
g. Berdasarkan pada aspek tertentu dalam hadits.
h. Berdasarkan takhrij hadits.
Senin, 25 Januari 2010
TAKHRIJ HADITS
METODE PEMBELAJARAN AL-QUR’AN
A. PENDAHULUAN
Al-Qur'an merupakan kitab suci yang menempati posisi sentral, bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman namun juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan ummat islam sepanjang empat belas abad. Kitab suci ini diturunkan Allah kepada Nabi pemungkas, Muhammad SAW lengkap dengan lafal dan maknanya, diriwayatkan secara mutawatir, memberi faedah untuk kepastian dan keyakinan, ditulis dalam kitab suci mulai awal surat, al-Fatihah sampai akhir surat, an-Nas.
Ayat-ayat Al-Qur'an masih bersifat global. Oleh karena itu, ia menuntut umat islam untuk melakukan studi agar mahir dalam membacanya secara baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu Tajwid.
Sejak beberapa tahun ini banyak sekali metode-metode cara cepat untuk bisa membaca Al-Qur’an secara baik dan benar. Dimasa kini, cara untuk bisa membaca ayat-ayat Al-Qur'an banyak sekali penawaran-penawaran dari metode bisa membaca Al-Qur’an sehingga memperkaya Khazanah kekayaan metode ilmu baca tulis Qur’an. Pada masa-masa selanjutnya, Usaha untuk membumikan Al-Qur’an mulai berkembang sejalan dengan kemajuan dengan kemajuan taraf hidup anusia yang didalamnya syarat dengan persoalan-persoalan yang tidak selalu tersedia jawabanya secara eksplisit dan insplisit.
Pendekatan cara dan corak metode yang mengandalkan cara-cara tertentu dalam pandangan sebagian ulama haruslah bertujuan utamanya dalam 3G yaitu Gemar (Gerakan membaca Al-Qur’an),Getar (Gerakan Tarjamatul Qur’an),dan Gempar (Gerakan Pengamalan Al-Qur’an) . Ketiga konsep ini mudah disebutkan, tetapi tidak begitu mudah menuntun orang ke pemahaman seluk-beluk metode untuk diturunkan ke teknik yang dimaksud, karena ketiga konsep tersebut masih memerlukan teknik yang bersifat operasional. Namun disini kami cuma akan membahas pengertian Metode Attikror, objek kajian, dan langkah-langkah serta kelebihan dan kekurangannya.
B. PEMBAHASAN
1. METODE ATTIKROR
1. Pengertian Model pembelajaran
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bingkai dari suatu pendekatan,strategi, metode dari pembelajaran.
Setidaknya ada 4 model pembelajaran sebagaimana yang dijelaskan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil (1) model interaksi sosial, (2) model pengolahan informasi (3)model personal-humanistik dan (4) model modifikasi tingkah laku.
2. Model Attikror
Metode Attikror adalah metode pembelajaran dalam membaca al qur’an secara berulang-ulang,cepat, dan benar dengan keterbatasan jam pelajaran yang tersedia,sesuai, realistis dan proporsional. Metode Attikror ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Listening skill : murid mendengarkan bacaan kalimat Al-Qur’an dari guru dan
temannya
b. Reading drill : murid membaca kalimah Al-Qur’an yang telah dibaca
guru dan temannya
c. Oral drill : melatih lisan mengucapkan kalimat Al-Qur’an yang
diucapkan guru dan temannya.
3.Materi
Menghapal adalah proses menyimpan data kememori otak. Sedangkan daya ingat adalah kemampuhan mengingat kembali data-data yang telah tersimpan dimemori bila diperlukan. Sedikitnya ada tiga metode atau cara dalam menghapal yaitu:
1) Metode Pelafalan yaitu menglafalkan atau mengucapkan kata atau kalimat sesuai dengan makhorijil huruf, Metode ini merupakan metode yang sejak lama banyak digunakan orang ketika menglapalkan huruf-huruf yang ada dalam Al-Qur’an.
2) Metode Nadhoman yaitu menghapal kata atau kalimat dengan cara dinyanyikan mengikuti nyanyian ataupun nasyid yang kita sukai. Metode hapalan ini paling disenangi oleh anak-anak karena bisa menghapal sambil bermain. Memang pada umumnya mengahapal dengan metode nyanyian ini sangat cocok diterapkan di TK dan di SD saja walaupun tidak menutup kemungkinan diterapkan di tingkat menengah.
3) Metode campuran yaitu menghapal kata atau kalimat dengan cara mencampur metode yang ada, bisa campuran metode Pelafalan bisa juga campuran metode Nadhom.
4. Tahapan-tahapan dalam menghapal kalimah al-qur’an dengan metode Attikror
Seorang guru harus mengetahui langkah yang paling tepat ketika menularkan bacaan al-Qur’an. Adapun tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Siapkan Al-Qur’an atau buku Iqro’ bagi pemula sebagai materi hapalan.
2) Terlebih dahulu guru membaca kalimat dan ayat al-Qur’an baik satu ayat atau sampai ada waqof tertentu
3) Sebelumnya murid diminta untuk memperhatikan bacaan itu dengan seksama dan penuh konsentrasi sehingga bisa disimak secara benar.
4) Surat atau Ayat yang akan dibaca terlebih dahulu dicontohkan oleh guru kemudian diikuti oleh semua murid ataupun dibaca secara bersamaan antara guru dan murid.
5) Surat ataupun ayat tersebut kemudian dibaca oleh satu orang murid yang ditunjuk sebelumnya kemudian diikuti oleh seluruh murid sampai ayat terakhir selesai dibacakan.
6) Kalimat ataupun ayat yang telah dibaca itu kemudian diulangi lagi terlebih dahulu oleh guru diikuti oleh seluruh murid. Pembacaan setiap kalimat bisa dua kali, bisa juga tiga kali tergantung kerumitan hapalannya.
7) Selanjutnya satu orang atau dua orang murid diminta secara bergiliran membacakan ayat ataupun surat yang telah dibaca guru tadi diikuti oleh seluruh murid sebagaimana yang telah dicontohkan oleh guru sebelumnya.
5. Kelebihan dan kekurangan
1) Kelebihan dari metode Attikror
Gairah siswa terhadap mengaji sangat tinggi
Kegiatan siswa selama belajar terkontrol
Bacaan siswa terhadap kalimat Al-Qur’an sangat baik
Pembelajaran jadi lebih efisien
Komunikasi antar siswa jadi lebih terarah
Proses KBM menjadi lebih hidup karena melibatkan siswa juga.
Penyimpanan hapalan di memori siswa jadi lebih kuat.
2) Kekurangan dari metode Attikror
Sebelum memakai metode ini, Guru harus mengetahui cara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar sesuai kaidah ilmu Tajwid terlebih dahulu.
Guru harus menyiapkan sampai dimana kalimat bacaanya akan berhenti sehingga harus mengetahui hukum-hukum waqof..
Secara skematik kerangka model Attikror dapat dinyatakan sebagai berikut:
F. Contoh RPP
C. PENUTUP
Saat ini telah banyak metode pengajaran baca tulis al-Qur’an dikembangkan ( iqra, at-tanzil,qira’ati, marhalah ta’limil qur’an, libat dsb.) begitu juga buku-buku panduannya telah banyak disusun dan dicetak. Para pelajar tinggal memilih metode yang efektif, paling cocok dengan kondisi lingkungannya masing-masing. Namun sampai saat ini masih banyak dijumpai guru pendidikan agama islam yang mengeluh terhadap hasil pendidikan agama islam, khususnya kemampuan mengetahui hukum tajwid dari ayat-ayat al-Qur’an.
Penulis menawarkan metode sederhana mengenai cara membaca agar hapa surat-surat pendek yang diberi nama metode Attikror, namun demikian jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran dari rekan-rekan sangat penulis nantikan sebagai bahan untuk ditindak lanjuti.
Daftar Pustaka
Muhammad Irdho,2001, Trik membaca Al-Qur’an cepat bisa, PT Irsyad Baitus Salam.
Supyan Kamil, 1999, strategi belajar Al-Qur’an, Bandung Grafindo
Rahmat hidayat S. Ag, 2002,Khazanah Pendidikan Agama Islam SMP , PT Serangkai Pustaka Mandiri.
Agus nggermanto, Quanum quotietnt, (Bandung; yayasan Nuansa cendikia 2005) hal 66
Muhammad Abu Shabah , Al-Madkhallimadrosatil al-Qur'anil karim, Cetakan 111, Mesir. Al-Azhar,
M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur'an, PT.Mizan, Bandung, 1994
PENTINGNYA MENGAJARKAN SEJARAH
A. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai sejarah, pandangan kita tidak pernah lepas dari masa lampau. Sejarah bukanlah suatu yang asing bagi kita.Walaupun demikian, masih banyak diantara kita yang belum mengetahui “Apa sebenarnya sejarah itu ?”,” Apa tujuan belajar sejarah” atau “Apa manfaat belajar sejarah ?”. Pengetahuan sejarah menjadi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada masyarakat di dunia ini yang tidak mengenal sejarah, walaupun tidak semuanya mengetahui bagaimana kehidupan bangsa atau masyarakat terdahulu.Hal ini disebabkan kurangnya peninggalan tertulis yang ditinggalkan oleh masyarakat terdahulu yang sampai kepada generasi berikutnya.
Sejarah telah menjadi suatu pengetahuan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa atau suatu negara. Dengan mempelajari sejarah, kita akan mendapat gambaran tentang kehidupan masyarakat dimasa lampau atau mengetahui peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lampau itu dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dimasa yang akan datang. Kata “ sejarah” berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sangat sederhana ketingkat yang lebih kompleks atau ketingkat yang lebih maju. Itulah sebabnya, sejarah berkembang dari akar sampai ranting yang terkecil.
Dalam bahasa Inggris, kata “sejarah”(history) berarti masa lampau umat manusia. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata “sejarah” (geschicht ) berarti sesuatu yang telah terjadi. Kedua kata itu dapat memberikan arti yang sesungguhnya bagi sejarah, yaitu sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia. Dengan demikian sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ketingkat yang lebih maju atau modern.Sejarah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang dengan metode-metode serta standar-standar tertentu. Menpelajari sejarah merupakan suatu jenis berpikir secara historis.
Cara berfikir sejarah berbeda dengan cara berfikir ilmu pengetahuan alam. Alasannya, cara berpikir sejarah akan selalu berkaitan dengan masa lampau, sedangkan ilmu pengetahuan alam akan berkaitan dengan masa sekarang. Perhatikan sejarah terfokus pada pengalaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia, serta peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam lingkup manusia. Sebagai suatu studi, sejarah meneliti sepanjang kehidupan manusia,yaitu sejak manusia pertama kali muncul di bumi ini hingga sekarang.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah sebagai Guru yang baik
Sejarah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang dengan metode-metode serta standar-standar tertentu. Menpelajari sejarah merupakan suatu jenis berpikir secara historis.
Cara berpikir sejarah berbeda dengan cara berpikir ilmu pengetahuan alam. Alasannya, cara berpikir sejarah akan selalu berkaitan dengan masa lampau, sedangkan ilmu pengetahuan alam akan berkaitan dengan masa sekarang. Perhatikan sejarah terfokus pada pengalaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia, serta peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam lingkup manusia. Sebagai suatu studi, sejarah meneliti sepanjang kehidupan manusia,yaitu sejak manusia pertama kali muncul di bumi ini hingga sekarang.
Bagan Sejarah sebagai guru yang ba
2. Keberadaan masa kini ditentukan oleh sejarah
Kamus Umum Bahasa Indo nesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian berikut.
Sejarah berarti silsilah atau asal-usul.
Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau
Sejarah berarti ilmu, pengetahuan ,cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Moh. Ali daam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut.
Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.
Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.
Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian dan peristiwa dalam kenyataan disekitar kita.
Dari uraian tentang sejarah itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atah kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia.
Kata sejarah dalam bahasa Arab, syajaratun yang artinya pohon. Sejarah Arab di ambil dari silsilah Raja-raja Arab. Silsilah ini kalau dibalik menyerupai sebuah pohon dari batang sampai keranting yang terkecil sekalipun.
3. Historisme
Dalam kehidupan manusia,peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik dan penting.
♦ Peristiwa yang abadi
Peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, karena peristiwa twersebut tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
♦ Peristiwa yang unik
Peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang unik karena hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.
♦ Peristiwa yang penting
Peristiwa sejrah merupakan peristiwa yang penting dan dapat dijadikan momentum,karena mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.
Peristiwa sejarah adalah abadi,unik, dan penting. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah manusia adalah ketika untuk pertama kalinya manusia menginjakan kakinya dibulan. Neil Amstrong Edwin aldrin dengan pesawat eagle mendarat di bulan pada 20 Juli 1969
Bagian ciri utama Sejarah
4. Sejarah berulang ?
Telah di uraikan di atas, bahwa ilmu sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kajadian yang telah terjadi pada masa lampau.dalam kehidupan umat manusia .Maka dalam pembahasannya ,ilmu sejarah mencakup beragam peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia.Oleh karena itu, pembahasan sejarah berawal dari adanya kehidupan manusia hingga dewasa ini.Peristiwa sejarah mungkin bisa terulang dalam kejadiannya namun waktu dan tokoh sejarah tidak mungkin terulang persis untuk yang kedua kalinya.Namun biasanya peristiwa sejarah muncul dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini.
Bagan Sejarah Sebagai Peristiwa
5. Hukum-hukum sejarah
Pentingnya kita mempelajari sejarah berdasarkan pertimbangan dari Fungsi Ilmu sejarah diantaranya sebagai hukum-hukum sejarah itu sendiri, diantaranya sebagai berikut :
1. Sejarah sebagai Peristiwa
Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak masa lampau menjadi materi yang sangat penting dalam pembahasan ilmu sejarah. Bahkan melalui peristiwa-peristiwa itu, ilmu sejarah mendapat suatu gambaran tentang terjadinya kehidupan manusia di masa lampau, atau dapat mengetahui sebab-akibat terjadinya suatu peristiwa. Namun, setiap peristiwa atau kejadian-kejadian di dalam lingkup kehidupan manusia belum tentu akan tercatat dalam cacatan sejarah. Tanpa memandang besar kecilnya peristiwa itu, maka ilmu sejarah berusaha menyusun rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup kehidupan manusia sejak masa lampau agar menjadi suatu pelajaran bagi manusia di masa kini dan masa datang.
Para ahli sejarah atau para sejarawan tidak begitu saja mencatat rangkaian peristiwa-peristiwa yang yang telah terjadi dimasa lampau itu, tetapi juga mencoba menelusuri awal mula munculnya suatu peristiwa atau mencari sebab-sebab munculnya peristiwa itu. Bahkan, para ahli sejarah berusaha untuk mengembangkan pembahasan peristiwa sejarah sampai kepada sektor kehidupan manusia yang menjadi pendorong munculnya peristiwa tersebut, seperti masalah sosial, masalah budaya,masalah ekonomi, masalah politik, masalahkepercayaan atau masalah-masalah lainnya.
2. Sejarah sebagai Kisah
Apabila kita berbicara tentang sejarah sebagai suatu kisah, kita tidak pernah lepasdari peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi di masa lampau. Alasannya, peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimasa lampau itu meninggalkan jejak-jejak. Jejak-jejak sejarah ini memiliki arti yang sangat penting dalam menyusun kisah sejarah.
Menyusun kisah sejarah dari suatu masyarakat, bangsa, dan negara tidaklah mudah. Suatu masyarakat,bangsa, dan negara dipastikan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang tidak sedikit. Jejak-jejak sejarah yang berisi rangkian-rsngkain peristiwa atau kejadian-kejadian dalam lingkup kehidupan manusia menjadi sumber penting untuk penulisan kisah sejarah.
Penulisan sejarah mengenai suatu peristiwa atau kejadian tidak dapat hanya melihat bahwa suatu peristiwa atau kejadian telah terjadi. Tetapi hendaknya melihat lebih jauh lagi, yaitu faktor-faktor yang mendukung hingga munculnya peristiwa berikut.
Dengan demikian, sejarah sebagai suatu kisah akan menceritakan berbagai peristiwa atau kejadian pada masa lampau ke dalam suatu tulisan sehingga dapat dibaca dengan lebih baik dan dapat dipahami. Kadang-kadang sejarah sebagai suatu kisah akan terus berkembang, bahkan dalam perkembangannya itu sudah diurut dengan baik dan sering sekali kisah sejarah disamakan dengan sebuah cerita mythos atau dongeng.
3. Sejarah sebagai Ilmu
Pada permulaan abad ke-20, terjadi suatu perdebatan tentang pandangan terhadap sejarah. Perdebatan itu antara lain mengenai apakah sejarah itu merupakan cabang dari ilmu pengetahuan atau merupakan suatu seni. Perdebatan itu yang melibatkan ahli filsapat dan ahli sejarah terjadi pertama kali di Jerman.
Berikut ini adalah para ilmuan yang berpendapat mengenai sejarah. Menurut Burry , sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan, tidak kurang tidak lebih. York Powell menyatakan bahwa sejarah bukanlah sekedar suatu ceritera yang indah,intrukstif, dan mengasyikan, tetapi merupakan cabang ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan sejarah seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya, mulai berkembang pada abad ke-19. pengetahuan ini meliputi kondisi-kondisi masa manusia yang hidup pada suatu jenjang sosial tertantu. Sejarah berusaha untuk mencari hukum-hukum yang mengendalikan kehidupan manusia dan juga mencari penyebab terjadinya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Sejarah sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan hendaklah dibahas dan dibuktikan secara keilmuan atau alamiah. Untuk membuktikan keilmiahannya itu, maka dipergunakanlah metode-metode dan berbagai standar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu,dengan menggunakan metode ilmiah, para ahli atau sejarawan akan lebih berhati-hati dalam mengungkapkan kebenaran sejarah.
Penggunaan metode ilmiah dapat menyadarkan para ahli akan adanya kemungkinan kesalahan-kesalahan dalam mengungkapkan suatu peristiwa sejarah. Untuk itu perlu ditempuh alternatif lain agar dapat mengurangi atau memperkecil kesalahan ketika melakukan pembahasan peristiwa sejarah. Penggunaan metode ilmiah itu, mengakibatkan sejarah semakin sulit untuk ditulis dan semakin kurang menarik untuk dibaca.
Sementara itu, terjadi pemisahan secara tegas antara sejarah ilmiah dengan sejarah populer. Sejarah ilmiah yang juga dikenal sebagai sejarah akademis dalam pembahasannya lebih banyak menggunakan metode ilmiah sehingga terkesan laku untuk dibaca. Sedangkan sejarah populer dengan berlandaskan kesusasteraan menjadi lebih menarik untuk dibaca. Bahkan masyarakat awam lebih menyukai sejarah populer, walaupun sangat sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dengan demikian, sejarah sebagai ilmu hendaknya dapat dipertahankan, karena sesungguhnya belajar sejarah adalah mempelajari masa silam yang dapat dijadikan pedoman hidup dimasa sekarang dan yang akan datang.
4. Sejarah sebagai Seni
Menurut Mills, Spencer,dan Comte ,metode ilmu alam dapat digunakan untuk mempelajari sejarah, tanpa modifikasi lebih lanjut. Tetapi Dithley, seorang sejarawan dan filusuf modern, menyatakan bahwa hal tersebut adalah salah besar. Sifat-sifat alami dari bahan pengetahuan alam adalah sesuatu yang selalu nyata terlihat, sehingga dengan mudah dapat dianalisa, diterangkan, dan diduga. Sejarah adalah pengetahuan tentang rasa. Sejarah memerlukan pemahaman dan pengalaman akan bahan-bahan yang dihadapinya. Sejarah tidak saja mempelajari segala sesuatu gerakan dan perubahan yang tampak dipermukaan, tetapi juga mempelari motifasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi pelaku sejarah. Lebih lanjut, sejarah mempelajari suatu proses dinamis dari kehidupan manusia yang didalamnya terlihat hubungan sebab akibat (causal) yang cukup rumit.
Bagan Pendukung Pembahasan Sejarah
C.Penutup
Dalam sejarah terdapat elemen-elemen ilmiah, yaitu pada bagian sejarah yang memungkinkan pendekatan-pendekatan ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Namun, sejalan dengan penggunaan metode ilmiah, tetap terdapat jiwa sejarah itu sendiri, yaitu jiwa dalam diri manusia itu sendiri yang merupakan nyala api kehidupan manusia. Pemahaman terhadap jiwa sejarah hanya mungkin dapat dilakukan oleh seni, karena telah diketahui bahwa metode ilmiah sangat bermanfaat untuk menguji arti dan nilai dari bahan sejarah, mengisi, melacak hubungan sebab akibat (causal) dan menyusun ceritera sejarah dengan sistematis dan berdasarkan fakta yang akurat. Bahkan, sejarawan harus mampu melakukan penafsiran berdasarkan hal-hal yang umum terjadi dalam masyarakat, perlu menguasai pengetahuan tentang kodrat manusia berdasarkan pengalaman dan pemahaman. Mereka juga perlu melakukan pendalaman dan pengertian untuk mengungkap apa yang tersirat dan perlu melakukan imajinasi. Jika pemhaman imajinasi dapat diterangkan atau didukung oleh hubungan sebab akibat, maka sejarah akan menjadi sama bermanfaatnya dengan alam bagi kesejahtraan manusia.
Berdasarkan pernyataan seorang Sejarawan, maka pemahaman dengan cara imajinatif mampu menjadikan fakta sejarah lebih hidup dan lebih berarti. Hanya dengan cara inilah yang dapat kita gunakan untuk menghargai kehidupan manusia. Sejarah telah merekam kehidupan sebagaimana yang dihidupkan oleh manusia.Saripati sejarah terletak dalam fakta-fakta yang konkret, berupa beraneka ragam peristiwa atau kejadian yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia.Sejarawan berusaha menceritakan kembali atau menghidupkannya kembali. Oleh karena itu, sejarawan harus bersedia untuk menjadi ahli seni. Tugas untuk menghidupkan kembali kehidupan manusia dimasa lalu sangat mirip dengan seorang penulis novel atau penyair. Namun demikian, sejarawan harus sadar bahwa imajnasi hedaknya ditata dan diatur secara hati-hati sekali agar dapat mendekati kebenaran. Sejarawan harus merelakan dirinya untuk dibatasi oleh fakta dan sama sekali tidak dapat menghindari atau menentang fakta. Dengan demikian, selain elemen ilmiah yang terdapat dalam sejarah, juga terdapat elemen seni.
DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M.C .2000. Sejarah Modern. Jakarta : Serambi
Ali, Moh. 2004 Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta : LKIS
Miksic, John. 1996. Ancient History. Singapura. Grolier Internasional Inc.
Culpin, Christopher dan Fiona Macdonald. 1995. Collin History Connections 1. London:
Collin Educational
Babrika, I Wayan, 2006 Sejarah SMA. Jakarta : Erlangga
KRITIK ORIENTALIS TERHADAP HADITS DAN ILMU HADITS (Telaah Atas Kritik Ignaz Goldzhier dan Joseph Schacht)
A. PENDAHULUAN
Kaum Muslimin memposisikan sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur’an. Dan hadits selama ia sahih (valid) menempati posisi yang sangat strategis dalam khazanah hukum Islam. Sunnah Rosul, atau yang sering dipertukarkan nama dengan al-Hadits, adalah ucapan, perilaku, persetujuan, penetapan dan sifat-sifat yang diungkapkan dan dipandang benar-benar dari Rosulullah. Dalam sunnah itulah kaum muslimin menemukan berbagai fakta historis mengenai bagaimana ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Tuhan dan diterjemahkan kedalam kehidupan nyata oleh Nabi Muhammad SAW. Karena sifatnya yang sangat praktis, dan tidak jarang mengikat secara keagamaan, al-Hadits sering menjadi lebih populer dan lebih menentukan dalam pembentukan tingkah laku sosio-keagamaan dibanding ayat-ayat Al-Qur’an. Oleh sebab itu pada praktiknya kehidupan seorang muslim banyak ditentukan oleh Al-Hadits Nabi.
Sebagai suatu tindakan Nabi yang dimaksudkan untuk “membumikan” ajaran Islam, maka hadits tidak bisa mengelak dari dinamika sosial yang terjadi. Bahkan tidak jarang sebuah hadits menjadi ajang tarik-menarik kepentingan antar realitas sosial saat itu dan norma ideal, yang biasanya berahir dengan kompromi suatu ajaran tertentu, meskipun semuanya masih dalam bingkai wahyu. Dan hampir semua persoalan yang muncul dalam kehidupan Nabi terungkap dalam Al-Hadits. Al-Qur’an berbicara tentang prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang sifatnya universal, sementara Hadits menafsirkan ayat-ayat tersebut sehingga lebih jelas dan operasional, bahkan hadits bisa berdiri sendiri dalam pembentukan hukum ketika Al-Qur’an sama sekali tidak memberikan keterangan tentang hukum tersebut. Dengan demikian al-qur’an dan hadits merupakan “dwi-tunggal” yang tidak boleh dipisah-pisahkan.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kedudukan keduanya sejajar. Hal ini terlihat antara lain pada jaminan redaksional dan pengondifikasiannya. Legalitas redaksi Al-Qur’an, sudah tidak diragukan lagi. Al-Qur’an langsung dari Allah dan Nabi Muhammad langsung meminta pada para sahabat untuk menuliskannya setiap kali ayat itu turun dan pencatatan Al-Qur’an merupakan pekerjaan yang tidak pernah dirahasiakan dan menjadi aktivitas publik. Sedangkan Hadits baru didokumentasikan setelah dua generasi, sehingga sumber pertama setelah Nabi yaitu para sahabat, hampir tidak ditemukan lagi. Penulisan hadits juga hanya menjadi pekerjaan sebagian kecil sahabat saja. Bahkan suatu saat Nabi pernah melarang menulis apa saja yang datang dari beliau selain al-Qur’an. Sehingga pen-tadwin-an hadits secara resmi tertunda sampai abad ke-2 H. Hal ini semakin membuka peluang bagi para orientalis untuk mencari sisi-sisi kelemahan Islam dari segi sumbernya, terutama sumber yang kedua ini.
Sebagai kelompok ilmuwan, mereka (orientalis) menggunakan kedok metode ilmiah untuk memutarbalikkan Hadits, sehingga mampu menimbulkan kesangsian (keraguan) atas kebenaran dan keotentikan Al-Hadits, lebih parahnya lagi mereka mampu mempengaruhi dan meyakinkan orang lain. Hal ini karena kepiwaian mereka dalam berargumentasi untuk meyakinkan semua orang bahwa Hadits itu bukan berasal dari Nabi.
Ignaz Goldzhier merupakan orientalis pertama yang mengkritik hadits dan ilmu hadits secara sistematis dengan metode ”Historical Criticism”-nya, sedangkan Joseph Schacht merupakan penerus Goldziher dengan kritik yang lebih canggih dan merupakan peletak fondasi bagi hampir seluruh kajian Al-Hadits orientalis masa sesudahnya.
Sehubungan dengan itu, Makalah ini dalam pembahasannya akan mencoba mencermati beberapa persoalan yaitu bagaimana mendefinisikan kritik, orientalis serta tugas-tugasnya; Tentang kritik orientalis terhadap Al-Hadits dan Ilmu Hadits serta sanggahan-sanggahan atas pendapat mereka; dan Hikmah yang dapat kita ambil dibalik kritik orientalis.
B. PENGERTIAN KRITIK, ORIENTALIS DAN TUGAS-TUGASNYA.
Dua kata “kritik” dan “orientalis” dalam khazanah bahasa Indonesia sudah tidak asing lagi. Keduanya merupakan bahasa serapan dari bahasa asing. Karena itu, dalam tataran praktis, kedua kata itu kadang-kadang menyimpang dari pengertian terminologi yang seharusnya. Akibatnya terjadi misundestanding antara nara sumber dan penerimanya. Dari sinilah, penulis merasa perlu memposisikan pengertian dua kata tersebut sebelum pembahasan yang lain.
Kritik; berasal dari bahasa Inggris “critic” yang dalam bahasa Indonesia diartikan pengecam, pengkritik, pengupas, pembahas. Secara terminologi, kritik berarti upaya-upaya untuk menemukan kesalahan, atau menurut versi W.J.S. Puerwodarminto mengkritik diartikan dengan “memberi pertimbangan dengan menunjukkan yang salah”. Sedang Kritik dalam Bahasa Arab adalah “naqd” yang diterjemahkan dengan ”mengkritik” atau “meneliti dengan cermat”.
Yang dapat kita pahami dari pengertian diatas adalah bahwa kritik/ mengkritik adalah upaya untuk menunjukkan / mendahulukan kesalahan daripada mencari kebenarannya. Dengan demikian, maka dalam benak kita ketika memahami “kritik” akan dipenuhi dengan su’udzan, dan bisa jadi karena sibuk dengan mencari kesalahan, maka kebenaran yang adapun tidak tampak.
Karena itu, menurut hemat penulis, kritik berarti meneliti dengan cermat tentang benar tidaknya sesuatu dengan menggunakan standart yang sesuai. Dengan pengertian ini, maka yang dilakukan orang ketika mengkritik hadits dan ilmu hadits adalah menilai dan mengomentarinya dengan mendahulukan kebenaran yang ada daripada kesalahannya, dengan menggunakan parameter hadits atau ilmu hadits.
Sedangkan kata “orientalis” berasal dari kata orient yang berarti –salah satunya- adalah Asia Timur; atau berasal dari kata oriental yang berarti orang Timur atau Asia. Karena itu, orientalis bisa juga diartikan orang yang ahli dibidang ketimuran. Berdasarkan letak geografis, memang benua Asia berada disebelah Timur benua Eropa. Tetapi konotasi yang diberikan oleh Barat tentang Timur adalah orang-orang Islam.
Dilihat dari segi terminologinya, Ismail Ya’kub menyatakan bahwa orientalis adalah orang yang ahli tentang soal-soal ketimuran, yakni segala sesuatu mengenai negeri-negeri Timur, terutama Negeri-negeri Arab pada umumnya dan Islam pada khususnya, tentang kebudayaannya, agamanya, peradabannya, kehidupannya dan lain-lain.
Dari pengertian diatas, dapat diambil pengertian akan tujuan orientalis. Melalui kritik-kritik yang dilontarkannya, mereka menyisipkan “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat memporak-porandakan bangunan Islam apabila tidak segera dijinakkkan.
Maryam Jamilah menyatakan bahwa tujuan orientalis dalam penelitiannya tentang Islam dan hal ihwalnya dengan:
“ … yang diupayakan (orientalis) secara mendalam bukanlah untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan orisinil melainkan hanya rencana jahat yang terorganisasikan untuk menghasut para pemuda kita (Islam) agar memberontak terhadap agama mereka, dan mencemooh semua warisan sejarah Islam dan kebudayaannya sebagai warisa yang tidak berguna. Sasaran yang hendak dicapainya adalah menciptakan kekeliruan sebanyak-banyaknya dikalangan pemuda yang belum matang dan mudah ditipu dengan cara menanamkan benih keraguan, sinisme dan sekeptisisme”.
C. KRITIK ORIENTALIS TERHADAP HADITS
Pembukuan hadits secara resmi baru dilakukan pada masa Umar Bin Abdul Aziz (khalifah Bani Umayyah ke-8), jauh setelah Nabi wafat. Panjangnya rentang waktu ini, bagi orientalis merupakan peluang terlebar untuk mengkritik hadits.
Perhatian orientalis terhadap peradaban Timur terutama Islam amat besar. Perhatian itu tidak hanya berkaitan dengan kepentingan ilmu tetapi juga mempelajari kekuatan Timur ketika mereka (barat) kalah dalam perang salib. Perhatian ilmiah mereka pertama pada Al-qur’an kemudian pada sumber Islam yang kedua; al-Hadits. Kesimpulam mereka umumnya menyatakan bahwa keabsahan Al-hadits diragukan sebagai sabda Rosul karena panjangnya rentang waktu pengondifikasiannya. Terlebih lagi, ketika masih Hidup, Nabi pernah melarang penulisan hadits oleh para sahabat.
Diantara hadits nabi yang melarang itu adalah:
عن ابي سعيدالحذري انّه قال: قال رسول الله صلعم: لا تكتبوا عنّي شياء إلاّ القرأن ومن كتب غيرالقرأن فليمسحه وحدّثوا فلا حرج ومن كذب علي متعمّدا فلستبوأ مقعده من النار. رواه مسلم و احمد
Namun, di hadits lain, nabi membolehkan atau bahkan memerintahkan untuk menulis hadits. Misalnya pada hadits
اكتب فوالذي نفسي بيده ما يخرج منه إلاّالحق
Atau hadits
اكتبـوا لا بـي شـاه
Meskipun terdapat berbagai data pendukung yang kuat bahwa hadits Nabi telah dipelihara semenjak periode awal (sahabat), para orientalis terus saja mencari-cari peluang untuk menyalahkannya. Mereka menyatakan, hadits Nabi tidak pernah dibukukan sampai pada awal abad ke-2 H. Atas dasar ini, mereka berkesimpulan, bahwa pada kurun waktu yang panjang ini, keberadaan Hadits tersia-sia. Alasannya karena hadits belum ditulis dalam artian dibukukan. Implisitnya, keotentikan hadits Nabi sangat diragukan dan cenderung ditolak, lebih jauh, hadits tidak mungkin dapat dijadikan hujjah atau sumber hukum.
Diantara “pentolan” orientalis adalah Ignaz Goldziher. Ia adalah Anak seorang Yahudi yang dilahirkan di sebuah kota di Hongaria pada 22 Juni 1850 dan meninggal pada 13 November 1921. Hadits menurutnya, tidak lebih kecuali hanya sebagai produk perkembangan keadaan sosio-politik Islam pada masa sahabat dan tabi’in. Dengan kata lain, para sahabat dan tabi’in adalah dua generasi pembuat Hadits yang kemudian dinisbahkan kepada Nabi. Celakanya, hadits-hadits palsu itu dipakai pula oleh para penganut mazhab untuk membela dan melegitimasi pendapatnya masing-masing. Pendapat Goldziher ini tertuang dalam bukunya Dirasah Islamiyah, yang kemudian dijadikan “kitab suci” oleh para orientalis berikutnya, dimana para orientalis berkiblat padanya.
Disamping itu, ia juga menyatakan bahwa jumlah hadits pada koleksi yang kemudian jauh lebih banyak daripada koleksi sebelumnya dan juga hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang lebih muda jauh lebih banyak dibandingkan yang diriwayatkan sahabat yang tua. Bukankah ini menunjukkan bahwa keaslian (keotentikan) Hadits harus dipertanyakan?.
Untuk merespon hal itu, sebagaimana disampaikan Dr. Ugi Suharto bahwa pengumpulan hadits secara besar-besaran terjadi apabila para ahli hadits melakukan rihlah (perjalanan) mencari Hadits. Dengan begitu maka Hadits akan banyak yang berulang matannya karena bertambahnya isnad Hadits tersebut. Dan juga dengan banyaknya sahabat muda dalam meriwayatkan hadits dibanding sahabat tua justru membuktikan bahwa hadits yang ada bukan dari hasil pemalsuan. Sahabat muda lebih terekspos pada generasi tabi’in yang memerlukan hadits untuk menyelesaikan masalah. Hadits yang pada awalnya dalam simpanan hati para sahabat, kini mulai keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam kacamata Islam, teramat disayangkan apabila ilmuwan sekaliber Goldziher tidak menelorkan pemikiran-pemikiran yang positif, tetapi justru semakin memperdalam kubangan “neraka”nya. Terlalu naif kiranya kalau dikatakan bahwa ia tidak tahu akan kegiatan penulisan dan pemeliharaan hadits pada masa awal, kekuatan hafalan orang-orang Arab pada waktu itu, daya kritis para sahabat ketika datang/diajukan padanya sebuah hadits. Pada masa tabi’in, kegiatan tulis menulis Hadits masih tetap berlangsung sebagaimana pada masa sahabat. Pada masa ini, ada sebagian tabi’in yang hidup semasa dengan sebagian usia para sahabat, kemudian dari merekalah mereka (tabi’in) mendapatkan hadits. Dengan demikian, kritik Goldziher tentang ke-historis-an hadits tidak dapat diterima secara ilmiah.
Disamping Goldziher, Orientalis yang berpengaruh lain adalah Joseph Schacht. Ia adalah orientalis Jerman yang lahir pada 15 maret 1902 di Rottbur, Jerman. Pada tahun 1959 ia pindah ke New York, dan menjadi Guru Besar di Universitas Coloumbia hingga meninggal pada awal Agustus 1969. Walaupun Ia merupakan orientalis spesialis dalam bidang Fiqh, namun menurut penulis bidang ini tidak akan bisa lepas dari Hadits. Karena lebih dari setengah permasalahan yang ada dalam fiqh terdapat dalam Sunnah/Hadits Nabi.
Mengenai hal ini, Yusuf Al-Qardawi menyatakan bahwa, hadits merupakan sumber kedua bagi ilmu fiqh dan syari’at setelah al-Qur’an. Karena itu, memandang hadits/sunnah sebagai sumber dalil syari’at merupakan suatu pembahasan yang menciptakan wawasan luas yang mewarnai semua kitab ushul fiqh dan semua mazhab fiqh. Prof. Schacht berpendapat hampir senada dengan Goldziher. Selama + 10 Tahun, ia telah meneliti hadits-hadits fiqh. Hasil penelitiannya itu kemudian diterbitkan dan menjadi sebuah buku yang berjudul The Origins of Muhammaden Jurispundence, didalamnya, ia berkesimpulan bahwa tidak ada satupun hadits nabi yang autentik, terutama hadits-hadits fiqh. Dan sejak saat itu, buku itu menjadi “kitab suci kedua” dikalangan orientalis. Namun demikian, sebagaimana kata M. M. Azami, usaha Schacht ini berhasil “meyakinkan” orang yang -sependapat dengannya- bahwa apa yang sering disebut hadits itu tidak autentik berasal dari Nabi Muhammad. Sementara Goldziher, baru sampai tingkatan “meragukan” (ada kemungkinan itu dari nabi).
Dengan kata lain, Schacht berusaha merapuhkan pondasi bangunan Islam dengan menyatakan bahwa hadits Nabi yang berkaitan dengan fiqh, dinyatakan palsu. Oleh karena itu, ia tidak dapat dijadikan tendensi sumber hukum Islam. Kalau maksud ini berhasil, maka umat Islam akan meragukan atau bahkan meninggalkan Hadits. Dan dalam jangka panjang, mereka akan meningalkan Islam.
Tetapi, kiranya Schacht tidak akan berpendapai demikian seandainya penelitiannya itu dilakukan dengan niat untuk mengetahui eksistensi hadits sebagai sumber Islam kedua; Ini sebagai kesalahannya yang pertama. Yang kedua, Joseph Schacht telah melakukan generalisasi terhadap hasil kajiannya terhadap kitab-kitab fiqh sebagai produk jadi, seakan-akan tidak ada kitab khusus tentang hadits. Dalam kitab fiqh klasik karya para ulama’ terdahulu biasanya: 1) terjadi pembuangan sebagian sanad untuk mempersingkat pembahasan kitab dan cukup disebutkan sebagian dari matan hadits yang berkaitan dengan permasalahan tersebut; 2) membuang sanad seluruhnya, dan langsung menyebut hadits dari sumber yang pertama; 3) penggunaan kata “Sunnah” untuk menunjuk kepada perilaku Nabi tanpa menyebut hadits dan sanadnya. Sebab hadits tersebut sudah dikenal secara mashur dikalangan ulama. Sedangkan hadits Nabi adalah suatu materi yang berdiri sendiri, bahkan ia mencakup ilmu-ilmu yang lain. Oleh sebab itu, ditinjau dari segi ilmiah adalah sebuah kesalahan yang sangat mendasar apabila kita meneliti hadits-hadits yang terdapat dalam kitab fiqh sebagaimana yang dilakukan Joseph Schacht. Karena semua penelitian hadits ataupun sanad diluar sumber yang asli (hadits), hasilnya akan meleset dari kebenaran. Sebab hal itu akan membawa kepada kesimpulan yang tidak tepat, bahkan akan berlawanan dengan kenyataan yang ada. Disinilah kesalahan penelitian yang dilakukan oleh orientalis –khususnya Schacht-, karena mereka menggunakan metode yang tidak benar.
D. KRITIK ORIENTALIS TERHADAP ILMU HADITS
Ali Musthafa Ya’kub menyatakan bahwa dalam ilmu hadits, kritik ditujukan kepada dua aspek, yaitu sanad dan matan. Kritik sanad dimaksudkan untuk mengetahui kredibilitas perawi misalnya, tentang ke-‘adalah-an perawi, ke-tsiqah-an perawi, bersambung atau tidaknya sanad dengan perawi dalam rangkaian sanad tersebut dan sebagainya. Sedangkan kritik matan ditujukan untuk melihat kredibilitas materi (teks) hadits, misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan ‘illat dan syaz. Kedua kritik ini (sanad dan matan) telah dilakukan oleh para ulama hadits, yang pada masa-masa berikutnya dikenal dengan al-jarh wa al-ta’dil.
Berkenaan dengan hal ini, Ignaz Goldziher menyontohkan bahwa dalam sejarah terjadi pemalsuan isnad dan juga matan hadits dan kaum muslimun hanya memberi perhatian kepada kritik isnad, dan kurang memberi perhatian terhadap kritik matan, bukankah ini membuktikan bahwa tidak ada jaminan keotentikan hadits pada saat sekarang ini. Merespon hal ini, Dr. Ugi Suharto menyatakan bahwa literatur hadits-hadits mawdhu’at telah membuktikan bahwa hadits tersebut telah dipisahkan dari hadits-hadits yang lebih otentik. Pembagian hadits kepada sahih, hasan dan dhaif juga membantu dalam menentukan keotentikan setiap hadits. Dan juga benar bahwa para penyusun hadits mempunyai spesialisasi dalam isnad, namun apabila sampai kepada para sarjana yang lain, seperti sarakh hadits, fiqh dan bidang ilmu yang lain, matan hadits turut menjadi perhatian mereka juga. Sebab hadits-hadits yang bertentangan dengan Al-Qur’an, akal yang sehat, riwayat yang mutawatir dan ijma’ sudah tentu akan ditolak oleh para ulama hadits. Karena diantara syarat kesahihan hadits adalah tidak ada syadz dan tidak ada ‘illat dan ini adalah kritik sanad.
Namun, seperti apapun jahatnya manusia, pasti ada sisi positif atau setidaknya ada pengakuan positif tentang keadaan yang dialaminya walaupun tidak disampaikan pada orang lain. Hak ini juga terjadi pada Ignaz Goldziher. Dalam buku hariannya ia menuliskan sebagaimana dikutip Ugi Suharto bahwa:
“ …. I truly entered into spirit of Islam to such an extent that ultimately I became inwardly convinced that I myself was a Muslim, and judiciously discovered that this was the only religion which, even in it’s doctrinal and official formulation, can statisfy philosophical mind. My ideal was to elevate judaism to a similar rational level”.
(sebenarnya aku telah andil dalam spirit islam untuk menyampaikan ……
Sama seperti Goldziher, kritik ilmu hadits tentang sanad dan matan juga tak lepas dari penelitian Joseph Schacht. Ia dan para orientalis lain -seperti Goldziher, Springer- menyatakan bahwa teori sistem isnad dituduh sebagai bikinan para ulama hadits dan tidak pernah ada pada zaman Nabi atau bahkan para sahabat. Dengan kata lain, sistem isnad menurut sebagian orientalis adalah a-historis.
Anggapan seperti yang dituduhkan orientalis ditolak oleh M. M. Azami, sebab menurutnya sistem isnad telah digunakan secara insidental (kebetulan) dalam sejumlah literatur pada masa pra-Islam walaupun dalam sebuah makna yang tak jelas, tanpa menyentuh sasaran pemakainya. Namun demikian, urgensi metode sanad ini baru tampak dalam riwayat hadits saja. Hal ini dapat dimengerti, karena sistem isnad dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi apakah hadits itu benar-benar dari Nabi atau tidak.
Menurut M. M. Azami, untuk memperoleh otentitas hadits, maka seseorang harus melakukan kritik hadits baik itu menyangkut sanad hadits maupun matannya. Adapun rumusan metodologis yang ditawarkan untuk membuktikan keotentikan hadits adalah:
1. Memperbandingkan hadits-hadits dari berbagai murid seorang guru.
2. Memperbandingkan pernyataan-pernyataan dari para ulama dari beberapa waktu yang berbeda.
3. memperbandingkan pembacaan lisan dengan dokumen tertulis.
4. memperbandingkan hadits-hadits dengan Ayat al-Qur’an yang berkaitan.
Dari hal diatas, terlihat bahwa M.M. Azami kurang tertarik pada pendekatan rasional walaupun beliau telah menyinggung kritik matan pada point keempat. Menurutnya, pendekatan rasional tidak selamanya dapat diterapkan dalam metode kritik hadits. Beliau menyontohkan hadits tentang bagaimana Nabi tidur dengan berbaring pada lambung kanan. Secara rasional, orang bisa saja tidur dengan terlentang, telungkup, berbaring pada lambung kanan atau kiri. Semua posisi tidur adalah mungkin. Namun demikian, kita tidak bisa mengatakan –dengan rasio kita- bahwa posisi tidur tertentu adalah mungkin dan yang lain tidak mungkin.
Dalam kasus seperti tersebut diatas, pendekatan rasional tidak bisa membuktikan kebenaran dan ketidakbenaran hadits. Apa yang benar atau tidak benar hanya dapat diputuskan melalui saksi-saksi dan perawi yang terpercaya, kecuali kita menemukan kasus/kejadian yang bertentangan dengan akal.
E. HIKMAH DIBALIK KRITIK ORIENTALIS
Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari kritik orientalis –khususnya kritik Goldziher dan Joseph Schacht- terhadap hadits ataupun ilmu hadits. Namun yang paling penting, adalah dengan adanya kritik tersebut dapat menggugah kembali pikiran umat Islam untuk tidak menerima hadits begitu saja tanpa adanya penelusuran kembali (reserve).
Kritik orientalis tersebut didasarkan kepada hasil penelitiannya terhadap hadits dan ilmu hadits, dengan segala aspeknya -kekurangan dan kelebihannya- kemudian dituangkan dalam bentuk yang argumentatif dan rasional –setidaknya menurut mereka- maka secara implisit juga merangsang dan menantang umat Islam untuk mematahkan argumentasi mereka berdasarkan data-data yang sebenarnya. Dan data-data itu diperoleh melalui penelitian juga.
F. KESIMPULA N
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hadits menempati posisi yang sangat strategis dalam Islam. Tetapi karena pembukuannya tidak dilakukan sebagaimana Al-Qur’an, maka ini menjadi sebab utama para orientalis mengkritik hadits dengan habis-habisan.
2. Para orientalis dalam mengkritik hadits dan ilmu hadits berangkat dari niat yang tidak baik terhadap Islam. Berbeda dengan kritik yang dilakukan para ulama hadits, yang berangkat dari niat tulus untuk mengetahui keadaan hadits yang sebenarnya. Oleh karena itu wajar apabila kritik yang dilontarkan oleh orientalis ditujukan untuk merobohkan pondasi kedua bangunan islam.
3. Dibalik kritik orientalis, umat Islam pembela hadits merasa tertantang untuk menunjukkan kekeliruan proses dan hasil penelitian para orientalis, dengan menunjukkan data-data yang sebenarnya yang diperoleh dari penelitian juga.
Dari pembahasan diatas, penulis menyadari masih banyak celah dan hal-hal yang perlu pembahasan lebih mendalam lagi. Maka dari itu, saran, masukan dan juga kritik atas penulisan ini sangat diharapkan, walaupun berat menerima kritik atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan maksimal dan segala keterbatasan yang ada pada diri penulis.
PENAFSIRAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Terjemahan dan Pembahasan
Penafsiran yang benar terhadap ragam perbedaan pendapat Islam tentang pengertian pengajaran adalah kita kembalikan saja kepada aliran-aliran rasional, pada satu segi dan para penganut aliran pengajaran ini hanya memegang teguh teguh pada salah satu sisi, tetapi menyelaraskan dengan kondisi masyarakat pada sisi yang lain. Artinya dengan kata lain bahwa penafsiran ini berlangsung melalui dua sisi, yaitu sisi arah rasional dan sisi sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan pandangan baru, ini yang kita kehendaki, dan belum ada orang yang mendahuluinya selain kita telah menulis tentang teori-teori pendidikan dan pengajaran pada kaum muslimin, teori-teori tersebut akan eksis bila ia di kembalikan kepada asasnya yang benar. Maka jelaslah bagi kita bahwa rahasia adanya perbedaan aliran-aliran pendidikan dan adab di kerajaan-kerajaan Islam, pada zaman yang berbeda dan pada pemikiran para ahli di timur dan barat.
Kesimpulan pendapat baru yang kita komentar tadi bahwa Ahlus sunnah memiliki metode khusus di dalam pengajarannya, demikian juga dengan ahli filsafat dan juga para sufi. Bahkan kebanyakan pula setiap pemikir memiliki metode khusus di dalam pengajarannya yang saling mendukung dan sesuai pendapat pada mazhabnya.
Hal ini bukan hal yang aneh karena pendidikan itu di anggap bagian dari aliran filsafat, teori dan peraktikyang di gambarkan dan di yakini seseorang dalam hidupnya. Dan secara alamiyah apa yang di gambarkan oleh para penganut aliran yang berbeda tadi, tetap menyebarkan aliran ini dan pembentukan generasi baru sehingga sampai kepada orang sebagaimana penerapan metode pengajaran karena kecendrungan manusia apabila menyakini suatu kebenaran ia akan menyebarkannya pula kepada orang dan menggiring mereka untuk berpartisipsi di dalamnya. Dan seperti inilah apa yang dilakukan oleh Plato dulu ketika ia berbicara di Negaranya tentang pendidikan agar orang-orang mengikuti pendapatnya dan masyarakat akan menjadi baik.
Dan seperti ini pula apa yang dilakukan oleh Russeu, Spencer dan yang lain. Atau para pemikir kontemporer apabila menginginkan pendapat-pendapatnya tersebar luas di tengah-tengah manusia dengan cara peraktik langsung menggring manusia untuk memegang teguh pendapatnya. Ini adalah metode pengajaran yang cocok untuk menyebarkan atau mengembangkan pendapat-pendapat ini.
Salah satu pengajaran yang disebutkan oleh Al-Qabisi dalam bukunya adalah bagian dari aliran dan akidah ahlus sunnah. Dalam buku itu menjelaskan metode menurut Ahlus sunnah agar kita mengikutinya di dalam pendidikan untuk mengajar generasi muda menurut alirannya sehingga mereka mengikuti keyakinan pendapat para ahli hadits dan ahli sunnah.
Al-Qabisi adalah seorang ahli fiqih dan ahli hadits, terpercaya dalam ilmu hadits dan dialah yang memberikan contoh pada aliran ini. Hubungan antara al-Qabisi dan aliran Ahlus sunnah hanya pada satu sisi dan hubungan antara aliran Ahlus sunnah dan metode pengajaran juga ada dari sisi yang lain. Inilah rahasia yang dapat kita tafsirkan tentang pendapat-pendapat yang telah disebutkan didalam bukunya.
Sungguh kita telah menjalani aliran-aliran ini sebagaimana kita bahas sebelumnya. Semestinya kita menjalankan metode ini setiap kali hendak memperbaiki sesuatu. Dengan demikian mudah bagi kita memahami rahasia adanya perbedaan pendapat-pendapat para ahli yang berkenaan dengan pengajaran.
Ketika para pengajar yang berada di sekolah dasar mereka berasal dari aliran Ahlus Sunnah, maka masyarakatnya tumbuh bekerja berdasarkan metode tersebut, pikiran dan jiwa mereka merasa puas dan sulit untuk berpaling darinya. Dan pada akhirnya kaum muslimin menatap kembali kehidupannya berdasarkan pandangan ini. Oleh karena itu aliran Ahlus sunnah martabatnya terpandang dan ia menjadi pemenang kebanyakan di wilayah-wilayah Islam.
Sisi kedua penafsiran pendapat-pendapat tentang pengajaran hubugannya dengan masyarakat, jelas menurut pendapat ini selama pengajaran itu eksis di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Inilah yang kita kehendaki, kita menginginkan melihat teori-teori pengajaran ini dapat terlaksana atau menjadi contoh. Bila terwujud maka ia di anggap hasil dari produktivitas masyarakat. Dianggap pula sebagai perlindungan terhadap kehidupan bermasyarakat. Bila menjadi contoh maka ia tidak di anggap sebagai hasil pemikiran dari para pencetusnya dan tidak menjelaskan hakikat masyarakat yang sebenarnya. Sedangkan Al-Qabisi benar-benar menggambarkan apa yang di capai oleh masyarakat Islam pada abad IV H.
Sebagian ada yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran tidak seperti apa yang telah di kembangkan oleh para pemikir Islam, contoh dengan apa yang di utarakan oleh Imam Ghazali dalam masalah upah, yaitu keenganan menerima upah, sebagaimana yang di contohkan oleh Rasul, hal seperti ini tidaklah terjadi khususnya pada zaman ini, karena kebanyakan mengambil upah dalam pengajaranya, dalam hal ini pendapat Ghazali belum terbukti telah melanggar suatu kebiasaan, karena ia lebih mengedepankan hati sebagai tujuan.
Oleh karena itu keliru, bila penulis menganggap bahwa ide pengajaran ini menyerupai pola pendidikan di Arab tanpa batas. Apakah manusia akan menerima ide ini dan mengikutinya ataukah ia tetap hanya berada pada cacatan-cacatan kitab.
Ketika metode Al-Qabisi terbukti maka kita dapat mengambil kebenaran pendapatnya tentang pengajaran pada bukunya. Tergambar keinginan kuat masyarakat muslimin pada abad ke IV yaitu pengajaran anak-anak, kehidupan pengajar di sekolah, silabus pengajaran dan metode yang hendak di terapkannnya.
Melihat fakta masyarakat ini kita dapat menafsirkan banyak tentang arah tujuan pendidikan dan tahap-tahap penyampaianya sejak awal Islam hingga sekarang. Proses pengajaran pada masa kebangkitan Islam di anggapnya sebagai perbuatan sunnah lantaran kekuatan ruh keagamaannya dan kekuatan untuk melawan baterialistik.
Ketika ruh keagamaan itu melemah maka para pengajar mulai mengambil upah. Dan ketika masyarakat rusak, maka para pengajar semakin besar mengambil upahnya. Dari sini kita dapat melihat bagaimana Al-Qabisi membolehkan bagi pengajar mengambilan hadiyah dalam kondisi-kondisi tertentu dan hari-hari besar tertentu sebagaimana kebiasaan yang telah berlaku. Al-Qabisi menghormati jiwa kemasyarakatan dan menerapkannya pada aturan-aturan.
Demikian pula jiwa kepahlawanan anak-anak diberikan hadiyah sebagaimana yang berlaku pada kebiasaan manusia.
Maka penafsiran yang benar tentang tanggung jawab pendidikan dan pengajaran semestinya kembali kepada kepentingan masyarakat yang merupakan bentuk proses pengajaran, model yang akan menuntun dan arah tujuan kepadanya.
Apabila pengajar di sekolah menekuni atau membimbing anak-anak untuk menghapal Al-Qur'an sampai tamat, dan pekerjaan ini bukanlah datang dari inspirasi atau keinginan pengajar, tetapi ia atas arah dorongan pemerintah dan dorongan masyarakat. Para orang tua pun senang bila anak-anaknya dapat menghafal al-Qur’an dan merekapun mau membayar upah yang lebih kepada pengajar, yaitu upah lain dalam setiap pestival khataman Qur’an.
Kaum muslimin tidak melarang pengajaran berhitung dan Al-Qabisi membolehkan pengajarannya secara langsung tetapi para wali murid tidak menghendaki anak-anak mereka dia jarkan berhitung bahkan mereka bersepakat anak-anak mereka hanya diajarkan menghafal al-Qur’an.
Tidak di ragukan bahwa kemajuan dan perkembangan masyarakat kembali kepada pemikiran baru yang di gagaskan oleh para ahli. Maka bila pendapat-pendapat ini berpengaruh maka akan menghasilkan warisan masyarakat taqlid dan susah melepaskannya dan akan berlaku cara seperti ini, maka jumud itu memproteksi taqlid sementara pembaharuan adalah perubahan kepada sesuatu yang baru, menjaga diri selalu dalam taklid, sedangkan tajdid artinya perubahan pada sesuatu yang baru.
Bila kita menjadikan periode dan ide-ide Al-Qabisi sebagai asas pendidikan sebagaimana yang berlaku pada abad ke IV H, maka kita akan dapat hidup mulia sebagaimana abad-abad sebelumnya dan pada abad yang akan datang, maka kita akan melihat kemajuan pengajaran pada masa itu dan bagaimana pula akan berlaku setelahnya. Dan tidak di ragukan bahwa pengajaran telah mencatat kemajuan yang pesat sejak abad pertama Islam sampai abad k eke IV.
Pada zaman Nabi pengajaran adalah hal yang paling langka khususnya pada dairah jazirah Arab, Persia, Syam, dan Mesir. Karena sedikitnya orang yang bisa menulis dan membaca, namun setelah sugesti dari Rasul mulailah tersebar tulisan-tulisan dan bermunculanya para penulis dalam kehidupan masyarakat muslimin yang kemudian manusia memerlukan pentingnya hubungan antara anak dan pengajar yang sesuai dengan ketentuan syari’ah yang pada sebelumnya terjadi perselisihan antara pengajar dan orang tua murid dalam masalah upah, serta bahaya bagi anak didik ketika mendapat hukuman dari pengajar. Fukaha merekalah para ahli yang menentukan suatu hukum yang belum terdapat dalilnya dalam Al-Qur'an, hukum-hukum dalam jenis ini yang berkembang dari hari ke hari terkumpul dalam satu buku Abu Hasan Al-Qabisi yang di tulis dalam bukunya sekitar abad ke IV. Dan dalam buku itu terdapat perkembangan risalah Islam sampai waktu itu, karena Al-Qabisi sendiri ikut berkecimpung dalam penelitiannya yang dapat memahamkan kepada kita dalam memandang risalahnya.
Dan hubungan pengajar dengan anak didik setelah abad itu banyak terjadi perubahan, bukan dalam bentuk perkembangan tetapi dalam bentuk kejumudan.
Dan yang paling penting yang di bicarakan di sekolah-sekolah dasar adalah terbanyak tentang dukungan wakaf dermawan, selain itu program baku yaitu pengajaran Qur’an dan menulis termasuk batu tulis untuk anak-anak menulis dan tongkat guru untuk mengajar anak-anak.
Singkatnya penafsiran kondisi pengajaran pada setiap zaman membutuhkan pandangan para pendidik, juga hubungan pendapat-pendapat mereka pada aliran pemikiran yang harus di pegang teguh dan melihat kondisi masyarakat yang membutuhkannya, seperti tempat-tempat hidupnya pemikiran.
Maka apabila kita menyusun dua prinsip ini terhadap tujuan pengajaran sebagaimana yang di bawa Al-Qabisi yang menganggap bahwa tujuan pengajaran adalah titik sentral terhadap seluruh tanggung jawab pendidikan di antaranya adalah bercabangnya tujuan-tujuannya. Maka kita hanya membatasi bahwa Al-Qabisi memaksudkannya kepada tujuan agama dan demikian pula kehendak masyarakat, oleh karena itu pengajaran al-Qur’an dan menulis kebanyakan singkat waktunya.Tujuan keagamaan ini di ikuti pula oleh tujuan yang lain akan tetapi hanya dalam kondisi terpaksa saja.
Apabila kita mengomentari keterangan diatas bahwasanya Al-Qobisi menghendaki perbaikan akhlak, karena pengajaran agama menjadikannya sebagai tempat pembentukan akhlak. Kita juga dapat mengatakan bahwa ia membutuhkan syarana penyebaran ilmu, maka agama Islam mengarahkannya kepada semuanya itu di dalam jalan pendidikan agama khususnya shalat meruakan tiang agama maka wajib mengajarkannya dan menghafal al-Qur’an.
Masyarakat belum membutuhkan suatu pencapain kecuali dalam agama oleh sebab ini maka perhatian wali murid sangat besar untuk menghatamkan al-Qur’an kepada anak-anaknya dimana kebanyakan anak-anak menghindarnya setelah mereka hidup di bangku pendidikan kerana mereka belajar keterampilan untuk mencari kerja.
Inilah dia tujuan yang kita harus jalani dari kitab Al-Qabisi yang ia gambarkan tentang pendidikan pada abad ke IV.
Kholil Thuthoh meringkas tujuan pendidikan itu ada 4 (empat: (1) agama (2) sosial (3) kenyamanan pikiran, (4) untuk memperolah materi. Seperti yang diutarakan oleh pengarang kitab kasfu zhunun” Barang siapa menuntut ilmu sebagai profesi maka niscaya dia tidak akan menjadi orang yang alim, tetapi niscaya akan menjadi seperti ulama", karena ilmu bertujuan untuk mencari suatu kebenaran dan pemupukan akhlaq bukan untuk mencari kerja atau kehidupan.
Sedangkan Asma Fahmi menurut kitab Azzarnuji, Ibnu abdul Bar, Al-Gazali, dan Thas kibri ia menambah dan mengurangi tujuan pendidikan pada kaum muslimin menjadi 3(tiga): (1) tujuan agama (2) tujuan kebudayaan (3) tujuan pembentukan diri.
Kalau kedua pengarang ini diikuti metodenya yang telah berpengaruh didalam menafsirkan pendidikan yang telah berpengaruh kepda pengikutnya didalam penafsiran tarbiyah maka metode itu akan di nisbahkan kepada pendapat pencetusnya kemudian pandangan itu di hubungkannya kepada teori-teori pemikiran dan hubungannya dengan pendapat-pendapat masyarakat yang terjadi selain dari penafsiran keduanya
Jadi tujuan-tujuan pengajaran adalah satu pada seluruh periode atau zaman Islam tujuan akhir pengajaran pada abad pertama berbeda dengan abad keempat.
Orang-orang muslim tidak bermaksud pengajaran kepada tujuan peribadi atau materi atau pemikiran saja di dalam Islam tetapi setiap keinginan mereka sebagai pelayanan kepada agama, bekerja atas panggilan jiwa dan kemantapan hatinya.
Al-Qabisi pada abad ke IV menginginkan pengajaran itu cukuplah berpedoman kepada salaf yang shaleh, mengikuti pendapat mereka dan langkah-langkah meeka sebisanya menuju jalan itu. Ia menginginkan agar anak-anak kaum muslimin di ajarkan ilmu al-Qur’an dan menulis utuk mengetahui agamanya. Dan kalaupun terpaksa harus merujuk kepada metode salaf yang sesuai dengan kondisi perububahan masyarakat. Oleh karena inilah ia berwasiat agar guru mendapatkan upah demikian pula pengajaran nahu, arabiyah dan syair.
Tidak di ragukan lagi bahwa ide-ide Al-Qabisi ini sangat cocok dengan zamannya bahkan ia sangat maju pada zamannnya itu pula oleh sebab itu kita tidak bisa menghakimi kitabnya al-Qabisi tentang penjelasan ilmu pendidikan modern karena ilmu-ilmu modern semuanya belum ada kecali setelah periode kebangkitan, setelah akal mengambil posisinya sebagai metode baru dalam pemikiran. Metode baru ini di bedah oleh Becoun dan Decure pada abad XVI – XVII M. Decoure pelopor metode mempelopori pemikiran matematik yang di bangun hakekat kebenaran setelah keraguan pada seluruh aspek pemikiran maka ia tidak akan di bangun kecuali ia telah jelas dan terang dan tidak ada keraguan pada jalan itu.
Maka pengetahuan alam dan sosial menjadi sandaran dalam pembahasan secara ril dan eksprimen dan harus menjauh dari pengaruh keyakinan. Selajutnya para ulama menetapkan metode ekprimen yang wajib di ikuti sebagaimana yang kemukakan oleh john istiwart mol. Para pakar psikolog, pendidikan dan sosiologi memulai mencocokkannya metode eksprimen ini yang telah di tetapkan sebagai satu-satunya metode penghubung kepada penelitian ilmu alam/ilmu jiwa, ilmu sosial dan ilmu pendidikan. Ilmu ekprimen ini belum sempurna penyajiannya karena masih baru dan juga para pakarnya masih berekperimen.
Oleh karena itu Joul Payouh menulis dalam bukunya "runtuhnya pengajaran” yang di kemukakan sebab-sebab kegagalan pengajaran yang terjadi di perancis. Seba pertama adalah tdak mengikuti metode ekperimen dan telah dihilangkan bab itu dari kitab. Setelah abad pertengahan metode itu di musuhi. Bahkan Roger Becoun yang mempelopori metode ekperimen dan banyak berbicara tentang penemuan kimia di anggap sebagai tukang sihir kemudian ia di siksa dan di tangkap dua kali yang menyebabkan hilangnya keberanian untuk mengadakan ekperimen.
Dan dikuti pula pada zaman kebangkitan samapai abad XIX dimana semangat ekperimen sangat kuat sehingga ilmu eksperimen dapat d lakukan dan dan menetapkan dasar yang benar pada ilmu alam.
Sehingga ia berkata: “tetapi semangat pergerakan besar yang gemlang ini tidak berpengaruh pada metode pengajaran dan pendidikan masih pada waktu sekarang sama sebagaimana kondisi yang terjadi sebelum kemajuannya”.
Bila mana pengarang ini mengkriti aturan pegajaran di perancis pada waktu sekarang karena ia tidak didsarkan ekperimen ilmiyah maka Al-Qabisi beralasan bilamana ia tidak mengikuti ekperimen ini sejak 1000 tahun lalu sementara ia hidup pada abad pertengahan yang mana ekperimen di hina serendah-rendahnya.
Sebenarnya kebangkitan modern di dalam pengajaran muncul bersamaan dengan sekolah-sekolah baru yang berasaskan pada ilmu jiwa dan perkembangan anak, kecendrungan dan persiapannya. Maka sekolah-sekola-sekolah mantusuriy ( ( منتسوري memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak, karena diam berbahaya bagi mereka sebagaimana melatih panca indernya, maka semestinya anak kecil itu di ajarkan dengan metode bermain. Metode Dolton memberikan tanggung jawab besar kepada murid, karena dia sendiri yang akan menemukan hasil belajarnya. Dan guru hanya berkewajiban memberikan petunjuk dan arahan saja dimana murid itu sendiri yang akan menafsirkan maksudnya dan ia bekerja di sekolah berdasarkan pengajarannya.
Metode yang di anjurkan dalam pengajaran melalui kegiatan dan inilah warna baru dari sekolah-sekolah itu yang bermaksud sebagai persiapan individu untuk berkecimpung dalam masyarakat dengan membentuk keperibadiannya sehingga ia dapat berpegang teguh pada dirinya di dalam menghasilkan kehiduannya. Hal yang demikian juga sesuai dengan warna masyarakat modern yang berlebih-lebihan terhadap materi sehingga manusia rusak terhadap kebaikan hidupnya yang materialistis.
Memelihara kecendrungan anak-anak pada zaman modern dengan jalan pendidikan khususnya setelah Russeu mencetuskan dalam bukunya Emeil memandang kehidupan anak berbeda degan kehidupan orang dewasa. Adapun petunjuknya yang lain yaitu mempersiapkan anak agar ia dapat hidup di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan tuntutan masyarakat oleh sebab itu setiap pemerintahan berbeda sebagaimana tujuan hidupnya yang berbeda. Dan banyak para pendidik yang cendrung kepada ilmu jiwa dengan menggunakan jalan ini untuk mewujudkan tujuan pemerintah dan tuntutan masyarakat. Maka pemerintahan yang senang berperang mempersiapkan anak-anaknya sejak kecilnya dengan hidup disiplin, taat dan patuh, kasar, keras sabar dan sungguh-sungguh.
Apabila kita kembali pada metode Al-Qabisi, kita dapat menemukan bahwa metodenya kembali pada pembimbingan masyarakat, dan anak-anak di persiapkan untuk hidup sesuai dengan lingkungan yang ia hidup tetapi tidak di arahkan kecendrungan anak-anak kepada egosentris.
Bilamana Al-Qabisi mengabaikan pandangan ini terhadap egosentrisnya anak-anak maka aib itu harus dialamatkan pada seluruh zamannya bukan hanya dialamatkan kepada Al-Qabisi saja.
Dari aib ini maka anak-anak dilarang bermain, meskipun bermain itu adalah sangat penting terhadap pertumbuhan anak. Dan dari aib ini pula maka pendidikan jasmani benar-benar diabaikan, yaitu suatu sisi yang tidak disentuh oleh para pengasuh kecuali pada zaman modern sekarang, yang mana para pendidik mengarahkan perhatian mereka terhadap pendidikan jasmani dengan cara bermain olah raga yang beragam, sesuai dengan fase-fase pertumbuhan anak.
Ummat Yunani zaman dahulu mempunyai perhatian besar terhadap pendidikan olahraga, juga ummat muslim tidak pernah mengabaikan pendidikan ini, seperti berenang, menunggangi kuda, memanah dan sebagainya, yang sangat membantu anak-anak tumbuh dewasa dan terampil menunggang kuda meskipun pengajar kitab tidak menghususkannya seperti pendidikan ini, menghususkan pendidikan Qur’an, pendidikan akal dan akhlak.
Oleh karena itu Al-Qabisi meletakkan dasar pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan zaman yang mereka hidup. Maka pada zaman itu juga, jiwa keagamaan telah mencapai tarap yang baik. Metode Al-Qabisi dalam pengajarannya juga sangat setuju dengan lingkungan seperti ini, dimana anak-anak kaum muslimin belajar al-Qur’an, menulis, nahu, bahasa arab dan Syair. Mereka belatih menjalankan ibadah-ibadah Islam yang bermacam-macam, maka ketika anak-anak telah meninggalkan pelajaran kitabnya karena mereka telah mengetahui pendidikan agama Islam, baik ilmu maupun pengamalannya.
B. Kesimpulan
Melihat dari beberapa penjelasan dari makalah di atas, tentang penafsiran pendidikan Islam secara implisit dapat di tarik beberapa kesimpulan di antaranya :
1. Penafsiran pendidikan yang benar di pandang dari sisi ke Islaman yaitu dengan cara mengembalikannya pada penalaran akal, yang di topang atau di pengaruhi oleh salah satu sisi, kemudian menselaraskanya dengan keadaan masyarakat dilihat dari sisi yang lain, atau dengan kata lain bahwa tafsir dipengaruhi oleh dua sisi, sisi akal atau pemikiran dan sisi kebudayaan atau kemasyarakatan. Dari sudut pandang Pertama, kita dapat melihat sebab-sebab terjadinya perbedaan pendidikan dan pengajaran antara aliran-aliran pada masa kekuasaan Islam di dairah Timur dan Barat serta zaman-zaman setelahnya karena pengaruh oleh para pemikir-pemikir yang ada pada saat itu. Selanjutnya pendidikan dan pengajaran yang di pandang dari sisi Kedua, yaitu sisi kemasyarakatan, dari sini kita dapat melihat apakah pendidikan pemikiran sesuatu yang ril dan benar-benar terjadi atau hanya bersifat gambaran saja, apabila ia adalah sesuatu yang ril maka ia akan mempengaruhi sifat, karakteristik dalam suatu masyarakat, karena pada dasarnya mereka akan bernaung padanya dalam mengarungi kehidupannya.
2. Al-Qabisi adalah seorang tokoh pendidikan pengajaran dimana dalam bukunya menyebutkan bahwa ia merupakan bagian dari aliran Ahlus Sunnah dan akidahnya dalam Islam, dalam buku tersebut dijelaskan tentang aliran Ahlus Sunnah yang harus di ikuti metodenya dalam pendidikan yang pada akhirnya mereka tumbuh dengan pendapat-pendapat para Ahlul Hadits dan Ahlus Sunnah.
3. Tujuan dari pengajaran menurut Al-Qabisi adalah penerapan suatu titik yang dimana segala bentuk pendidikan akan kembali padannya, dengan kata lain kembali pada agama. Sedangkan Kholil Thuthoh menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai 4 tujuan:(1) Agama (2) Sosial (3) Kenyamanan pikiran (4) untuk memperoleh materi. Demikian halnya dengan Asma Fahmi menurut kitab Azzarnuji, Ibnu abdul Bar, Al-Gazali, dan Thas kibri ia menambah dan mengurangi tujuan pendidikan pada kaum muslimin menjadi 3(tiga): (1) tujuan agama (2) tujuan kebudayaan (3) tujuan pembentukan diri. Semua tujuan yang di utarakan oleh keduanya dalam pengajaran itu akan kembali pada pendidikan pemikiran, kemudian mengolah pemikiran tersebut dengan aliran pemikiran yang di cerna oleh akal, dan pengaplikasiannya dengan keadaan masyarakat yang nyata di luar penafsirannya.
Minggu, 24 Januari 2010
PROSES DAN STRUKTUR SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Kalau kita perhatikan sebuah mesin mobil yang sedang berjalan maka kita suatu kesimpulan bahwa mesin dengan seluruh bagiannya yang penting dalam keadaan baik, mulai dari hal yang terbesar hingga sampai bagian yang terkecil atau dengan kata lain seluruh bagian tersebut dapat melaksanakan fungsinya masing-masing. Namun jika salah satu bagian mesin tersebut atau onderdilnya rusak maka mesin yang bekerja tadi akan segera berhenti dan akan berkerja kembali apabila dinamonya diganti dengan yang baru, jadi dinamo tadi mempunyai fungsi yang utama dalam mesin tersbut dan mesin dengan seluruh bagiannya merupakan satu kesatuan totalitas yang disebut dengan sistim.
Demikian pula halnya dengan kehidupan msayarakat sebagai satu kesatuan sosial,baik kesatuan rumah tangga, kelompok maupun lembaga-lembaga lainnya yang merupakan suatu sistim, jadi setiap masyarakat yang merupakan organisasi dari berbagai kepentingan individu, peraturan dan sikap-sikap mereka terhadap satu sama lain dan hubungan ini yang di sebut dengan struktur sosial.
Masalah tentang struktur sosial tidak dapat dipisahkan dengan interaksi sosial, yaitu suatu peroses dimana manusia saling mempengaruhi dan merumuskan sebuah fikiran, perasaan, harapan dan kecemasan masing-masing, maka struktur sosial meliputi seluruh dimensi hubungan antar individu dan lembaga-lembaga dalam masyarakat.
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai sifat dan karakter yag dinamis serta tidak mau menyerah terhadap suatu hambatan atau kesulitan yang dihadapi dlam kehidupannya, oleh sebab itu perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak dapat dipungkiri dan perubahan sosial tersebut dapat berlangsung secara cepat atau sangat lambat sesuai dengan perkembangan masa kemasa.
Sosiologi adalah suatu bidang yang sangat baru yang lahir dari aspekulasi para ahli filsafat dan pembaharu-pembaharu sosial abad ke 19, Aguste Comte di Perancis menciptakan kata’’sosiology’’ dalam bukunya ‘’Positive Philosofhy’’ yang di terbitkan tahun 1838. Ia percaya bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Dinggeris Herbert Spencer menerbitkan bukunya ‘’Principle of Sosiology’’ tahun 1876, Ia menerapkan teori evolosi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang ‘’evolusi sosial’’ yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian. Selanjutnya Lester F.Ward seorang Amerika yang menerbitkan bukunya ‘’Dynamic Sosiology’’ tahun 1883 menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh sosiolog.
Kemudian ‘’Rules of Sociolical Method’’ yang diterbitkan pada tahun 1895 menggambarkan metodologi ilmiyah dalam sosiologi, yang ia teruskan penelahaannya dalam bukunya ‘’Sucide’’ diterbitkan 1897 dimana ia menarik suatu teori tentang bunuh diri.
Ada berbagai perspektif yang di gunakan dalam sosiologi diantaranya; Perspektif evolosioner, memusatkan perhatian pada urutan-urutan baerlakunya perubahan msyarakat, Perspektif intraksionis, memusatkan perhatian pada hubungan sehari-hari, Perspektif fungsionalis, yang memandang masyarakat sebagai suatu sistim yang saling berhubungan dimana msing-masing kelompok memainkan suatu peran dan pelaksanaan dalam membantu kerja sistem,dan Perspektif konflik, memandang kesinambungan ketegangan dan perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu masyarakat dimana stabilitas dan consensus nilai merupakan ilusi yang di susun dengan hati-hati untuk melindungi kelompok yang mendapat hak-hak istimewa.
Berdasarkan pokok-pokok fikiran diatas maka dalam resume ini akan mengetengahkan beberapa kajian penting tentang, kebudayaan, keperibadian dan sosialisasi, peran dan setatus, seksualitas dan peran seks, ketertiban dan pengendalian sosial, lembaga sosial, dan kelompok dan asosiasi.
B. KONTEK KEBUDAYAAN
Suatu perbuatan memiliki makna yang berbeda dalam masyarakat yang berbeda, apa yang tampak bisa jadi bagi masyarakat tampak aneh bagi masyarakat yang lain, dalam perilaku anggota masyarakat umumnya tidak sadar bahwa mereka mngikuti keyakinan dan kebiasaan tertentu. Mereka memiliki peraturan dan tata cara guna memenuhi kebutuhan hiupnya dan peraturan dan tata cara itu dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di pelajari dan dialami bersama secara sosial oleh masrakat manusia. Kebudayaan terbagi dalam kebudayaan materi dan kebudayaan bukan materi. Kebudayaan materi di bangun dari benda-benda yang di buat oleh manusia, sedangkan kebudayaan bukan materi terdiri dari pola-pola perilaku, norma, nilai-nilai dan hubungan sosial dari sekelompok manusia. Suatu masyarakat adalah sekelompok manusia yang secara relative mandiri, yang hidup bersama cukup lama, mendiami suatu dairah tetentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok itu.
Sosiaologi mempelajari faktor-faktor biologis dalam perkembangan sosial dan perilaku manusia. Teori-teori evolusi dalam perkembangan sosial pernah popular dan dewasa ini sedang menikmati masa kebangkitan kembali, yang paling penting adalah Charles Darwin yang mengembangkan, dalam bukunya Origin of Spesies (1859), teori ini menganggap bahwa bangsa manusia berkembang secara bertahap dari susunan tata hidup yang sederhana, selain itu Auguste Comte dalam bukunya Positive Philosofhy (1851-1854) menulis tentang tiga tingkatan yang menurutnya pasti dilalui oleh pemikiran manusia; theologies, metafisis dan posituf. Kemudian Herbert Spencer tertarik oleh sosial Darwism dan ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh masyarakat.
Iklim dan geografi merupakan faktor penting dalam perkembangan kebudayaan. Peradaban yang besar tidak tumbuh dengan subur di negara antartika yang beku, padang pasir yang terik, diatas pegunungan yang tinggi atau dalam hutan yang lebat. Banyak makhluk non manusia memiliki sistem kehidupan sosial yang teratur dan diantara setiap mahluk non manusia, kehidupan sosial cendrung bersifat seragam dan tidak berubah.
Kemudian manusia kehidupan sosialnya bervariasi tak terbatas dan berubah terus menerus dan perbedaan yang penting diantara manusia dan mahluk lain adalah “masyarakat” hewan kebanyakan didasarkan pada naluri sedangkan manusia didasarkn pada kebudayaan.
Kehidupan sosial selalu di penuhi dengan berbagai masalah bagaimana merebut kehidupan dari alam, bagaimana membagi hasil usaha, bagaimana kita berhubungan secara serasi dengan yang lain dan sebaginya. Manusia nampaknya telah mencoba untuk menghadapi masalah yaitu dengan cara coba-coba, situasi kebetulan, atau beberapa pengaruh yang tidak disadari, kemudian kejadian ini diturunkan pada generasi berikutnya dan menjadi salah satu kebiasaan dan kebiasaan itu sendiri adalah kebiasan pada suatu masyarakat yang merupakan suatu cara yang wajar dan berulang-ulang dalam melakukan suatu kegiatan.
Dua golongan kebiasan; (1) Hal-hal yang harus di ikuti sebagai sopan santun dan perilaku sopan, dan(2) Hal-hal yang harus di ikuti karena yakin kebiasaan itu penting untuk kesejahteraan masyarakat. Tata kelakuan adalah gagasan tentang benar dan salah yang melekat pada beberapa jenis perilaku.Tata kelakuan ini bisa diberi sanksi oleh agama dan diperkuat dengan membuatnya menjadi hukum, kemudian nilai adalah gagasan mengenai apakah pengalaman penting atau tidak penting.
Lembaga adalah kelompok kebiasaan dan tata kelakuan yang utama yang berpusat pada kebutuhan manusia yang penting,. Suatu lembaga mencakup; (1) seperangkat pola prilaku yang telah disetandarisasi dengan baik (2) serangkain tata kelakuan sikap dan nilai yang mendukung (3) bentuk teradisi, ritual dan upacara, simbol dan pakaian keagamaan dan perlengkapan-perlengkapan lain.
Suatu kebuadayan adalah suatu sistim perilaku yang terpadu dengan nilai dan gagasan-gagasan yang mendukungnya. Relatifisme kebudayaan menggambarkan fakta bahwa fungsi dan arti suatu unsur itu beroperasi. Unsur dinilai” baik atau buruk” sesuai dengan apakah mereka bekerja dengan efisien dalam kebudayaan mereka sendiri. Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang ideal yang mencakup pola-pola yang dianggap seharusnya dilaksanakan dan kebudayaan ril yang mencakup perilaku yang tidak benar yang secara resmi dikutuk, tetapi dalam kenyataan dijalankan dimana-mana. Setiap masyarakat dan kelompok menekankan kebudayaannya masing-masing; reaksi ini disebut etnosentrisme.
Pengaruh etnosenterisme adalah (1) Megukuhkan nasionalisme dan patriotism (2).menghalangi perubahan kebudayaan. Kebalikan etnosentris adalah xenosentris yang berarti suatu pandangan yang lebih menyukai hal-hal yang berbau asing.
C. KEPRIBADIAN DAN SOSIALISASI
Kepribadian adalah suatu sistim kecendrungan perilaku menyeluruh dari seseorang.Faktor-faktor dalam perkembangan kepribadian mencakup:(1)Warisan biologis (2) Lingkungan fisik (3) Kebudayaan (4) Pengalaman kelompok (5) Pengalaman unik.
Kebudayaan yang normal berbeda secara deramatis dari masyarakat ke masyarakat lain, sebagaimana diperlihatkan oleh bangsa Dobu yang curiga, curang dan merasa tidak aman serta bengsa Zuni yang ramah tamah, merasa aman dan kooperatif.
Masyarakat yang majmuk mungkin memiliki sejumlah kebudayaan khusus, masing-masing mengembangkan keperibadian modalnya dan mengurangi keseragaman kperibadian yang menyeluruh didalam kebudayaan itu
Sosialisasi adalah suatu peroses dengan mana seseorang menghayati norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik. Sosialisasi memerlukan pengalaman kelompok sedangkan isolasi sosial tidak berhasil mengembangkan manusiawi yang wajar. Sosialisasi sangat terpusat pada perkembangan konsep diri. Cooley memandang seseorang yang membentuk gambaran dirinya dalam’’Cermin’’ reaksi orang lain terhadapnyanya dan perasaan orang itu terhadap reaksi-reaksi itu. Ada tiga langkah dalam peroses pembentukan cermin diri; (1) persepsi kita tentang bagaimana kita memandang orang lain, (2) persepsi kita tentang penilaian mereka mengenai bagaimana kita memandang, (3) perasaan kita tentang penilaian-penilaian ini.
Kelompok referensi adalah kelompok yang standarnya kita pakai dan yang persetujuannya kita harapkan. Kelompok sebaya adalah kelompok seusia dan mempunyai setatus yang sama dengan kita dan merupakan kelompok referens yang penting, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja.
Erikson memandang perkembangan keperibadian sebagai suatu peroses sepanjang hidup. Orang menjalani delapan krisis identitas yang berturut-turut dan dalam setiap krisis sepengkat belajar yang konsruktif atau yang tidak efektif berperan dan suatu kebijakan yang mendasar yang tepat seharusnya didpatkan.Tahap pertama, pada masa bayi, tahap kedua pada masa kanak-kanak, tahap ketiga seseorang memutuskan konflik oedifusnya dan mulai mengembangkan pengertian moralnya, Tahap keempat, dunia anak tersebut meluas, kemampuan tehnis dipelajari, rasa percaya diri diperbesar. Tahap kelima, remaja mengembangkan rasa percaya diri peribadi melalui interaksi dengan orang lain. tahap keenam, orang dewasa mengembangkan hubungan kasih yang awet dengan lawan jenisnya. tahap ketujuh, seseorang mengembangkan sesuatu pada keluarga dan pada masyarakat. Dan pada tahap kedelapan, seseorang menghadapi masa akhir hidup baik secara terhormat maupun penuh putus asa.
Dalam kebudayaan yang majmuk dengan berbagai ragam kelompok, seseorang mungkin mengalami kesulitan dan mengembangkan gambaran diri yang memuaskan dan suatu sistim perilaku yang terpadu. Seseorang mungkin memcahkan kembali masalah ini dengan mengkompartementalisasi hidupnya dan bersikap berbeda-beda dalam setiap kelompok atau dengan menyesuaikan diri pada satu kelompok sementra, bila mungkin, tidak mengindahkan yang lain yang standarnya bertetangan dengan standar kelompok kelompok yang satu tadi.
D. PERAN DAN STATUS
Status sosial adalah suatu posisi/kedudukan dalam masyarakat dengan kewajiban dan hak istimewa yang sepadan. Peran adalah perilaku yang di harapkan dari seseorang yang menduduki suatau status tertentu, dalam arti tertentu status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah sperangkat hak dan kewajiban , peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut .
Sosialisasi yakni proses mempelajari kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari suatu masyarakat dan proses sosialisasi ini sebagian besar terjadi melalui peran. Perangkat peran digunakan unuk untuk menunjukkan bahwa satu status hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.
Ada dua status dan peran, yaitu status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat bagi kita dan status diperjungkan melalui usaha-usaha kita sendiri. Sedangkan peran dan status diperjuangkan melalui pilihan atau usaha sendiri mana sering dicapai dengan pengorbanan psikis yang besar karena usaha dan kegagalan mungkin hebat. Meritokkrasi adalah suatu bentuk perjuangan mendapatkan status terbuka terhadap prestasi, tetapi sebagian besar karaktristik keturunan memberi keuntungan bagi beberapa orang dalam persaingan.
Kepribadian peran mengacu pada komplek karaktrstik keperibadian yang tepat untuk suatu pran. Peran dan kpribadian individual mempengaruhi pemilihan peran dan perilaku peran. Pengalaman dalam memainkan peran akan mempengaruhi kepribadian. Desakan/beban peran mengacu pada kesulitan dalam menghadapi kewajiban peran. Desakan peran dapat muncul karena persiapan peran yang tidak memadai, kesulitan peralihan peran, konplik peran atau kegagalan pran. Konplek peran muncul dari tugas-tugas yang bertentangan dalam satu peran tunggal atau tuntutan yang bertentangan dari berbagi peran yang berbeda. Ada beberapa peroses yang umum yang memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah , peroses ini meliputi; rasionalisasi, pengkotakan dan ajudikasi. Dua yang pertama adalah alat-alat perlindungan tanpa sadar dan tanpa di sengaja, kalau disadari kedua hal tersebut tidak berjalan.
Rasionalisai adalah suatu peroses untuk mendevinisikan kembali suatu situasi kedalam benak plakunya sedemikian rupa (dengan istilah-istilah secara sosial dan peribadi dapat diterima sehingga sipelaku tersebut menyadari adanya konplik sedangkan Ajudikasi adalah, perosedur yang resmi untuk mengalihkan kepada pihak ketiga penyelesaian konplik peran yang sulit sehingga sseorang merasa bebas dari tanggung jawab.
Kegagalan berperan adalah sangat umum dalam masyarakat berkembang. Kegagalan berperan sungguh menyakitkan, akibatnya bisa menyebabkan sakit mental atau sakit fisik. Dlam masyarakat yang stabil dan sangat terpadu dengan proporsi peran yang di tentukan masyarakat tinggi, kebanyakan peran ini akan terisi karena orang-orang telah dipersiapkan dari sejak awal masa kanak-kanak. Beberapa orang gagal berperan sebagai orang dewasa, tidak pernah megembangklan tanggung jawab dan pengendalian diri yang dewasa, dan terus bersikap kekanak-kanakan sepanjang umur.
Sikap masyarakat memberikan status kepada yang meninggal dan peran kepada orang yang masih hidup. Meniggal adalah peran yang terakhir dan kematian adalah status terkhir yang dikenal oleh semua masyarakat dengan berbagai upacara untuk membantu kerabat yang ditinggalkan menerima kematian dan melanjutkan hidup.
E. SEKSUALITAS DAN PERAN SEKS
Dorongan seksual adalah kecendrungan biologis untuk mencari tanggapan seksual dan taggapan yang berbau seksual dari seorang lain atau lebih, biasanya dari jenis yang berlawanan. Dorongan itu muncul pada awal masa remaja dan tetap bertahan kuat sepanjang hidup. Ada perbedaan pendapat mengenai apakah dorongan seks ini dibawa lahir atau dipelajari.
Dorongan seks manusia penting karena;(1) Seksualitas kontinu, yang menjamin asosiasi yang berkesinambungan dari kedua jenis (2) Keinginan terhadap kontinuitas, yang memungkinkan persekutuan sesksual yang lestari, (3) Keinginan akan variasi yang bertentangan dengan keinginan akan kontinuitas dan (4) Kelenturan yang luar biasa, dengan interese seks yang disalurkan melalui suatu pola yang dibentuk masyarakat sebagai pola yang “normal”.
Dalam semua masyarakat manusia hampir semua hubungan seks yang dilakukan orang dewasa diperaktikkan oleh pasangan seks yang tetap. Pasangan yang menikmati pengalaman seks sama-sama ingin mengulangi lagi. Dalam masyarakat pasangan seks ini dilembagakan dalam suatu hubungan yang biasanya disebut perkawinan atau selir. Namun keinginan kontinuitas seksual dipersulit oleh keinginan yang bertentangan yakni variasi seksual.
Banyak masyarakat memksakan kesetiaan perkawinan dan menghukum keras perzinahan (melempari dengan batu merupakan hukuman yang agak umum) tetapi perzinahan dikenal dalam semua masyarakat. Segi yang sangat menonjol dalan seksualitas manusia adalah keanekaragamannya, semua dorongan manusia tunduk pada kondisi cultural, demikian pula dengan seksnya.
Homoseksual istilah yang diterapkan bagi orang yang mempunyai prefensi yang kuat pada pasangan dari jenis yang sama, tanpa menghiraukan prefensi seks, yang terlibat dalam hubungan seks dengan orang dari jenis yang sma. Homoseksual terdapat dalam semua atau hampir semua masyarakat manusia. Teori cacat mental memandang homo seksual sebagai korban kebingungan peran seks. Menurut beberapa pendapat psikiatris, homoseks laki-laki sering disebabkan oleh seorang ibu yang berkuasa, tetapi perayu dan seorang ayah yang dingin serta tidak akrab. Namun studi penelitian homoseksual yang membandinglkan sampel yang besar tentang homo seks dan heteroseks, tidak menemukan perbedaan yang berarti dalam latar belakang keluarga, jenis orang tua, atau hubungan dengan orang tua.
Marxis memandang faham seksisme sebagai suatu bentuk eksploitasi kelas dengan persamaan seks yang tidak mungkin tercapai tanpa persamaan ekonomi. Bukti untuk teori ini kurang meyakinkan, meskipun masyarakat Marxis secara mendasar telah mengurangi diskriminasi seks. Pada bangsa-bangsa modern jelas terdpat kecenderungan kearah persamaan seks yang lebih luas. Alice Rossi mengemukakan model persamaan seks teoritis: (1) Model plural, dimana peran seks berbeda tapi sama, dengan peria dan wanita memegang peran kerja yang berbeda yang mendapat imbalan dan martabat yag sma. (2) Model asimilsionis, dimana wanita diserap kedalam semua tingkat sistim politis dan pekerjaan yang ada. (3 ) Model adragonis, dimana penentuan peran seks diakhiri dengan peria dan wanita mengisi peran pekerjaan dan rumah tangga yang peraktis bersifat identik.
F. KETERTIBAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial yakni cara dan peroses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat untuk dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu. Ketertiban sosial tercipta bila mana biasa orang berlangsung dengan menyenangkan dan dapat di ramalkan. Pada masyarakat sederhana sosialisasi menciptakan ketertiban sosial dengan cara mempersiapkan orang agar bersedia berperilaku sebagaimana yang diharapkan, dan tekanan sosial memberi imbalan berupa penerimaan dan pengakuan bilamana orang berprilaku seperti di harapkan .
Setiap orang tua yang pernah mencoba menentang alasan anak remaja yang mengatakan semua anak tokh “melakukannya” menyadari sepenuhnya betapa kuatnya pengaruh kelompok. Kelompok dapat dibagi dalam dua jenis yaitu kelompok primer dan kelompok sekuder. Kelompok perimer, adalah kelompok yang kecil, akrab, dan bersifat informal, seperti keluarga, kelompok bermain, sedangkan kelompok skunder adalah kelompok yang bersifat impersonal, formal serikat kerja, perkumpulan usaha dagang, organisai mahasiswa.
Dalam banyak situasi, perilaku sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan tekanan situasi, yakni faktor-faktor situasional yang menetukan perilaku. Memang benar jika seseorang atau beberapa orang mengubah sikap dan perilakunya, maka alasan dibalik itu bisa saja semata-mata bersifat individual. Namun bila sejumlah besar orang mengalami perubahan sikap dan perilaku secara bersamaan maka kemungkinan penyebabnya ialah adanya perubahan pengaruh sosial dan budaya terhadap perilaku.
Penyimpangan (deviation) adalah setiap pelanggaran terhadap aturan perilaku. suatu perbuatan barulah dianggap menyimpang setelah dicap menyimpang. Penyimpangan adalah sesuatu yang relative dalam arti bahwa kadangkala hampir semua orang dapat disebut sebagai penyimpang dan tidak ada seorangpun yang dapat disebut sebagai penyimpang sepenuhnya.
Terdapat banyak teori penyimpangan. Teori biologis yang melalui faktor biologis sebagai penyebab dari sebagian besar penyimpangan, tidak lagi banyak di ikuti. Teori psikologis, yang menganggap bahwa ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologislah yang merupakan penyebab penyimpangan, dewasa ini kurang diterima dibandingkan dengan dimasa lalu. Teori sosialisasi menghubungkan penyimpangan dengan ketidakmampuan untuk menghayati norma dan niali-nilai yang dominan. Ketidakmampuan mungkin disebabkan oleh sosialisasi dalam kebudayaan khusus yang menyimpang.
Sutherlan mengemukakan teori asosiasi diferensial, melalui asosiasi diferensial seseorang lebih sering berhadapan dengan evaluasi penyimpangan yang meyenangkan daripada yang keritis. Teori anatomi menyatakan bahwa masyarakat kompleks cendrung menjadi masyarakat tanpa norma, yang tidak memberikan pedoman yang jelas yang dapat dipelajari dan di patuhi orang. Teori reaksi masyarakat atau teori pemberian cap memusatkan perhatian pada para pembuat peraturan dan para pelanggar peraturan.
Teori konflik mengenai penyimpangan terdiri atas dua teori. Teori konflik budaya menilai penyimpangan diawali oleh adanya pertentangan norma antara berbagai kebudayaan khusus yang berlainan. Teori kelas sosial melihat penyimpangan bermula dari adanya perbenturan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang berbeda.
Teori pengendalian menghubungkan penyimpangan dengan lemahnya ikatan terhadap lembaga-lembaga dasar masyarakat-keluarga, sekolah, adanya pekerjaan. Teori pengendalian memandang norma yang di hayati dan pemberian yang sistimatis sebagai alat kendali yang bermanfaat. Setiap teori memiliki bukti-bukti yang menunjang, tetapi tidak satupun yang mampu menjelaskan segenap bentuk penyimpangan. Teori adalah sesuatu yang penting, karena kebijakan pengendalian didadasarkan kepada teori.
G. KELOMPOK DAN ASOSIASI
Kelompok didefinisikan sebagai setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berintraksi. Terdapat perbedaan yang mendasar (fundamental) antara kelompok sendiri dengan kelompok luar. Perbedaan tersebut dapat diukur dengan menggunakan konsep jarak sosial. Kelompok-kelompok tersebut penting karena keduanya mempengaruhi perilaku. Kelompok acuan adalah kelompok yang kita anggap sebagai model dan pedoman bagi penelitian dan tindakan kita.
Stereotif adalah pandangan (image) umum suatu kelompok tentang kelompok lainnya atau tentang sejumlah orang, yang telah diterima sacara luas oleh masyarakat. Stereotif bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Cara pandang stereotif tidak salamanya salah karena selalu saja ada beberpa persamaan dengan ciri-ciri khusus dari orang-orang yang distereotifkan. Susana yang bersifat emosional terutama disebabkan oleh adanya hubungan dengan kelompok primer, namun dengan demikian masyarakat modern semakin dipengaruhi oeh perkembangan jalinan hubungan kelompok sekunder.
Sejak revolusi industri masyarakat cendrung berubah dari pola petembayan. Ini berarti terjadi pengisian keakraban dan rasa aman pada akhinya di imbangi dengan tumbuhnya kelompok-kelompok perimer baru dalam latar (setting) kelompok sekunder. Dalam peroses pemecahan masalah terdapat tiga tahap: (1) Tahap orientasi: para anggota saling bertanya dan memberi informasi. (2) tahap evaluasi Para anggota membahas informasi, bertukar pendapat. (3) tahap kontrol : para anggota menyarankan jalan keluar mencapai kesimpulan.
Asosiasi sukarela sangat banyak jumlahnya di AmerikaSerikat memberikn penyaluran terhadap minat orang juga merupakan alat penguji bagi kegiatan aksi sosial, lembaga yang melanjutkan pelayanan sosial dan alat penyaluran bagi kegiatan politik. Asosiasi sukarela memiliki tiga kegiatan utama, yaitu : (1) penyaluran minat peribadi (2) pelayanan sosial (3) kegiatan politik. Kelompok pengobatan diri sendiri yang bentuknya beraneka ragam dapat membantu memberi pengertian terhadap orang-orang yang menderita. Kelompok pengobatan diri sendiri yang tidak bersifat komersial dan yang menyatukan orang-ornag yang memiliki persoalan yang sama (misalnya kelompok pecandu alkohol) telah memberikan hasil yang efektif bagi banyak orang.
H. LEMBAGA SOSIAL
Lembaga sosial (social institusion) adalah lembaga organisasi norma-norma. Lembaga berkembang berangsur-angsur dari kehidupan sosial manusia. Bila kegiatan penting dibekukan, dirutinkan, diharapkan dan disetujui, maka perilaku itu melembaga. Peran yang melembaga adalah peran yang telah dibakukan, disetujui dan diharapkan, dan biasanya dipenuhi dengan cara-cara yang sungguh-sungguh dapat diramalkan, lepas, dari siapa orang yang mengisi peran itu.
Para pemimpin asosiasi (pendidikan, bisnis, dan lain-lain) biasnya menginginkan suatu otonomi tertentu, atau kebebasan dari lembaga-lembaga lain. Lembaga yang satu dengan yang lain juga saling berhubungan, sehingga perubahan lembaga yang lain dalam hubungan sebab akibat yang kontinyu.
Kaum intelektual adalah orang-orang yang pekerjaanya terutama bergelut dengan gagasan. Kekuatan mereka adalah pengaruhnya, karena pekerjaan mereka dapat mempengaruhi pemikiran orang-orang yang bekuasa. Kaum intelektual dapat menyerang dan membela lembaga-lembaga masyarakat mereka.
Birokrasi adalah personel admistratif yang dispesialisasikan, diangkat berdasarkan prestasi atau masa dinas, impersonal dan diarahkan oleh suatu rantai komando. Walaupun sangat dikeritik dan dicela, namun birokrasi adalah penting dan tak dapat dielakkan dalam semua organisasi besar. Birokrasi muncul karena kebutuhan akan efesiensi, keseragaman dan pencegahan korufsi.
I. KELUARGA
Keluarga merupakan lembaga sosial dasar. Bentuk lembga ini sangat berbeda/bervariasi. Keluarga yang berdasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami isteri disebut kehidupan suami istri (conjugal family) yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Namun, dalam banyak masyarakat keluarga bersifat kerabat hubungan sedarah yaitu kelompok keluarga hubungan sedarah yang jauh lebih besar dengan suatu lingkaran pasangann.
Suatu keluarga mungkin : (1)suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan (3) pasagan perkawinan dengan atau tanpa anak (4) pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak (5) satu orang dengan beberapa anak.
Perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga.Perkawinan neolokal dimana pasangan suami istri membangun rumah tangganya sendir; perkawinan patrilokal pasangan nikah tinggal bersama keluarga suami dan dari perkawinan matrilokal, dimana pasagan suami istri tinggal bersama keluarga istri.
Sebagian besar masyarakat memperaktikkan endogami yakni kawin dengan orang dari kelompoknya sendiri dan juga eksogami yakni kawin dengan orang dari luar kelompoknya sendiri. Meskipun sebagian besar perkawinan bersifat monogami yaitu satu peria dengan satu wanita, banyak masyarakat mengijinkan poligami yang membolehkan seorang peria kawin dengan lebih dari satu wanita. Ada tiga bentuk poligami bentuk yang pertama adalah perkawinan kelompok yakni prkawinan beberapa pria dengan wanita .
Bentuk yang sangat jarang ditemukan adalah poliandri, dimana satu istri memiliki beberapa suami, sedangkan bentuk poligami yang umum adalah poligami yakni seorang suami mempunyai lebih dari satu istri pada saat yang sama. Sebagian masyarakat mengijinkan perceraian dengan berbagai perasyarat dan perosedur, kemudian dalam masyarakat, fungsi-fungsi keluarga : mengatur hubungan seks, memberikan keturunan, mensosialisasikan anak-anak, memberikan afeksi dan keakraban, menentukan status, melindungi para anggotanya dan berfungsi sebagai tim kerja serta berbagai rasa.
J. LEMBAGA-LEMBAGA AGAMA
Semua agama besar menekankan kebajikan seperti kejujuran dan cinta sesama. Kebajikan ini sangat penting bagi keteraturan perilaku masyarakat manusia dan agama untuk memandang serius kebajikan seperti itu. Agama berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral, agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagi persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan sesama
Sosiaologis agama adalah studi tentang interaksi timbal balik antara lembaga agama dengan lembaga sosial lainnya. Agama acapkali didefinisikan sebagai tanggapan teratur terhadap unsur supranatural. Walaupun ternyata ada beberapa kelompok yang menolak dan mengabaikan unsur supranatural, namun mereka memiliki kepercayaan dan sistim ritual yang menyerupai agama yang didasarkan pada kepercayaan terhadap unsur supranatural. Analisis terhadap peran sosial dari agama meliputi pandangan :(1) Pandangan skuler comte bahwa agama merupakan suatu tahap evolusi yang berarti bahwa agama pernah dipandang penting namun sudah usang karena perkembangan modern (2) Penekanan integratif Durkheim dan Bellah, dimana pengaruh agama dapat mempesatukan masyarakat (3) Pendekatan konflik Marx kekuatan yang paling dominan dalam masyarakat adalah ekonomi sedangkan yang lainnya adalah skunder, selain itu agama hanya berkenaan dengan hal-hal spele dan semu atau hal-hal yang tidak ada bersungguh-sungguh mencerminkan kepentingan ekonomi kelas sosial yang berkuasa (4) Pandangan Weber tentang agama sebagai semacam lembaga bayangan yang hanya mencerminkan kekuasaan dan kepentingan kelas yang berkuasa
.
K. PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNILOGI
Lembaga pendidikan dikembangkan sebagai suatu upaya sistimatis untuk mengajarkan apa yang tidak bisa dipelajari dalam lingkungan keluarga. Lembaga pendidikan kita yang perimer adalah sekolah formal, yang bermula dari jenjang sekolah taman kanak-kana hingga jenjang perguruan tinggi.
Salah satu aspek pendidikan yang terdapat pada setiap pendidikan adalah seperangkat asumsi menyangkut siapakah yang memerlukan pendidikan dan berapa banyak pendidikan yang diperlukannya. Sistim pendidikan persaingan(contest education) berpandangan bahwa setiap orang harus diberi kesempatan untuk bersaing dan tidak diperlukan seponsor khusus. Sistim pendidikan sponsor (sponsored education) berpandangan bahwa setiap orang sudah termasuk dalam suatu kelas sosial sejak lahir, dan jika ia memiliki kemampuan yang luar biasa dapat masuk kelas sosial yang lebih tinggi .
Sistim interaksi disekolah dapat ditinjau sekurang-kurangnya dari tiga perspektif yang berbeda (1) hubungan antara orang dalam dengan orang luar (2) hubungan anatara orang-orang dalam yang memiliki kedudukan berbeda, (3) hubungan antara orang-orang dalam yang memiliki hubungan yang sama. Lembaga pendidikan mempengaruhi dan oleh lembga-lembaga lainnya, oleh karena itu lembaga pendidikan berjuang untuk memperoleh otonomi dari lembaga-lembaga lain.
Alat untuk melindungi otonomi pendidikan meliputi kebebasan akademik dan jabatan akademik. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi lembaga yang utama pada abad modern. Ilmu pengetahuan merupakan upaya pencarian pengetahuan yang dapat diuji dan diandalkan, yang dilakukan secara sistimatis menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan perinsip-perinsip serta perosedur tententu. Teknologi adalah penemuan-penemuan ilmiyah untuk memecahkan masalah-masalah peraktis.
L. LEMBAGA POLITIK EKONOMI
Lembaga-lembaga politik ekonomi adalah sarana yang distandarisasi untuk memelihara ketertiban dalam peroses produksi dan distribusi barang dan jasa. Lembaga-lembaga politik ekonomi memiliki tiga pola yakni: (1) sistim ekonomi campuran, dimana keuntungan dan pemlikan swasta digabungkan dengan beberapa unsure sosialisme dan paham negara kesejahteraan (2) sistim komunisme, yang mencakup pengertian bahwa pencarian keuntungan swasta tidak diperkenankan dan semua perusahaaan penting dikelola oleh negara (3) sistim fasisme, yang berarti bahwa perusahaan swasta diperkenankan berjalan dibawah pengendalian negara secara otoriter.
Sistim ekonomi campuran yang paling banyak berkembang didunia dewasa ini sedang berjuang menghadapi resesi, inflasi, dan konplik yang menyangkut sejauh mana batas fungsi negara mensejahterakan rakyatnya. Idiologi yang menyangkut hubungan anatara pmerintah dengan ekonomi meliputi ideolog yang dikembangkan oleh Adam Smit, Karl Marx, John Maynard Keynes dan Milton Friedman.
Paksaan (coercion) dan pengacauan (disruption) merupakan tehnik yang digunakan oleh kelompok minoritas untuk menciptakan perubahan kebijakan. Paksaan dapat berupa kekerasan atau tanpa kekerasan. Pengacauan seringkli digunakan oleh kelompok-kelompok kecil untuk memperoleh keringanan dari kelompok mayoritas. semua itu merupakan senjata yang berbahaya, yang dpat menghasilkan kemenangan namun sering juga merusak peroses demokrasi dan memancing terjadinya tindakan penekanan.
Terorisme memungkinkan kelompok kecil untuk memaksakan keinginannya terhadap kelompok mayoritas dengan menggunakan ancaman kekerasan. Kecendrungan pengadilan dan birokrasi mengarah upaya memperluas atau sesekali mempersempit pengertian peraturan hukum dan ketetapan tersebut.
M. KELAS SOSIAL
Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi kedalam tiga golongan: glongan kaya, golongan sangat miskin, dan golongan yang berada diantara keduanya. Menurut Karl Marx, kelas sosial utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis) dan golongan menengah (borjunis rendah) yang ditakdirkan untuk “diubah menjadi golongan proletariat”. Adam Smith membagi masyarakat kedalam katagori sebagai berikut ; orang-orang yang hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dan orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thorstein membagi masyarakat kedalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup, dan golongan yang mempunyai waktu luang, yang begitu kayanya sehingga perhatiannya utamanya hanyalah “pola konsumsi yang menyolok mata” untuk menunjukkan betapa kaya mereka.
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu starata(lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial. Kelas sosial lahir sebagai akibat dari adanya pembagian jenis pekerjaan. Kelas sosial terdiri atas orang-orang yang memiliki status sosial yang sama dan saling menilai satu sama lainnya sebagai angota masyarakat yang sederajat.
Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi dalam dua hal, yaitu: pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi, serta jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap peribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor, namun perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding
Kelas sosial adalah kenyataan sosial yang penting. Ia sangat menentukan masa depan dan mewarnai perkembangan keperibadian seseorang. Kebahagiaan seseorang tidak tergantung pada kekayaan masyarakat, tetapi berkaitan dengan keberadaannya sebagai salah satu kelompok orang kaya di dalam masyarakatnya. Para penganut teori fungsional berpandangan bahwa kelas sosial mnentukan hak-hak istimewa dan tanggung jawab para individu. Para ahli teori konflik menolak pandangan yang menyatakan bahwa hak-hak istimewa kelas sosial bersifat”fungsional”. Mereka malah menilai hak-hak tersebut sebagai sesuatu yang bersifat ekploitatif (dapat digunakan sebagai alat penindas).
Semakin rendah tingkat kelas sosial seseorang semakin sedikit perkumpulan dan hubungan sosialnya. Orang-orang kelas sosial rendah lebih sedikit berpartisipasi dalam jenis organisasi apapun, dari pada orang kelas sosial menengah dan atas. Kemungkinan penyebabnya adalah keletihan, beban mengurus lebih banyak anak, biaya, kurangnya perhatian, lebih rendahnya pendidikan dan kemampuan bercakap-cakap, dan lain sebagainya.
N. MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas sosial (Social mobility) adalah peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Mobilitas\naik akan menimbulkan peningkatan kepuasan hidup, kecemasan dan pengorbanan. Masyarakat yang memiliki mobilitas terbuka adalah masyarakat yang memiliki mobiitas yang tinggi, sedangkan masyarakat yang memiliki tingkat sosial tertutup atau bersistim kasta, status kelas sosial diperolah melalui warisan dan sangat sulit diubah.
Kesempatan mobilitas naik tidak sama bagi setiap orang, bahkan dalam masyarakat yang relative bersistim kelas sosial terbuka. Para sarjana teori konplik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomendasi, jaringan minoritas, serta orang-orang kelas sosial rendah, sangat membatasi mobilitas-naik di lain pihak semuanya itu menutup kemungkinan mobilitas –menurun bagi anak-anak kelas sosial atas. Undang-undang anti diskriminasi adalah satu satu penunjang yang penting. Demikian pula latihan kerja yang dibiayai oleh pemerintah, sehingga menciptakan peningkatan besar dalam segi lapangan kerja dan penghasilan yang layak bagi banyak pekerja rendah .
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Latar belakang pendidikan tidak sama pentingnya bagi semua jenis pekerjaan. Gelar dari perguruan tinggi dan gelar propesisonal perlu untuk karier sebagi dokter, ahli hukum, atau guru, gelar seperti itu menunjang, tetapi tidak diperlukan dalam pemilikan atau operasi perusahaan.
Kebiasaan kerja yang dibiasakan mulai dari anak-anak merupakan petunjuk dalam memperkirakan kemungkinan keberhasilan dan masa depan seseorang. Penundaan kesenjangan nilai, dikemukakan oleh Rodman (1963,1974), menyatakan bahwa banyak orang berpegang pada nialai-nilai dan menginginkan sasaran-sasaran tertentu, tetapi secara tidak sadar menerapakan tingkah laku yang menghambat pencapaian sasaran mereka.
Tolak ukur untuk menentukan tinggkat mobilitas naik adalah jumlah penduduk yang berhasil diatas garis kemiskinan. Prospek mobilitas tergantung pada peningkatan jumlah penduduk yang berstatus tinggi, yang tergantung pula pada perubahahan teknologi dan pertumbuhan ekonomi.
O. RAS DAN HUBUNGAN ETNIK
Ras dapat diartikan baik sebagai suatu kelompok yang memillikki ciri pisik yang sama, maupun sebagai suatu kelompok orang yang cirri-cirinya ditentukan oleh pengertian masyarakat. Dalam segi pemakaian istilah ras, tidak terdapat kesamaan pendapat. Perbedaan ras secara biologis tidak pentig. Namun secara budaya perbedaan ras adalah penting. Pengertian kelompok ras Amerika juga meliputi orang-orang Indian-Amerika, orang-orang sepanyol, Amerika, dan kelompok-kelompok yang memiliki semacam wilayah mukim dan yang kebanyakan dapat menerima pluralisme budaya. Beberapa kelompok minoritas, termasuk kebanyakan orang Eropa dan Asia, sangat mobilitas di Amerika Serikat.
Dimanapun orang-orang Eropa menaklukkan penduduk peribumi menjadi sangat rusak, sementara orang-orang peribami belum dapat berperan serta sepenuhnya dalam kebudayaan Eropa. Hal tersebut mengakibatkan mereka terperangkap dalam situasi kekosongan budaya, tidak mampu menerapkan baik budaya teradisional mereka sendiri maupun Eropa yang baru. Pemikiran ortodok memandang diskriminasi sebagai masalah yang terpenting dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok etnik.
Orang ortodok mempertahankan budaya Ghetto, menunjang kebanggaan kelompok, dan menganjurkan adanya kebijakan pemerintah yang menghapuskan diskriminasi, memperkuat pluralisme budaya, serta memperluas tunjangan sosial.Aliran pemikiran “revisionis” yang bertolak belakang dengan pemikiran ortodok, memandang budaya getho sebagai penghambat, dan menilai bahwa diskriminasi bkan lagi merupakan masalah utama, serta memandang beberapa program pemerintah sabagai upaya yang tidak peroduktif.
Para revidionis lebih cendrung ke pendekatan fungsional. Mereka memandang bahwa masalah-masalah kelompok minoritas yang belum ditanggulangi lebih banyak disebabkan oleh gaya hidup daripada diskriminasi yang berkelanjutan. Selain itu mereka berpandangan bahwa upaya yang menujang persamaan kesempatan akan lebih bermanfaat dari pada pemberian pelayanan yang lebih baik kepada kelompok minoritas, serta asimilasi akan lebih berhasil daripada pemisahan dan konflik
P. PERUBAHAN PENDUDUK
Demografi meliputi komposisi kelompok usia dan kelompok jenis kelamin penduduk, perpindahannya didalam suatu negara atau antar negara, dan laju pertumbuhan penduduk. Dalam banyak hal komposisi kelompok usia dan kelompok jenis kelamim penduduk mempengaruhi kehidupan sosial penduduk, perubahan ini disebabkan oleh perubahan tingkat kelahiran yang dewasa ini menaikkan jumlah orang usia lanjut dan menurunkan jumah anak-anak dibanyak negara industri dapat mengurangi tingkat kejahatan dan tingkat pengangguran pemuda.
Setiap makhluk hidup memiliki rentang hidup, yakni batas masa kehidupan sekelompok makhluk tersebut sampai dengan saat meninggalnya mereka karena ketuaan kecuali jika sesuatu peristiwa atau penyakit yang membunuh kebanyakan manusia sebelum mereka mencapai batas masa huidup.
Migrasi dipengaruhi oleh dorongan terhadap penduduk karena adanya keadaan yang tidak memuaskan dinegara sendiri, karena adanya daya tarik kesempatan menarik ditempat lain, dan karena adanya saluran-saluran atau jalan yang memungkinkan penduduk untuk bermigrasi. Meskipun bentuk migrasi internal berbeda dengan migrasi internasional, namun akibat dari kedua bentuk perpindahan manusia tersebut tidaklah berbeda .
Perospek masa depan kependudukan belum bisa terlihat jelas. Negara-negara industri, termasuk Amerika Serikat, cendrung mengarah ketingkat kependudukan yang setabil dengan disertai oleh proses penyesuaian yang tidak menyenangkan. Walaupun negara-negara sedang berkembang masih memiliki laju pertumbuhan yang cepat, namun tingkat pertumbuhannya sedang mengalami penurunan. Bilamana upaya pengendalian jumlah penduduk berhasil, maka jumlah penduduk dunia pada akhirnya mungkin akan stabil, yakni ketika jumlahnya mencapai dua kali lipat dari jumlah penududuk dunia dewasa ini. Masalah apakah kelak kita akan mengalami keadaan kependudukan yang setabil ataukah malapetaka, belumlah dapat dipastikan.
Q. PERUBAHAN KOMUNITAS
Komunitas (Community) biasanya diidentifikasikan sebagai penduduk suatu wilayah yang dapat menjadi tempat terlaksananya segenap kegiatan kehidupan. Orang desa berbeda dengan orang kota karena dahulu kondisi fisik dan sosial dikota, isolasi komunitas desa teradisional, homogenetis, pekerjaan dibidang pertanian, dan ekonomi subsistensi cenderung menciptakan orang yang hemat, bekerja keras, konservatif, dan etnosentris.
Keberadaan kota dimungkinkan oleh daya surplus hasil pertanian yang disertai dengan peningkatan sarana teransportasi , pertumbuhan semacam itu biasanya terjadi pada tempat dimana ada pergantian alat teransportasi. Upaya untuk memahami pola ekologi kota-kota di Amerika telah berhasil melahirkan teori zona terpusat, teori sektor, dan multi pusat.
Pengaruh desakan banyaknya jumlah manusia menciptakan anonimitis. Heterogenitas kehidupan kota dengan keanekaragaman manusianya, yang berlatar belakang kelompok ras, kepercayaan, kelas sosial, pekerjaan, dan etnik yang berbeda, mempertajam suasana anonim. Kehidupan dan keperibadian urban dipengaruhi oleh kondisi fisik dan sosial kota anomitas, kepadatan penduduk, jarak sosial, dan keteraturan hidup. Kondisi semacam itu menurut para ahli sosiologi terdahulu menciptakan keperibadian urban yang rasa sepi, materialistis, rasa tidak aman dan beridikari.
R. PERILAKU KOLEKTIF
Perilaku kolektif (coletive behavior) merupakan ciri khas masyarakat berkebudayaan kompleks. Perilaku demikian tidak terdapat pada masyarakat sederhana. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan, perilaku masa, dan gerakan sosial. Kerumunan adalah suatu kumpulan manusia bersifat sementara yang bertindak secara bersamaan terhadap suatu rangsangan . Terdapat tiga teori yang utama yang mencoba memberi penjelasan tentang perilaku kerumunan. Teori penyebaran menekankan peroses psikologis dari pmberian saran dan penanganan; Teori konvergensi menekankan persamaan sikap para anggota kerumunan, Teori kemunculan norma menunjukkan bagaimana suatu norma dalam situasi kerumunan muncul dan berperan dalam membenarkan, serta membatasi perilau. Perilaku kerumunan ditandai oleh : (1) anonimitas, yakni hilangnya kendala yang biasanya mengendalikan individu dan rasa tanggung jawab peribadi, (2) impersonalitas, yakni sikap memandang bahwa hanya kelompok seseoranglah yang penting, (3) mudahnya dipengaruhi, yakni sikap para anggota yang menerima saran secara tidak keritis, (4) tekanan jiwa dan (5)amplikasi interaksional yakni, sikap para anggota yang saling meningkatkan kadar keterlibatan emosi. Di lain pihak, perilaku kerumunan dibatasi oleh: (1) kebutuhan emosi dan sikap para anggota (2) nilai-nilai para anggota (3) pemimpin kerumunan yang harus menciptakan hubungan baik meningkatkan ketegangan emosi, memberikan saran untuk meredakan ketegangan dan memberikan pembenaran terhadap tindakan yang ditempuh dan (4) kontrol eksternal, terutama dari pihak polisi yang kesanggupannya untuk megendalikan perilaku kerumunan sebagian tergantung pada keterampilan, dan selebihnya tergantung pada kondisi keberadaan kerumunan.
S. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA
Semua masyarakat mengalami perubahan secara terus menerus. Perubahan sosial (social chnge) merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial, sedangkan perubahan budaya (culture change) mencakup perubahan dalam segi budaya.Teori evolusioner berpandangan bahwa semua masyarakat mengalami tahap perkembangan yang sama dan menuju ketahap perkembangan akhir yakni tahap dimana evolusi sosial berakhir. Teori siklus berpandangan bahwa semua masyarakat melalui siklus perubahan, yang akhirya akan kembali ketitik awal , lalu megulangi siklus yang sama.
Unsur-unsur budaya baru lahir dari (1)penemuan (discovery) mengenai persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai aspek kenyataan yang semula sudah ada (2) invensi (invention) yakni suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada (3) melalui disfusi (diffusion)yakni penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok kekelompok lainnya. Kadar perubahan sosial sangatlah berbeda anatra masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan diantara kurun masa yang satu dengan kurun masa yang lain. Perubahan geografis dapat melahirkan perubahan yang besar. Migrasi kesuatu lingkungan baru sangat sering menimbulkan perubahan dalam segi kehidupan sosial. Perubahan dalam segi jumlah dan komposisi penduduk selalu meimbulkan selalu menimbulkan perubahan sosial.
Tidak semua inovasi dapat diterima. Sikap dan nilai-nila kelompok menentukan ragam inovasi yang berkemungkinan diterima oleh kelompok. Jika kegunaan inovasi dapat dibuktikan secara mudah dengan biaya murah, maka bukti tersebut akan sangat membantu diterimanya inovasi itu, tetapi banyak invensi sosial tidak dapat diuji coba tanpa menerimanya secara keseluruhan. Orang yang memiliki kepentingan peribadi biasanya menentang perubahan, namun mereka sesekali menyadari bahwa perubahan yang diusulkan sebenarnya menguntungkan mereka.
Konsekwensi perubahan tidak akan pernah berakhir. Penemuan dan invensi, dan juga unsur-unsur budaya yang di masukkan kedalam seringkali menimbulkan reaksi perubahan berantai yang merusak banyak aspek kebudayaan. Semua masyarakat yang berubah secara cepat memiliki banyak kesenjangan budaya dan agak kacau. Dalam masyarakat yang kacau para anggota masryarakat mengalami hambatan dalam menemukan sistim perilaku yang cocok akhirnya ikut menajadi peribadi yang rapuh. Mana kala mereka telah putus harapan unuk menemukan cara hidup yang baik dan telah berhenti berupaya, maka mereka telah kehilangan semangat hidup. Meskipun perubahan kadang-kadang membawa kepahitan, namun penolakan terhadap perubahan bisa saja mengakibatkan kepahitan yang lebih parah, kerena perubahan tidak terlepas dari keuntungan dan kerugian.